Takdir Ilahi

Heru adalah pemuda yang taat beragama apalagi kepeda kedua orang tua. Ia sangat menghormati siapapun. Ameskipun ia masih sangat muda, namun Ilmu agama yang ia miliki tidak kalah dengan ustad. Maklum saja, dia adalah pemuda jebolan pesantren. Namun demikian dia sama sekali tidak memperlihatkan ilmu yang ia miliki sedikitpun, apalagi di panggil ustad, dia tidak mau. Dia tetap rendah hati dan tidak sombong sama sekali. Malah dia cenderung menyembunyikan Ilmu yang ia miliki. Kehidupannya pun sederhana. Sehari-hari dia mengais rizki dari bengkel kecil di rumahnya. Tidak seperti orang pada umumnya, dia tidak bingung dengan apa yang akan dimakan besok jika bengkel sedang sepi. Bagi saya cuma satu kalimat ungkapan untuk dia “pemuda idaman setiap wanita”. Bagaimana tidak, sudah pintar, sederhana, soleh lagi. Wah benar-benar perfect.

Meski begitu ia memiliki teman dari berbagai kalangan. Ia juga tidak membeda-bedakan siapapun dalam berteman. Sampai suatu hari salah seorang temannya, sebut saja Udin, akan menikah. Udin meminta dia untuk ikut mempersiapkan segala sesuatunya. Dia dan Udin memang sudah  seperti saudara. Orang tuanya Udan juga sudah menganggap Heri seperti anaknya sendiri. Heri juga diperkenalkan dengan calon istrinya Udin. Dyah namanya. Gadis berjilbab yang cantik dan solihah.
Dan merekapun mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan Udin. Mulai dari akad nikah, resepsi, persewaan perlengkapan, juga undangan tentunya. Tak seharipun mereka lalui tanpa bersama saat proses persiapan pernikahan ini. Persiapan sudah hampir rampung. Hanya tinggal menyebar undangan saja.Namun kali ini Udin sendirian tanpa ditemani Heri. Saat perjalanan menuju rumah saudaranya, sesuatu tak terduga terjadi pada Udin.
“Bresss…”, kecelakaan menimpa Udin.
“kring..kring..kring..,  nada dering handphone Heru pun berbunyi.
“Assalamu’alaikum..”, belum sempat Heru bertanya dari siapa telepon ini, sambil serius mendengarkan orang yang menelepon, tiba-tiba terucap oleh mulut Heru, “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un”. Ternyata itu adalah telepon dari rumah sakit yang mengabarkan bahwa sahabat karipnya itu kecelakaan. Tanpa pikir panjang Heru langsung tancap gas menuju rumah sakit.

Di saat pernikahan sudah di depan mata, Udin justru meregang nyawa. Kondisinya kritis karena kehilangan banyak darah. Keluarga berkumpul. Semua usaha telah maksimal dilakukan oleh dokter. Hanya do’a yang tersisa.

Pada saat-saat terakhir Udin ingin mengatakan sesuatu yang mungkin itu adalah permintaan terakhirnya. Dokter pun mempersilakan Heri untuk masuk. Namun hanya Heri dan Dyah yang diminta Udin untuk masuk. Tak lama kemudian Heri dan Dyah keluar. Sementara Dyah tak kuasa menahan tangis, untuk yang kedua kalinya terucap kata dari mulut Heri, “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un”. Tangis Dyah semakin pecah dan seluruh keluarga pun tak dapat menahan sesuatu yang memaksa keluar dari mata mereka. Suasana yang semula penuh kebahagiaan, kini berubah menjadi mendung.
Tujuh hari penuh selepas pemakaman, keluarga beserta para tetangga menggelar tahlilan dan di,a bersama yang ditujukan tentu saja untuk Almarhum Udin. Dyah masih belum bisa mengikhlaskan kepergin calon suaminya itu. Entah apa yang harus Dyah dan keluarganya lakukan. Undangan telah tersebar. Dua minggu lagi akad dan resepsi seharusnya digelar. Namun mereka hanya bisa berdo’a kepada Illahi Robbi, agar diberikan ketegaran atas musibah ini.
Rupanya Alloh menyimpan takdir lain untuk mereka semua…Setelah usai 7 hari tahlilan, Heru baru berani untuk mengatakan pesan terakhir yang disampaikan oleh Almarhum Udin. Heri pun mengumpulkan keluarganya, keluarga Almarhum Udin, dan keluarga Dyah. “Ada apakah gerangan kau mengumpulkan kami semua, nak?”, Tanya ayah almarhum.
“Sebelumnya saya mohon maaf karena mengumpulkan kalian tidak pada waktu yang tepat. Ada yang harus saya sampaikan. Ini mengenai pesan terakhir yang disampaikan almarhum kepada saya.”, jelas Heru.
“Baiklah, lanjutkan ceritamu!”,ayah Dyah menyambung.
“Sesaat sebelum Alloh memangggilnya, ia berkata padaku ingin menyampikan sebuah amanah untukku. Bahwa aku harus menjaga calon istrinya dan menggantikan posisinya dengan kata laun aku yang harus menikahi Dyah. Dan Dyah pun tahu akan amanah ini.”, jelas Heru dengan lebar.
“Benarkah itu Dyah?”, Tanya ibunya.
“Benar, Bu….”, jawab Dyah sambil menahan air mata.
“Subhanalloh…. Ini adalah amanah yang wajib kau laksanakan, nak. Insya Alloh kami semua ikhlas karena ini adalah permintaan almarhum yang sudah kau anggap saudaramu sendiri. Bukan begitu Pak, Bu?”, jelas Ayah almarhum.
“Iya, kami semua ikhlas dengan amanah ini. Kami yakin ini semua adalah rencana Alloh untuk kalian juga semua yang ada di sini.”, jawaban Ibu Dyah ini didukung oleh anggukan setuju dari semua keluarga. “Alhamdulillah, Alloh telah menunjukkan Kuasa-Nya. Kita sebagai manusia hanya bisa merencanakan, tapi Alloh jualah yang menetukan. Laksanakanlah amanah ini, nak!”, Perintah ayah Heru.
“Subhanalloh, Insya Alloh saya akan melaksanakan amanah ini. Bagaimana denganmu Dyah, maukah kaumenerimaku sebagai pengganti almarhum?”, Tanya Heru.

Tanpa berkata, Dyah hanya mengangguk seraya tersenyum haru.
“Alhamdulillah…..”, seluruh keluaraga memuji Asma Alloh dengan nafas yang lega.
Hari yang ditunggu telah tiba. Heru mengucap ijab qobul dengan lancer. Seluruh keluarga tersenyum haru. Namun banyak raut muka yang menyimpan tanda tanya akan kejadian. Tapi tidak jadi masalah, karena ini sudah menjadi takdir Allah.

http://www.lokerseni.web.id/2012/03/takdir-illahi-cerpen-islam-2012.html

Dan Tuhanku Lebih Tahu Aku

Ujian Nasional selesai Durrah jalani. Sebagai siswi kelas XII di Madrasah ternama di daerah tempat tinggalnya, MAN 1 Praya, ada semangat optimis akan lulus di hatinya. Ia mulai berani menatap matahari kembali dengan sunggingan senyum kepuasan. Ia merasa belajarnya tidak sia-sia karena soal-soal ujian nasional dapat diselesaikannya tanpa harus menggadaikan keimanan seperti mayoritas teman-temannya. Sekarang tugasnya hanya menunggu pengumuman kelulusan keluar.

Durrah Althafunnisa, puteri semata wayang dari pasutri Ahmad Hijazi dan Lailatul Munawaroh ini memang dikenal sebagai siswi teladan dengan segudang prestasi. Bagi banyak orang ia mendekati level sempurna. Kecantikannya yang natural tanpa polesan kerap mendatangkan pujian tak diundang. Ia mampu menumbuhkan tiga kecerdasan sekaligus dalam dirinya, yang tak banyak orang mampu menumbuhkannya. Kecerdasan intelektualnya yang tak diragukan lagi, kecerdasan emosionalnya yang selalu mampu meneduhkan perasaan orang-orang sekitarnya, juga kecerdasan spiritual yang mulai terbentuk sejak kecil karena dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang agamis.

 

 

Dan Tuhanku Lebih Tahu Aku

 

Matahari mulai menyembunyikan sinarnya. Mega merah mulai menghiasi langit mengundang alunan azan maghrib disetiap penjuru Kota Praya yang damai. Segera Durrah meraih mukena selepas berwudlu’ untuk menyerahkan diri kepada Sang Pemilik diri. Khusyuk ia melapazkan kalam Illahi yang terdengar hanya olehnya secara lahiriah di setiap rakaat shalatnya. Makna tiap bacaan shalat yang ia fahami semenjak mengenyam pendidikan di madrasahnya mengundang isak keharuan yang seketika itu mulai mengalir butiran-butiran bening membasahi sebagian mukena hijaunya. Suasana menghening. Ia merasakan kedamaian dalam pelukan Illahi. Seusai salam, ia tak ingin menghentikan kedamaian dalam diri. Ia meraih bungkulan kitab suci Al Qur’an pemberian sahabatnya di hari milad ke-17nya.

 

Bacaannya terhenti saat ia sampai kepada ayat yang seolah diturunkan khusus untuknya, “Azzanii laa yangkihu illa zaaniyah”. Ia merasa tersindir. “Apa ayat ini Engkau turunkan untukku Robby? Apakah ini sindiranMu?” bisiknya dalam hati. Ia mulai mengingat bagaimana kabar hatinya belakangan ini. Menyadari itu adalah kesalahan yang tak ia sadari sebelumnya. Ia membiarkan hatinya terjebak dalam zina karena mengangankan orang yang tidak halal untuknya. Ia mulai merasa berdosa. Rasa takut menghampirinya. Takut yang menikahinya nanti adalah seorang pezina, meski hanya pezina hati. Ia beranggapan antara zina yang satu dengan zina yang lain tetap bisa mengundang kemarahan Sang Pencipta. “Astagfirullahaladziim”, ia tundukkan kepala dan beristighfar, berharap kekeliruannya itu segera dapat ia benahi.
****Matahari mulai memancarkan sinarnya. Kicauan burung-burung seolah berlomba-lomba menyambut hari yang penuh berkah. Kokokkan ayam tak ingin kalah, bersahut-sahutan terdengar di beberapa tempat. “Hari yang cerah, ini anugerah”, kalimat yang tak pernah alpa untuk diucapkan Durrah di setiap paginya. Hari ini ia memutuskan untuk ke Madrasah. Meski tidak ada kegiatan pasti yang akan dilakukannya disana. Ia merasa sangat rindu dengan suasana Madrasah. Rindu guru-gurunya, rindu teman-temannya, rindu adik-adik angkatannya juga yang biasa memanggilnya Kk Dee seperti orang tuanya.

Madrasah tetap seperti biasa. Tampak asri dengan hiasan pohon kelapa di sekeliling bangunan. Dengan bismillah ia melangkahkan kakinya menyisiri lingkungan madrasah. Ada perasaan khawatir dalam hatinya. Khawatir kalau-kalau ia nantinya bertemu dengan ikhwan yang membuat dirinya merasa sangat berdosa karena tak bisa menjaga hatinya.
“Kk Dee…”. Panggilan Alna, adik kelasnya yang satu organisasi dengannya membuyarkan kekhawatirannya.
“Kk, kangen deh sama Kk”
“Iya dinda, Kk juga kangen sama semuanya”
“Kk, ada lomba Karya Tulis Ilmiah, kami harus ikut kata Pembina. Tapi ini kali pertama kami ikut lomba tanpa kakak-kakak. Jadi mikir gak usah ikut saja.”
“Loh, kok gitu? Pokoknya harus ikut. Harus! Jangan kecewakan Pembina, ya! Masa kami dijadikan alasan ketidakinginan kalian untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan identitas gemilang kalian.”
“Bukan gitu kakak, kami kan selalu minta bantuan Kk Dee tiap ada lomba dulu-dulu. Kalau tidak ada Kk, kami minta bantuan siapa lagi? Nanti ndak selese-selese lagi karyanya”
“Kan pembina ada. Tenang saja, kk juga masih di sini kan. Dan ingat! Kk masih resmi siswi sini.”
Bel berbunyi tanda waktu istirahat pertama berakhir. Lingkungan madrasah di luar kelas mulai lengang. Siswa dan guru melaksanakan tugas masing-masing. Belajar dan mengajar. Rutinitas yang ia pernah jalani pula selama hampir tiga tahun.

Perpustakaan tampak merekahkan senyum simbolisnya. Ia merasa terpanggil untuk memasukinya. Belum sempat ia menyelesaikan salamnya, terlihat Zaki, siswa kelas Bahasa yang membuat hatinya tak mampu ia manage. Perasaannya mulai berkecamuk. Ingin rasanya ia tinggalkan tempat itu segera, namun keengganannya untuk membuat laki-laki yang di matanya berwibawa itu berpikiran macam-macam tentangnya, menahannya untuk melanjutkan langkahnya memasuki ruangan yang tiba-tiba berubah sembab itu.
“Sendirian ukh?”
“Nggih,” jawaban singkat menurutnya terbaik untuk bisa menjaga kesan tenang bagi dirinya.
“Anti niat baca buku yang mana? Kalau tidak ada, ini tiang sudah baca. Sepertinya cocok untuk dibaca para akhwat. Anti mau baca?”.
“Boleh”.

Durrah tak ingin berlama-lama di perpustakaan. Magnet-magnet perangkap setan sudah dapat ia rasakan di dalam sana. Ia beranjak keluar perpustakaan dengan menenteng buku pinjaman yang membuatnya penasaran, “cocok dibaca para akhwat? Seperti apa ya isinya?”. Durrah bertanya-tanya dalam hati. Langkah kakinya dipercepat. Musholla tampak sepi. Ia memutuskan untuk melihat-lihat isi buku itu disana, “judulnya lucu, 24 Jam Amalan Agar Suami Makin Sayang”. Ada sedikit rasa malu dihatinya untuk membaca buku ditangannya itu. Ia merasa belum pantas untuk membaca buku semacam itu. Ia takut terkesan sudah siap menikah dengan membaca buku itu jika dilihat orang. Tapi rasa penasaran yang menancap di hati menggerakkan jari-jemarinya untuk membuka halaman demi halaman buku itu. Hatinya terperanjat membaca hadits shahih riwayat Muslim di salah satu halamannya, “wanita itu jika dipandang dari depan akan meniupkan nafsu setan (merangsang birahi) dan dipandang dari belakang pun (meniupkan nafsu) setan”. Ia merenung. Apakah ia sudah mampu menjaga dirinya? Atau ialah yang dijadikan alat oleh setan? Untuk merusak lawan jenisnya dengan nafsu yang terhias pada dirinya? Istighfar ia lisankan berulang-ulang. Di halaman berikutnya ia menemukan hadits yang senada dengan yang sebelumnya “wanita itu aurat, bila ia keluar rumah maka setan akan menghiasinya, (untuk menampak-nampakkan kemolekannya dalam pandangan lelaki sehingga terjadilah fitnah)”. Ia coba menerawang dirinya.

 

Menerawang keseringannya keluar rumah tanpa didampingi mahram. Lantas ia memvonis dirinya alat setan. Kembali istighfar terdengar dari lisannya. Keinginannya untuk melanjutkan kuliyah selepas menamatkan Aliyah kembali ia pertimbangkan. Ia akan selalu berada diluar rumah. “Ah, Rasulallah juga mengatakan uthlubul ‘ilma falau bissiin. Selama itu keluar rumah untuk alasan yang dibenarkan agama, insyaAllah Allah ridho”. Ia memantapkan hatinya. Ia tutup buku itu, ia memutuskan untuk melanjutkan membacanya di rumah saja karena musholla madrasah sudah mulai dipadati para siswa dan beberapa guru untuk melaksanakan shalat zuhur berjama’ah. Usai shalat ia memutuskan untuk meninggalkan madrasah.
****

Fajar mulai menyingsingkan diri. Sebagai puteri semata wayang, Durrah tidak pernah merasakan kekurangan kasih sayang orang tua.
“Jadi daftar kuliyah kemana Dee?”
“UIN Malang Mak, ambil Kimia. Menurut Bapak dan Mamak gimana?”
“Kalau bapak setuju-setuju saja, tapi ada sedikit rasa khawatir. Kamu perempuan. Keluarga disini semua.”
“InsyaAllah perlindungan Allah akan tetap bersama tiang. Jadi, tiang harap jangan khawatir nggih…”.
“Dee, ada yang bapak ingin sampaikan”
“Napi nike pak?”
“Bapak tidak berani mengambil keputusan tanpa persetujuan darimu”
“Maksud bapak?”
“Sekitar dua minggu lalu, waktu Dee masih menjalankan Ujian, teman bapak, Ust. Hasan, melamarmu untuk puteranya. Puteranya itu tidak mengenalmu, tapi setelah Ust. Hasan menceritakan tentangmu padanya, dia mengiyakan. Karena yakin pilihan bapaknya tidak sembarangan. Bapak tidak menyampaikan ini padamu karena waktu itu bapak tidak ingin mengganggu ujianmu. Bapak menyampaikan ini sekarang karena menurut bapak kamu sudah tidak aktif lagi di madrasah. Apa tanggapanmu?”

Durrah tersentak mendengar penuturan laki-laki yang ia panggil bapak itu. Lidahnya terasa berat untuk mengucapkan sepatah katapun. Aliran darahnya terasa semakin cepat memaksa keringatnya keluar melalui lubang pori-pori kulitnya. Ia mencoba menerka-nerka kalimat yang harus ia keluarkan. Ia merasa menjadi seperti batita yang baru belajar bicara. “Dee…”
“Bapak tidak memaksamu untuk menerima atau menolak lamaran itu nak. Tapi, bapak perlu mengingatkan, ketika seorang wanita dilamar laki-laki sholih, dan si wanita siap menikah, maka sebaiknya diterima. Sekarang bapak Tanya, Dee siap berumah tangga?”
“Dee…”
“Kalau Dee belum siap tidak apa-apa, nanti bapak sampaikan ke Ust. Hasan.”
“Terserah bapak saja, Dee insyaAllah ridho”
“Terserah bapak? Pikirkan baik-baik Dee. Ini bukan hal yang ringan. Ini tentang hidupmu.”
“Dee ingin kuliyah juga pak. Tapi jika ada laki-laki sholih yang datang melamar, seperti yang bapak katakan tadi, alangkah baiknya jika diterima. Jadi, Dee serahkan ke bapak saja. Apapun yang menurut bapak baik, insyaAllah baik untuk Dee”
“Bapak dan Mamak sudah istiharahkan ini. Dan kami merasa, petunjuk Allah mengarahkan untuk Dee menerima lamaran ini saja.”
“Nggih jika itu yang lebih baik”
“Bapak akan segera mengabari Ust. Hasan. Setelah pengumuman kelulusanmu diterima, insyaAllah akad nikahmu segera dilangsungkan”.
“Nggih”, lirih ia mengucapkan kata terakhir sebelum ia berlalu menuju kamarnya. Ia masih tidak menyangka akan segera menikah. Di usianya yang masih sangat belia, 18 tahun. Namun ia teringat hadits Rasulallah tentang seorang istri yang dipersilakan masuk surga dari pintu manapun yang ia kehendaki “Jika seorang wanita mengerjakan sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluan (kehormatannya) dan taat kepada seuaminya, ia berhak untuk masuk surga dari pintu manapun yang ia kehendaki”. Ia memantapkan diri untuk yakin dengan keputusannya.
****

Pengumuman kelulusan dibagikan. Durrah Althafunnisa, nama pertama yang disebut saat pengumuman lulusan terbaik dibacakan. Ia lulus sebagai lulusan terbaik. Ia meninggalkan madrasah aliyahnya dengan meninggalkan nama yang harum berparfumkan prestasi membanggakan. Yang sekaligus sebagai akhir status lajang dalam rentetan kisah hidupnya.

 

http://www.lokerseni.web.id/2013/05/dan-tuhanku-lebih-tahu-aku-cerpen.html

Cahaya Kecil di Sepertiga Malam

Penyair itu kode sedang bulan adalah refleksi dari suatu kode, refleksi yang menoreh berkas dengan tautan pensil yang bergoyang. Gerak jemari mengalur mengikuti imajinasi kelana. Menyusuri tiap sudut kehidupan, menerjang semu kearifan sipemilik tahta dunia. Yang memalingkan kesucian demi cinta Pada benda yang meraja. Tertawa berlari dari kewajiban. Bisanya hanya terjerat dalam lelap yang berjalan dalam angan.

Ketika refleksi semakin menjadi primadona alam, Adhwa tenggelam dalam muhasabah senja yang berlalu. Cinta-Nya membuatnya berlayar pada telaga kedamaian. Menyiram segumpal merah antara rusuk penuh sesak dan amarah. Balut gundah dalam rangkai tasbih. Kokohkan jiwa dengan seribu kalimat tauhid. Keyakinan bergema takbir dihati insan berkalang cerca. Tak ada yang tahu rasa apa yang dirasa, serinci apapun menjelaskan, karibpun tidakkan bisa merasa. Sujud panjang menyatu cinta, mengucil diri dalam pekatnya. Bahasa jiwa hanya insan dan pemilik-Nya yang paham.
Semua berputar pada poros dan lintasan yg akhirnya akan kembali melalui garis-Nya. Pembelaan terhadap takdir tak berujung pelangi. Takdir-Nya indah namun keterbalikan akan logika.
Cahaya Kecil Di Sepertiga Malam – Cerpen Islami
Ibnu hazm berkomentar “ cinta awalnya permainan dan akhirnya kesungguhan. Dia tidak dapat dilukiskan, tetapi harus dialami agar diketahui. Agama tidak menolaknya, syariatpun tidak melarangnya.” Karena itu, kata sebagian pakar “keterangan tentang cinta, bukanlah cinta”.
Cinta, kepedihan, kebahagiaan, ambisi, ataupun prestasi hanyalah realisasi dari sebuah naluri yang akhwat-akhwat bilang “permainan gharizah”. Seorang Adhwa tidak terlalu paham akan itu, Adhwa hanyalah seseorang perempuan yang berusaha menjadi baik namun jauh dari baik. Keistiqomahan bergoyang ketika diterpa angin kehidupan. Adhwa adalah perempuan belia cinta ilmunya.
***Ketika lulus SMA ada niatan untuk kuliah meski kendala itu menyapa, disitulah manisnya cobaan. Pak suryo selalu berwejang “ nak kalau mau kuliah mantapkan hati, yang serius, dan fokuskan satu tujuan! ”.Hati punya kemantapan dan keyakinan akan itu. Dari dulu hanya satu niat yang mungkin semua anak-anak ingin lakukan untuk orangtuanya, mewujudkan impian menjalankan rukun islam yang ke-5. Kehidupanya yang tidak memungkinkan saat itu, Membuat rentan uji. Pemegang tahta dunia berkoar mengumandangkan kesejahteraan rakyat. Tapi menjadi benalu kehidupan buat segelintir mereka.Pangkal penghidupan diganggu antek-anteknya, berasas “penghijauan”. Ladang petani diganggu pada musim panen. Adwha menahan sesal, pak suryo abinya menguatkan. “Tidak usah dipikirkan nanti abi akan usahakan, urusi saja semua kepentingan buat kuliahmu”. Adwha hanya memegang ayat-Nya jika allah mempermudah urusan untuk para pencari ilmu. Adhwa bukan wanita bertajuk senja yang rela menanti sore dirumah orangtuanya. Proses tidak lagi terlalui tapi terlampaui secara halus meski bukan tujuan. Seseorang mengatakan “petani yang sukses bukan dilihat dari dimana ia berkebun, tapi siapa petaninya”. Semua bermula dari niatan yang berbanding terbalik akan cinta semu.
***

Semua bermula dari sebuah ketidak sengajaan. Ketika hati mulai berpaling dari degup cinta tak berarti, seorang laki-laki hadir pada momen yang membuat semua menjadi buram. Syariat tergadai, dan keistiqomahan ternodai. Permainan iblis terlampau manis seolah-olah itu sebuah pertemuan yang sudah direncanakan oleh Allah. Ia menelusup kejiwa insan yang lemah iman. Diantara sepertiga malam tertuang bait doa pada-Nya. Didoa terakhir handphonenya berbunyi. Sebuah pesan singkat tertata rapi di handphone kesayangannya.
”duhai jiwa-jiwa yang berselimut, bangunlah dan kerjakanlah sholat sebagai ibadah tambahan bagimu”. Adhwa yang baru selesai berrnunajat pada -Nya membalas dengan sederet kalimat singkat “ ya terimakasih, Alhamdulillah saya sudah, maaf anda siapa?”balasnya. Dan ternyata pesan singkat itu berakar. Sipemilik nomor itu membalasnya”anda akan tahu sendiri suatu saat nanti”. Adhwa menghela seraya mengetik balasannya“ ya sudah, siapapun kamu saya ucapkan terimakasih”.

Percakapan melalui sms semalam, tidak hanya sebatas malam itu saja. Ternyata keingintahuannya yang sangat besar membuat Adhwa penasaran dengan sosok religius. Adhwa tahu dari sahabatnya. Perkenalan dengan sosok religius berlanjut pada telpon seluller. Hingga suatu hari dia berani menelponku, hingga hari-hari berikutnya. Tapi , dari sahabatnya adhwa tahu kalau ia sudah punya pacar. Hubungan mereka telah terjalin selama 2 tahunan. Fakta itu membuatnya geram dan itu ia katakan pada sahabatnya yang juga tidak mengerti hal itu. Adhwapun tidak terlalu menanggapi sms dari sosok itu lagi. Hingga sahabatnya mengatakan jika ia dikabarkan sudah putus dengan pacarnya. Adhwa tak habis pikir kenapa ia melakukan hal itu? Yang ternyata selama ia berhubungan dengannya, sudah ada konflik diantara mereka. Keakraban itu kembali terjalin setelah fakta itu ia terima, egois memang tapi itulah yang terjadi. Adhwa hanya mengenalnya di telpon seluller.

Hari ini adalah terakhir adhwa melaksanakan ujian akhir nasional, yang semuanya fiktif. Letih dan terik panas matahari tersingkirkan oleh nafas kelegaan. Sesampai dirumah adhwa merebahkan tubuhnya dibilik. Ponselnya berbunyi, ternyata ada satu nama disitu” cahaya kecil disepertiga malamku”. Itu nama khusus untuknya. Adhwa tidak menduga jika ternyata dihari itulah ia mengatakan untuk mengajak serius menjalin hubungan lebih dengannya. Dia tidak ingin hanya sebagai teman. Virus merah jambu memburamkan pernyataannya saat diskusi kelas. Jika pacaran haram!. Itulah awal statusnya, dan awal kerapuhan menjalankan akidah. Saat itu adhwa belum bertemu ataupun mengenalnya secara pasti. Tapi keyakinannya agar menerimanya begitu kuat. Hingga perkenalan secara nyata terjadi setelah ia menjadi kekasih tak halalnya. Lembut dan halus setan merasuk dalam setiap jiwa manusia.
Adhwa menganggap jika hubungan itu wajar selagi kita tidak melakukan sesuatu yang melampaui batas, saling memberi motivasi dan mendukung. Selama berhubungan dengannya ilmu-ilmu baru selalu adhwa dapatkan. Setiap bertemu selalu ada topik yang dibahas terutama syareat islam karena ia sekolah di madrasah yang berbeda dengannya. Yang memilih disekolah umum. Ia mengenalkan banyak hal tentang dinnya. Itu anggapan adhwa saat itu yang mengindahkan semua keyakinan sebelumnya dan menghalalkan hubungan itu. Meskipun Bersentuhan ataupun duduk berdekatanpun adhwa merasa canggung. Setiap ketemuan adhwa menyuruhnya mengajak teman.
Mereka saling mengingatkan untuk ibadah. Setiap waktu sholat selalu ada inbox yang masuk. Pacaran islami yang terlintas dibenaknya. Dan ia tahu faktanya jika tidak ada pacaran yang islami setelah ia kenal bangku kuliah. Mudharat dan mashlahat tidak bisa digabungkan. Hati terkontaminasi, dan tidak terjaga. Jika seperti itu Lantas ibadah ini karena siapa? Karena dia atau karena Allah.
Setelah adhwa kuliah, hubungan mereka merenggang. Long distance istilahnya. Hingga suatu hari keresahan dihati ini mengetuk pintu hati yang berbelok. Hati meronta, karena pada hakikatnya hati itu suci. Tapi hanya saja terkadang perkataan hati tak dihiraukan, seorang penjahatpun tidak ingin melakukan kehinaan dimatanya. Tapi karena terpaksa, ia melakukan hal yang dilarang sekalipun. Adhwa mulai menguatkan hati, walau terasa sesak didada. Tiga layar penuh kalimat tersusun apik yang ia pikirkan sebelumnya. Dengan basmalah ia kirimkan pesan panjang itu kenomor “cahaya kecil disepertiga malamku”. Adhwa menangis, penyesalan ada tapi kekuatan untuk kembali pada-Nyapun lebih kuat. Adhwa menunggu jawaban darinya, tidak kunjung ditanggapi olehnya. Hingga tengah malam ia mendapati balasan yang sangat singkat yaitu kata “ ya “. Tanpa ekspresi sangat padat dan jelas. Sejak saat itu tak ada lagi inbox darinya.
***Setelah sebulan berlalu ia kembali menghubunginya. Mereka kembali berhubungan melalui telpon seluller. Yang berbeda, mereka tidak punya hubungan serius lagi. Hingga hari itu ia mengatakan jika jangan smsan lagi karena perempuan dan laki-laki tidak baik smsan. Perubahan yang sangat drastis dari cahaya sepertiaga malamnya. Ada rasa senang, karena pada akhirnya ia mengerti konsep hidupnya. Hingga sekarang smsnyapun hanya sekedar sms tausyiah yang dikirimkan juga untuk semua. Setahun berlalu dia tidak ada khabar, sms tausyiah ataupun facebooknya tak ada status baru. Hati jika sudah dinodai sulit untuk dibersihkan, rasa itu terlampau kuat menggenggam ingatan tentangnya. Dan didapati khabar ternyata dia mondok satu tahun di jawa. Adhwa tak mungkin sms mendahuluinya dan nomornyapun sudah tidak aktif.

Hari itu selepas kuliah adhwa membuka akun facebook dan ia dapati inbox disana. Sebuah nama yang senantiasa terukir, dia cahaya kecil disepertiga malamku. Menanyakan khabar. Karena aku berselancar dengan ponsell, tidak cukup memori telpon selullerku untuk membalasnya. Hingga aku beranikan diri untuk menulis di wall nya. Percakapan kami berlanjut pada wallnya, tapi kata penutup darinya yang membuat adhwa bertanya-tanya. Dia mengatakan agar adhwa menjaga ibadah dan semoga menemukan kebahagiaan. Meskipun sudah dua tahun berlalu tapi nama itu masih terselip rapi dihati dan doa seorang adhwa . Disujud panjang qiyamul lail kerealisasikan rindunya dalam doa. Berharap tuhan memberikan jalan terbaik buat ia dan cahaya sepertiga malamnya.
****Sekitar pukul 11.00 malam ia sms tiba-tiba. yang mengatakan jika ia menginginkan pacar yang seperti ibu satu untuk selamanya. Adhwa tersentak akan maksud dari pesan singkat itu. Ia mencoba mengerti makna dari pernyataan itu. Mugkinkah ia menginginkanku menjadi bagian dari hidupnya. Tapi, adhwa belum punya kesiapan akan itu. Adhwa terlalu sayang pada orangtuanya, ia harus mewujudkan impian mereka. Hingga ia temui sebuah status facebook yang adhwa pikir mengacu padanya “ apakah aku siap menunggu?”. Selang beberapa minggu dari itu adhwa harus menerima kenyataan status facebook yang menyatakan jika cahaya sepertiga malamnya sedang punya hajat untuk mengkhitbah seorang gadis. Ia hanya bisa beristighfar menenangkan hati.ia hanya bisa mendoakan kebahagiaan untuknya. Belum ada pernyataan pasti, meskipun hanya sebuah status facebook tapi sudah membuatnya merasakan perih yang teramat. Ini konsekuensi dari sebuah syariat yang harus digenggamnya.

Cinta biarlah terpatri, karena semakin berlari semakin ia merengkuh erat qolbu. Semua panyair menggambar cinta itu sebuah keindahan. Tapi adhwa merasakan kebalikannya. Kata-kata seorang akhwat menenangkannya”…pernikahan yang didasari rasa cinta itu tidak logis. Karena istikharahpun percuma, jiwa senantiasa membenarkan jika ia jodoh terbaik…”. Biarkan ia mengikuti alur kemana ia akan berlabuh. Allah tahu yang terbaik buat hamba-Nya. Adhwa menguatkan hati
“….Cahaya kecil disepertiga malamku, mungkin ini jawaban atas caraku yang salah Mencintaimu dalam sunyi. Sesal tinggal menggurui hati, rencana-Nya lebih indah untuk menjaga hati hamba-Nya. Akhir hidup itu sebuah keindahan, jika belum maka itu perjalann hidup yang masih panjang. Aku hanya bisa mengucap syukur atas semua kejadian hidup. Berterimakasih untukmu yang telah mengenalkan pada Dinku. ISLAM.”
***

Adwha kini telah menyelesaikan sarjana dengan segenap perjuangan orangtua yang menyayanginya. Ia mengajar privat dan ngaji untuk menyambung hidup dirantau selama kuliah. Perjuangan itu membuahkan hasil gelar sarjana pendidikan disandangnya dengan segenap bangga dihati. Setelah menyelesaikan strata satunya ia mondok selama satu tahun untuk menambah ilmu akhiratnya. Dan kini ia telah berekor ada buah hati dan suami yang menguatkannya. Tulang rusuk itu tak pernah tertukar meski sejauh bumi bergerak, mas fajar mengkhitbahnya melalui kedua orangtuanya yang sebelumnya tak pernah dikenalnya. Cinta SMA berlalu, seumpama sandal jika tidak jodoh meski dipaksa tidak akan pernah cocok. ALLAH telah memilihkan fajar untuknya dan itulah yang terbaik. Cinta suci menyambut dalam peraduan. Lagu almaedany diputar” menanti di belahan jiwa”

http://www.lokerseni.web.id/2013/12/cahaya-kecil-di-sepertiga-malam-cerpen.html

Kata-Kata Mutiara Islam

 “Andalah yang harus mandiri, Anda yang bertanggung jawab untuk diri sendiri. Anda bukan korban, Anda hanya berpikir sebagai korban untuk menutupi kelemahan Anda. — Rahmat, motivasi-islami.com

 

 “Tidak usah risau dengan berbagai kekurangan Anda. Fokuskan pada kelebihan Anda, kemudian tingkatkan lagi sehingga Anda sangat mahir pada bidang itu. Memiliki satu keahlian strategis, bisa menjadi Anda seorang yang sukses baik dalam bidang karir, bisnis, maupun profesional. Zaman sekarang, zamannya spesialis. — Rahmat, motivasi-islami.com

 

 “Masalah utama yang menyebabkan kita suka menunda-nunda adalah lemahnya dalam memutuskan prioritas. Pekerjaan kita banyak, maka kita harus memiliki prioritas, sehingga ada pekerjaan yang jelas harus kita lakukan. Saat tidak ada prioritas, maka semua akan mengambang, semua akan tertunda, sebab pikiran kita bingung. — Rahmat, motivasi-islami.com

 

 “Kombinasi keyakinan dan penyerahan diri kepada Allah adalah obat mujarab dari putus asa. Nggak mungkin, orang yang yakin dan tawakal akan putus asa. — Rahmat, motivasi-islami.com

 

“Percaya diri bukan sekedar dianggap hebat, namun memang sudah hebat sejak lahir. Hanya saja persepsi diri kita yang menghalangi kehebatan kita masing-masing. — Rahmat, motivasi-islami.com

 

“Jika sore tiba, janganlah tunggu waktu pagi, jika pagi tiba, janganlah tunggu waktu sore. Manfaatkan masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu dan manfaatkan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu.” — Ibnu Umar, Putra Umar bin Khattab

 

“Orang yang reaktif seolah orang yang hanyut tidak berdaya di derasnya sungai, dia bergerak sesuai dengan arahnya aliran sungai dan terombang-ambing.

Sementara orang yang proaktif seperti orang yang memiliki perahu atau speedboat yang kuat sehingga dia bisa bergerak kemana saja sesuai yang dia kehendaki tidak peduli kemana aliran sungai yang mengalir. — Rahmat, facebook.com/motivasi.islami

 

 “Hanya orang bodoh yang membuang emas gara-gara tidak murni lagi. Emas itu tetap berharga meski kemurniannya 99%, bahkan 50%, bahkan hanya butiran emas pada tumpukan pasir.

Nila setitik, rusak susu sebelanga, tidak berlaku pada semua hal.

Artinya jangan membuang peluang berharga atau peluang kebaikan hanya karena ada masalah atau kekurangan. — Rahmat, facebook.com/motivasi.islami

 

 “Saat ujian terus menempa
Saat seolah tidak ada yang mendukung
Saat seolah tidak ada yang membantu

itu mungkin teguran dari Allah,
agar kita sadar, bahwa hanya Allah tempat bergantung
agar kita ingat, hanya kepada Allah kita mohon pertolongan

Mohonlah pertolongan dengan shabar dan shalat — Rahmat, facebook.com/motivasi.islami

 

 “Hati-hati …

Merasa sudah membaca, padahal belum
Merasa sudah berpikir, padahal belum

Tahukah Anda, bahwa fenomena ini terjadi justru di zaman informasi seperti saat ini. Manusia lebih emosional, ketimbang logis. Munculah konsep Marketing in Venus.

Saya tidak menuduh Anda seperti itu, namun ada baiknya kita meningkatkan kualitas diri, yaitu:
Lebih sabar dalam membaca, sehingga benar-benar paham.
Lebih jernih dalam berpikir, dengan logika dan ilmu yg memadai.

Saat Anda menguasai ini, percayalah Anda akan menjadi pribadi yang unggul. — Rahmat, facebook.com/motivasi.islami

 

 “Jika Anda menemukan jalan buntu,
maka carilah jalan yang lain.
Percayalah, jalan itu ada.

Jika ada satu batasan menghalangi Anda,
jangan terhenti karena satu penghalang
sebab pintu menuju solusi dan tujuan itu masih banyak.

Tetap semangat sahabat … — Rahmat, facebook.com/motivasi.islami

 

“Yang terpenting bukan masalah apa yang menimpa kita, yang terpenting adalah bagaimana cara menghadapi masalah itu dengan benar. — Rahmat, facebook.com/motivasi.islami

 

  “Orang berpikiran besar, tidak akan terganggu atau terhentikan oleh masalah-masalah kecil. — Rahmat, facebook.com/motivasi.islami

 

 “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. — (HR. Ahmad), Hadist

 

 “Apabila hamba itu meninggalkan berdoa kepada kedua orang tuanya, niscaya terputuslah rezeki daripadanya. — (HR. Al-Hakim dan ad-Dailami), Hadist

 

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. — (QS.2:277), Al Quran

 

 “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. — (QS.2:245), Al Quran

 

“ Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. — (QS.2:216), Al Quran

 

“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. — (QS.2:212), Al Quran

 

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, — (QS.2:45), Al Quran

 

Sumber : www.motivasi-islami.com/kata-mutiara/Translate this pageby Rahmat STin 1,125 Google+ circles Koleksi kata mutiara motivasi islami. Katakata mutiara ini diambil dari artikel Motivasi Islami sendiri, tentu saja dari Al Quran, Hadits, dan berbagai sumber 

 

Semua itu Karena Allah

Pagi adalah waktu yang menurutku sangatlah indah. Dengan dikelilingi oleh pepohonan yang rindang dan sawah hijau yang melintang. Membuat hati semakin tenang. Di tambah lagi dengan hawa yang begitu dinginnya pagi ini..

Hmmm … itulah gambaran dari suasana kotaku.. yang sangat aku banggakan. ,,mungkin hingga tua kan ku pijaki kota tercintaku ini. Dimana pula disinilah tempat ku terlahir,tempat pertama kali ku hembuskan napasku.Aku terlahir dari rahim seorang wanita penjual kue keliling. Seorang wanita yang berhati mulia dan berjiwa tegar. Disini pula seorang wanita paru baya mempertaruhkan nyawa,hanya berbekal dengan doa.Dan berharap tangan tuhan mau membantunya.yaaa…wanita itu adalah ibuku, ,malaikat yang akan selalu temani hatiku, yang akan selalu menjaga ragaku dan yang akan selalu menyayangiku hingga kelak ku tutupkan mata kembali menghadap sang illahi. Sedangkan bapak ku hanya berprofesi menjadi penarik becak yang tak akan pernah pasti hasilnya.
“Hmmm..” pagi ini ku hembuskan nafasku, ku terbangun dari lelapnya tidurku semalam. Entah kenapa pagi-pagi buta aku telah terbangun dari tidurku,, mungkin hawa dingin yang menusuk tulangku membuat diriku terbangun. Sang surya saja belum terbangun dari tidurnya.

Semua Itu Karena Allah
Saat itu ku merasakan kejenuhan dalam kamarku. Ku berniat untuk keluar dari kamar. Saat aku tengah membuka selambu kamar yang sangat kumal. Ku mencium aroma masakan khas ibuku. Dan ku lihat asap tunggu pun telah mengebul. Ku bergegas ,mengikuti aroma yang sangat sedap itu. Aku yakin ibu masak nasi special untukku. Yaa, karena kita jarang sekali makan nasi. Paling Cuma ubi rebus. Itupun kalau ada. Kalau gak yaa..hanya minum saja. Oleh karena itu nasi sudah termasuk makanan spesial untukku.
Ku toleh dapur yang terbuat dari bilih bambu tersebut dan saat itu pula ku sapa ibuku “ ibuu….” Lalu ibu pun tersenyum kepadaku. Cantik sekali saat dia tersenyum, seperti bidadari bagiku. Dan saat itu ku hanya tersenyum dan merasakan kehangatan pada tunggu alat untuk memasak ibu. Saat itu suasana sangatlah hening hanya ada aku dan ibu.Ku memulai pembicaraan “ ibu..ibu masak apa?nasi yaaa…aromanya sedep bangetss….”
“Hahahah…kamu bisa saja Syifaku sayang” tersenyum sambil mengelus rambutku
“yaa..iya dong bu…anak siapa?” aku pun berbalas memujinya.
“Tau gak bu..pagi ini udara begitu dinginn. Tapi disaat belaian ibu kepadaku dan hanya ditemani api di tunggu. Serasa ada yang menyelimutiku bu, terasa begitu hangatnya.” Sambil ku tidur dipangkuan ibuku.
“ oh yaaa…tapi jika suatu saat ibu telah tiada,, bagaimana?? Siapa yang menjadi pengganti ibu di saat syifa kedinginan..” sambil tak terasa ibu meneteskan air mata.
“ ibuuuuuuuuu…… Syifa tau, umur tak dapat di perkira oleh manusia. Tapi yakinlah buu…selamanya ibu akan selalu di hati Syifa. Syifa cinta ibu karena ALLAH.’’ Sambil tangan ini menghapus air mata yang telah mengalir di pipi cantik ibu..
Tak terasa perbincangan dalam dekapan hangat ibu membuat waktu tak terasa bergulir begitu cepatnya. Dan kini jarum jam telah menunjuk pada angka 4 lebih. Adzan pun telah terdengar oleh telingaku.Kokokan ayam pun mulai berbunyi, itu bertanda sang surya akan segera datang.
Ibu menyuruhku segera mandi dan bergegas untukku sekolah,sedangkan ibu melanjutkan perkerjaannya tadi yang sempat terhenti oleh ku. Sebelum itu aku dan ibu bergegas menambil air wudhu. Saat ku akan melepaskan bando kesayanganku, ibu menyuruhku membangunkan bapak yang tengah tertidur lelap. Mungkin ia merasakan lelah setelah bekerja hingga larut malam, terkadang aku kasihan sama bapak.

Aku membangunkannya untuk sholat shubuh berjama’ah yang telah dilakukan seperti biasa di keluargaku.
“ bapak…pak… ayo bangun, waktu shubuh telah datang!” sambilku goyangkan badan bapakku.

Tak lama bapak terbangun dari tidurnya, berlahania membuka mata.
“ooohh.. Syifa..ada apa nak ?” sambil sayup-sayup bapakku membuka mata.
“bapakk….ayo sholat..sudah ditunggu ibu”sambilku menarik tangan bapak.
“oh masya alloh…. Ini sudah shubuh toh?’’ ayah langsung bergegas bangun dari tempat tidurnya dan bergegas mengambil air wudhu.

Aku,bapak,dan ibu sholat berjamaah. Bapaklah yang menjadi imam di keluarga kecil kami. Aku bahagia memiliki bapak dan ibu yang sangat menyayangiku. Walaupun dilihat dari materi kami termasuk orang-orang miskin. Tapi dengan ada mereka di dekapanku…ku rasa aku adalah orang paling terkaya.
“Pak…bu… Syifa berangkat sekolah dulu yaaa.” Ku mencium tangan mereka berdua.
“ iya nak.. Syifa disekolah jangan nakal ya..jangan ikut teman-teman Syifa..jadilah anak yang pandai yaaa sayangg… jadilah anak yang bisa ibu dan bapak banggakan. Kami sayang kamu Syifa.” Ibu memelukku serasa ibu tak ingin kehilanganku.
“assalamu’alaikum bu..pakk..”sambilku lambaikan tangan pada mereka.
“wa’alaikum salam hati-hati di jalan.” Ibu dan bapak membalas lambaian tangan dariku.
Ku berangkat dengan jalan kaki, jauh sih..! Tapi bagiku jarak tak dapat menyurutkan langkahku untuk menimba ilmu disekolah. Apalagi ku teringat akan pesan ibu setiap pagi untukku. Dan harapan ibu di setiap langkahku. Aku harus bisa jadi anak kebanggaan ibu !
Ku menelusuri sawah-sawah dan menyebrang sebuah sungai yang gak terlalu dalam ketinggian airnya. Mungkin hanya di bawah lututku. Aku berjalan menuju sekolah dengan bernyanyi di sepanjang perjalanan,ku nikmati aroma surga dunia. Kunikmati pemandangan yang mungkin manusia tak dapat membuatnya. Hanya tuhan yang maha kokohlah yang dapat menciptakaannya.SUBHANALLAAAAHHH…..
Sesampailah di sekolah tempat ku menimba ilmu. Semua teman-teman telah menyapaku di depan gerbang sekolah SMP.AL-JANNAH O1. Sekolah terfavorit di kotaku.Mungkin hanya orang-orang kaya yang bisa masuk sini..
Yaa..berhubung secara materi aku lemah tapi mungkin IQ ku lumayan tinggi. Jadi aku dapat di terima pada sekolah termewah ini. Semua temen juga suka padaku. Mereka bilang aku anaknya selain pinter periang pula. Hehehe….
Aku masuk kekelas bersama Cahaya PUtri Laila anak pengusaha ternama di ASIA. dan saat bersamaan bel tanda masuk telah berbunyi. Teeeeeetttt……aku duduk bersamanya. Lalu bu Laila masuk ke kelasku.yaaa..kerena saat ini pelajaran matematika. Dan yang mengajariku adalah bu Laila guru yang terkenal cantik dan baik hati.

Uupsss..bu Laila hari ini tidak masuk sendirian dikelasku melainkan didampingi oleh kepala sekolah pak Ridwan namanya. “wah ada apa nih !” batinku sambil hati berdebar-debar. Entah kenapa hari ini aku sangat berdebaran.bu Laila masuk dan menyapa murid-murid di kelasku.
“assalamu’alaikum anak-anak” sapa bu Laila
“waaa..aa.alaikum salam bu Laila” murid-murid membalas sapa
“aanak-anak kedatangan bapak kepala sekolah disini untuk memberi kabar gembira untuk kalian” dengan tersenyum bu Laila menyampaikannya.
“ ehhhmmm….boleh tau gak bu kabar gembiranya apa” sang ketua geng Beuti dengan tidak sopannya. Itu Bella namanya.ketua geng yang paling suka usilin aku ma Caca.
“Bella..tunggu ibu belum selesai bicara..”sambiil sedikit jengkel melihat tingkah Bella di hadapan bapak kepala sekolah.
Lau ibu melanjutkannya “biar bapak sendiri yang akan memberitahunya”

Sejenakku terdiam bersama teman-temanku.hati semakin gak karuan.melihat pak Ridwan yang sangat terkenal kedisiplinannya dan tidak ingin di selah saat ia sedang berbicara. Hanya diam dan diam. Hanya ada keheningan yang membalut di dalam kelas ku.
“anak-anak yang bapak banggakan. Berdirinya bapak di sini akan menyampaikan sebuah informasi yang sangat penting. Berhubung sekolah ini sudah di kenal dengan murid-murid yang sangat cerdas seperti kalian maka bapak wali kota. Mengundang murid yang terbaik di sekolah ini untuk mewakili kota udalam rangka mengikuti lomba cerdas cermat “ Jenius Matematic” tingkat seJawa Timur. Hadiah yang akan di berikan tidak main-main. Hadiah untuk juara satu 10 juta, juara dua 5 juta sedangkan juara tiga 1 juta dan langsung di kirim ke tingkat se-Indonesia. Kalian semua akan saya seleksi. Saya akan memilih 2 yang terbaik. Yang akan mewakili kota ini. Kalian siap bukan?” sambil tersenyum dan menyakinkan murid dikelasku.
‘‘huuuftt..’’ ku hembuskan nafas untuk meredakan tegangku tadi.
“Pak kapan acara penyeleksiannya dimulai dan kapan lomba cerdas cermat akan dilaksanakan.” Dengan wajah serius si jagoan matematika di kelasku. Namanya Dian.
“mungkin, bulan depan perlombaannya akan dimulai.” Jawab bapak kepala sekolah.

Akhirnya, penyamian bapak kepala sekola di kelasku telah usai. Lalu pak kepala sekolah berpamitan keluar ke[ada murid kekelasku.
“sebelum bapak tinggal, masih adakah pertanyaan yang ingin ditanyakan?”
“tidak pak…” murid-murid di kelasku menjawabnya dengan serentak.
“kalau begitu saya ucapkan terima kasih atas perhatiannya dan semoga sukses. Terus belajar , jangan lupa berdo’a. Karena ini kesempatan emas untuk anak yang jenius seperti kalian.” Sebuah pesan yang penting dari seorang professor sekaligus kepala sekolah di sekolahanku.
“wichh..hadiahnya oke bengat..tapi, apa mungkin aku terpilih mengikuti lomba itu, Ah,! Aku rasa tak mungkin, paling Dian yang akan terpilih. Secara IQ dia kan tinggi banget lagi pula secara materi juga dia kan tercukupi hanya minta saja langsung tersedia. HUUft…” ku hembuskan nafasku meragukan kemampuanku sendiri.

Saat itu ku terlamun sendiri, tak ada gairah untuk membicarakan persolan ini.hanya termenung dan berandai-andai“ Andai jika aku terpilih dan aku menang mungkin aku bisa bantu ibu dengan uang yang aku dapatkan dari lomba tersebut .hmm.. aku kasian liat ibu harus berjualan kue keliling dengan panasnya terik matahari yang tak seorang pun dapat berkompromi dengannnya. Kadangkala hujan yang lebat membuat kue-kue yang dibuat ibu tak laku begitu banyak.
“ya Allah,, aku sadar aku tak mungkin dapat ikut dalam perlombaan itu. Apalagi aku bisa menang dalam perlombaan tersebut dan mendapatkan hadiahnya. Itu menurutku tak mungkin. Tapi aku tahu kuasa-Mu begitu besar, kau bisa bolak- balikkan dunia dengan kecepatan kedipan mata.maka tak sulit pula jikalau Engkau dapat memberikan kepercayaan pada hamba dan memilih hamba untuk mewakili kota ini.

Ya..Al loh.. hanya pada-Mu hamba munyembah dan hanya pada-Mu pula hamba memohon, hamba ingin mengikuti lomba tersebuat ya alloh…jadi izinkan hamba untuk mengikuti lomba tersebut dengan cara lolosnya hamba dalam seleksi yang akan di berikan .hamba ingin membantu ibu yaa..Alloh..hamba kasian pada ibu” ku menulis pada buku diary ku. Berharap alloh akan membantuku nantinya.
“Plessssss”.. suara tebokan tangan yang lembut di bahuku.tapi, tak begitu keras. Ku toleh ke belakang, ku terkejut.ternyata tangan Caca yang menebok bahuku. Caca adalah anak terkaya di sekolahku bapaknya saja seorang Directur di perusahaan minyak diKalimatan sedang ibunya seorang perawat di Rumah Sakit ternama di kota ini.aku sempat heran kenapa dia mau berteman dengan orang miskin sepertiku yang hanya mengandalkan otak saja.
“Syifa kenapa kamu? Kelihatannya wajahmu begitu gelisah” dengan raut wajah yang nampak mengkhawatirkanku.
“Tiii..dddaakkk…aku tidak kenapa- napa kok, kamu gak usah khawatir ya…” jawabku dengan terbata-bata.
“Ah..kamu gak usah bohong dech, kita sudah lama berteman dan aku tahu banget sifatmu, kamu gak biasanya seperti ini, pasti ada apa-apa, ehhh,,aku tahu ! pasti gara-gara tadi yaa… kamu mau ikut lomba itukan?” dengan raut wajah yang gelisah melihatku.
“iya … Ca.. sebenarnya aku pingin banget ikut itu tapi, kurasa itu tidak mungkin. Kamu liat Dian tadikan, kelihatannya dia begitu siapnya mengikuti seleksi tersebut. Kamu tahu kan Ca..selain pinter dia kaya semua dia minta selalu terkabulkan” aku semakin cemas.
“ehmm… Syifa temen Caca yang palinggg cantik.. Syifa gak perlu cemas dengan itu, Syifa butuh dana untuk beli buku?…Caca ada sedikit ung kok buat Syifa.” Sambil memegang bahuku.
‘’ee..eee..jangan Ca..aku gak mau merepotkanmu. Biarlah Dian saja yang mengikuti lomba tersebut.”Ku menolak tawaran Caca padaku.
“Syifa..Caca tahu Syifa butuh uang untuk ibu Syifa kan,!dan ini kesempatan kamu Syif..jadi jangan kamu sia-siakan yaa…!” Caca semakin menyakinkanku bahwa aku bisa.
“ Makasih ya Ca..kamu begtu baiknya dengan aku. Padahal kamu tahu sendirikan aku hanya seorang anak penjual kue dan seorang penarik becak. Tapi kenapa kamu bisasebaik itu dengan ku?” ku merasa termotivasi olehnya.
Sambil memelukku Caca berkata padaku “ Syifa.. masih inget gak ? kalau Syifa pernah ajari Caca kalau CINTA itu karena Alloh. Dan saat ini Caca ingin belajar untuk cinta Syifa karena Alloh, Syifa ingetkan?”
Semua terasa begitu bermakna…terasa hanya ada di panggung sandiwara. Tapi, ternyata kini ada di dalam dunia nyata dan saat ini pula Syifa merasakannya.SUBHANALLAH….ku berterima kasih pada-Mu wahai Robku yang maha agung.

Dan saat ini aku sedang asyik mempersiapkannya, aku juga diajak oleh caca untuk pergi ke took buku..yang gede’ banget..aku dan Caca juga makan bareng di restaurant, aku juga diajak belajar bersama dirumahnya. Semua terbalut dalam canda dan tawa.hingga kini tiba waktunya penyeleksian siswa yang akan mewakili kotaku yang tercinta ini.
“Caca…aku takutt niiih, semua usaha kita sia-sia,,,” ku tak percaya diri.
“ Syifa …gak boleh begitu..pasrahkan saja semua pada Alloh, pasti Alloh akan beri yang terbaik untuk kita. Yakinlah..! kita bisa.. kerjakan semua ini karena Alloh.” Caca lagi-lagi menyakinkanku.
“oh..yaa Caa..kamu sudah bilang sama ibumu kalau sekarang kita akan mengikuti penyeleksian.”Tanya Caca padaku.

Ku hanya menggelengkan kepala. Dan ku berkata tidak padanya. Caca pun seketika itu terkejut.
“looooh..! kenapa kamu gak bilang Syif?”
“ Aku takut jika aku gak lolos, ibu jadi sedih. Ya..menurutku tak memberitahunya itu lebih baik.”itulah jawabanku pada Caca
“Ehmmm…Syifa.. kamu gak boleh begitu seharusnya, apapun keputusannya nanti. Ibu kamu pasti akan terima kok.” Caca menasehatiku dengan suara merdunya itu.
“jadi….selama ini Syifa sudah bersalah dong.? Maafin Syifa ya Ca..”merasa ku menyesalinya.
“sudah tak perlu kamu sedih begitu, nasi sudah jadi bubur Syif… lagi pula aku gak nyalahin kamu kok.”Sambil tersenyum kepadaku
“Caca… makasih yaa..Syifa Sayang Caca karena Alloh” sambil ku tersenyum dan memeluknya.
Dan pagi ini sebelum penyeleksian dimulai. Aku menuliskan di buku diaryku saat masa-masaku dengan orang tersayangku. Aku tak ingin masa-masa ini lenyap begitu saja. Aku ingin jika suatu saat ku telah pergi. Mereka bisa baca buku ini dan menyaksikan isi hati berbicara.

Diary..
Aku sayang Caca karena Alloh dan begitu pula dia padaku. Kini aku begitu bahagianya, kurasa memiliki ibu dan ayah beserta teman seperti Caca adalah anugrah tuhan yang paling indah, semoga ini tak akan berlalu begitu saja.semoga aku dengan mereka akan selalu bersama walaupun dalam kesedihan.
Yaa..Rob tuhan sejagad raya… aku mohon jangan pernah kau pisahkan aku dengannya.aku begitu menyanyanginya.aku tahu waktu tak berhenti begitu saja. Dan umur tak akan pernah bertambah..Tapi, aku mohon izinkanlah aku bersamanya hingga akhir aku tutupkan mata.

Penyeleksian pun telah dimulai. Dan setelah beberapa kali bapak kepala sekolah memberi pertanyaan dan memberi soal-soal yang di ujikan. Akhirnya, pengumuman siapa yang terpilih pun dibaca.
“ Syifa, ayo baca bismillah bersama-sama.” Ajak Caca padaku
“BISSMILLAHIROHMANNIROHIM” kita serentak membacanya dengan lirih.

Bapak Ridwan selaku kepala sekolah mengumumkannya di damping oleh pak Ahmad wakil kepala sekolah dan Bu Lina selaku guru Matematika di kelasku.Namaku dan Nama Caca tersebut dalam pembicaraan pak Ridwan dan pak Ridwan memanggil kita berdua. Aku dan Caca hanya menunduk dan terdiam untuk ngontrol detak jantung yang tak karuan.
“Syifa..Caca.. kemari sayang..” panggil pak Ridwan
Kami pun maju dan menghampirinya.
Pak Ridwan berkata padaku dan Caca.” SELAMAT kalianlah yang mewakili kota ini untuk perlombaan Jenius MATEMATIC di kantor Gubernur di Surabaya” sambil bertepuk tangan di iringi oleh teman sekelasku.

Aku dan Caca pun sepontan terkejut. Kami bersujud syukur dan kami saling berpelukan.
“ Alhamdulillah… Terima kasih ya Alloh” ku sambil berjabat tangan pada pak Ridwan, pak Ahmad dan Bu Lina.tak lupa aku dan Caca berterima ksih pada guru yang selama ini telah membimbing kita. Aku dan Caca sangat bersyukur sekali.

Terlihat siang telah usai. Kini telah berganti menjadi malam. Aku toleh kamar ibu dan bapak. Bapak ku lihat telah tertidur lelah.Mungkin, karena capek sehabis kerja seharian menarik becak yang sangat berat itu. Sedangkan ibu tak ada di kamar. Ternyata ibu sholat di tempat sholat khusus yang ada di rumah. Saat itu ku membuka kamar sholat ibu dan tak sengaja ibu sedang khusyuk berdo’a.
“ya alloh..hamba lemah..hamba tak punya daya upaya…hamba miskin daripada-Mu.maka hamba mohon maafkanlah hamba atas dosa hamba.
Ya Alloh..engkau pasti tahu.. Syifa anak hamba yang sangat hamba sayangi itu kini semakin besar dan biaya sekolahnya pun semakin tinggi. Tapi, dengan perkerjaan hamba yang seperti ini mana mungkin hamba bisa membiayainya.sedangkan hamba tak ingin ia berhenti sekolah walaupun hanya satu bulan. Dan hamba tak mungkin hanya mengandalkan otaknya yang hanya bisa hamba isi dengan lauk pauk seadanyanya. Hamba mohon berikanlah rezeki lebih kepada hamba sampai hamba bisa melihat Syifa tersenyum karena ia dapat meraih cita-cita yang selama ini ia dambakan. Walaupun harus ku korbankan nyawaku. Ini semua deminya ya Alloh tuhanku.”
Dan saat itu hanya tetesan air mata yang dapat ku keluarkan. Terasa lisan tak ingin mengucapkan kata-kata apapun itu ! doa ibu membuat ku larut dalam heningnya malam. Ku tah, ibu sangat menyanyangiku karna Alloh. Tak terasa tangisan dan keheningan itu membuatku tertidur lelap.

Pagi telah datang, sang mentari dengan senyumnya membawa sinar yang begitu indah.aku pun terbangun karena sinarnya dan kini tibalah aku berangkat kesekolah. Saat ku telah usai memakai semua seragamku dan siap berpamitan pada ibu dan bapakku.
“bu..pak..Syifa berangkat yaa…”sambilku mencium tangan mereka.
Saat itu pula ibu membisikiku. “nak ibu sayang kamu karena Alloh, maka belajarlah kamu menjadi orang yang bekerja karena Alloh, bukan karena siapapun.”
Aku hanya tersenyum dan melambaikan tangan.

Hari demi Hari telah berganti dan saat ini tibalah waktunya ku mengikuti lomba “Jenius MATEMATIC”
“ Syifa kamu siap!” Caca memelukku dan menyakinkanku.
“Insya Allah siap Caca” aku pun tersenyum padanya.

Dan saat ini aku teringat pesan ibu bahwa kerjakan segala sesuatu karena Allah. Dan saat ini ku mengikuti lomba bukan karena hadiahnya, namun semua itu karena Alloh.
“Huffftttt” ku tarik nafasku dan ku hembuskan berlahan.
Ku rasa semua begitu cepatnya..tapi aku tak bilang pada ibu..biarlah ini menjadi kejutan kalau aku menang.
Saat ku di dalam mobil milik sekolah bersama Caca, pak Ridwan, dan Bu Lina untuk pergi ke kantor Gurbernur di Surabaya mungkin perjalanannya hanya 1 jam saja.

Aku sempatkan menulis Diary..
Diary…
Tak disangka waktu begitu cepat dan hari ini. Hari Selasa tanggal 20 Mei ku bersama Caca di kirim ke kantor Gubernur.hati berdebar sangatlah kencang di perjalanan ini. Hanya bisa pasrah dan berdoa pada tuhanku Robbi A’alamin.semoga aku bisa.
Ya rob..ku pasrahkan semua ini pada_mu.wahai zat yang dapat membolak balikkan dunia.hanya pada-Mulah keputusan bijak itu terucap. Ku hanya dapat memohon..berilah yang terbaik untukku, dan semua orang yang aku sayangi.
Aminnnnnn….

Wahh.. kini ku telah tiba dikantor Gubernur sekitar pukul 9 pagi. Dan ku pijaki kota Surabaya yang megah ini. Seumur-umur ku tak pernah pijaki kota kebanggaan masyarakat Surabaya.Aku disambut oleh pejabat-pejabat tinggi Aku disalami looo… tanganya pada dingin semua.semua terlihat cantik-cantik dan ganteng-ganteng.
Kini pukul 10 pagi perlombaan telah di mulai, banyak sekali pesertanya. Pesretanya dari berbagai kota.semua terlihat canti dan putih-putih. Dan disini pesertanya di temani oleh ibu-bunya yang terlihat berdandan begitu glamor.
****

Perlombaan telah usai, kini tibalah penghitungan sekor. Dan para juri telah membwa sekor para peserta.sang pembawa acara itu pun mulai mengumumkan
“ Adik-adik yang kakak dan bapak ibu banggakan, kalian adalah calaon piñata negeri ini, dan kalianlah anak terbaik diantara teman kalian.dan kali ini kakak akan umumkan siapa yang menjadi juara pada perlombaan ini. “sang pembawa acara tersenyum
Setelah juara 3 dan 2 di raih oleh sekolah di Surabaya kini juara pertama diumumkan. Aku telah merasa mungkin aku dan caca tak akan menang.tapi, ternyata salah.. aku tahun semua itu karena Alloh dan Alloh pun berkehendak. Sekolah AL-JANNAH 01 menjadi juara paertama dalam lomba JENIUS MATEMATIC.
Semua serontak bahagia dan aku pun syukur Caca dan aku berpelukan. Bapak Ridwan pun sama halnya denganku Berpelukan dengan Pak Ahmad. Terasa hari inilah hari yang membahagiakan buatku. Uang 10 juta telah aku dan Caca dapatkan.

Caca berkata padaku “ Syifa uang ini gak usah kamu bagi ke aku, ambil aja semuanya. Itung-itung buat bantu ibu kamu.” Begitu baiknya Caca denganku.
“Makasih ya Ca..”sambil ku memeluknya.
Semua terasa begitu indah..
Akhirnya aku berniatan uang ini akan ku buatkan toko untuk ibu dan sekarang ibu tak usah lagi berjualan keliling seperti dulu, apa lagi harus melihat ibu berpanas-panasan. Anak siapa yang tega melihat ibunya seperti itu. tak tegalah rasanya. “Ibu……. aku bawa uang untuk ibu, agar ibu tak kepanasan lagi berjualan di jalan.”
****

Saat itu aku pun pulang diantar oleh pak Ridwan dan tak disangka, semua orang dikampungku telah menyambut bahagia dengan kedatanganku, aku saja terheran-heran. Padahal aku tak memberitahu orang tentang perlombaan ini. Tapi, kenapa semua orang kampung serontak menyambutku.Dan saat yang membahagiakan itu kulihat orang terdepan yang menyambutku adalah ibu bapakku. Dengan hanya memakai sandal jepit dan sarung Mereka tersenyum dan tak terasa mereka meneteskan air mata.
“anakku..ibu dan bapak lihat kamu di TV, kamu hebat nak” sambil memeluk aku dan Caca.
“ibu semua ini demi ibu….’’ Ku melihat wajah ibuku.
Berulangkali ibu menciumku dan mencium Caca temanku.seperti aku telah bersaudara padanya.Semua itu terasa seperti sandiwara, tapi aku yakin semu ini karena Allah.Robbi yang maha bijak.
TERIMA KASIH ya Allah…..

http://www.lokerseni.web.id/2013/04/semua-itu-karena-allah-cerpen-islam.html

Nabi pun Tersenyum

Seumpama segerombolan semut, motor-motor itu berderet sangat rapi menjulur kebelakang hingga hampir menyentuh gapura lima undak di selatan sana. Seperti dengusan lebah, manusia-manusia itu berdialog kesana-kemari tak tentu arah, dari dekat terdengar mendengus, dari jauh pun terdengar sama. Serupa TPU Keramat Jati pada malam Juma’t Kliwon, itulah isi kantong celanaku saat ini: Sepi, Kosong dan Angker.

 

Dari matahari belum menjamah tanah tadi hingga saat ini ketika panasnya menguapkan keringat, ketika sinarnya membiaskan bayangan tubuhku berada tepat di injakan kaki, ketika Adzan Dzuhur menggema dengan gagahnya, aku, belum selembarpun menggenggam rupiah.
Zaman ini, rupanya para lelaki telah berada di area mayoritas yang enggan memakai batu akik. Hanya dapat dihitung dengan satu tangan saja. Sisanya, aku haqqul yaqin, pasti anti pakai. Padahal, hukum memakai batu mulia ini hampir sama dengan hukum memelihara jenggot. Itu salah satu sunnah Rosul Muhammad S.A.W.

 

 

Nabi Pun Tersenyum

 

Hanya Pak Sudarmo—penjual tembakau—saja di sampingku yang rela melihat-lihat—sambil memegang—aneka batu akik yang kubeberkan didepanku. Itupun hanya bertanya-tanya saja, tak lebih.
“Ini, kau jual berapa ?” Tanyanya sambil meniup-niup ujung batu akik yang ada di jari telunjuknya.
“Itu asli dari Mesir, kang. Harganya Sepuluh ribu rupiah. Untuk kakang, kujual delapan ribu saja lah.” Mantabku.Ia mengembalikan batu akik Mirah delima itu tanpa basa-basi. Ia ambil lagi yang lain. Lebih mewah. Batu Akik Kalimaya. Warna biru laut.
“Nah, ini pasti dari India, ya ‘kan ? kau jual berapa ini ?”
“Itu dari Bangladesh, kang. Ha, khusus untuk kakang, kujual lima belas ribu. Hitung-hitung penglaris, Kang. Sudah setengah hari penuh aku tak terima uang, Kang. Apalah yang bisa aku katakan nanti kepada istriku dirumah dengan tangan hampa ? dia pasti kecewa, aku yakin dia pasti kecewa, kang” Jelasku panjang lebar.
“Hahaha, ….”

Kenapa ia tertawa ? ada yang lucukah ?
“Heh, Lid. Nasibmu itu sama denganku sekarang. Lah, dengan apa aku beli batu akikmu ini ? akupun belum terima uang juga hari ini. Mungkin orang-orang sudah tak mau lagi merokok. Hahaha.” Ia terkekeh. Aku kesal. Sangat kesal.

Sorepun menjelang, kantong celanaku tetap tak ubahnya TPU Keramat Jati Malam 1 Suro Jumat Kliwon. Terbersit sebuah kalimat yang mengantarku pulang: Apa yang harus aku katakan pada istriku ? dan, akan makan apa besok dia dan anak semata wayangku ?
Rusmi—istriku—telah dari ba’da Ashar tadi menunggu kehadiranku di teras depan rumah. Luar biasa perempuan itu, dia harta berharga paling berharga yang kumiliki. Ia tersenyum ketika aku menyembul di pekarangan rumah. Ya Allah, sebentar lagi senyum itu akan cepat-cepat berubah menjadi mimik muka yang tak pernah kusuka darinya: Sedih. Aku tak tega melihatnya.
Ia mencium tanganku. Aku masih belum bisa menguasai diri. “Nasinya sudah kusiapkan di meja dapur. Aku dan Ndok sudah makan tadi. Itu sisanya. Nanti malam sudah ndak ada lagi, Bang.” Suaranya lembut, tapi semakin meretakkan jiwaku. Aku semakin memejamkan mata dalam-dalam. Kuhembuskan napas perlahan-lahan melalui hidungku.

Ndok Maisyaroh telah terlelap ketika Rusmi duduk disampingku. Telah menjadi kebiasaan sehabis Maghrib bagi kami berdua. Tapi malam ini berbeda. Aku semakin melemah. Tulang-tulangku serasa jatuh dan berserakan dilantai.
“Alhamdulillah, bang.” Ucapnya.
“Kenapa, dik ?.” Suaraku bergetar. Seperti berada di kutub utara.
“Tadi siang bu Sunni bayar hutang jahitan minggu lalu. Lumayan untuk belanja besok.”

Masya Allah, apa aku tak salah dengar ?
“Dua puluh dua ribu delapan ratus ….” sambungnya.
“Alhamdulillah, dik. Aku minta Maaf, tadi pembeli ndak ada sama sekali. Kantongku kosong. Untuk sementara aku tak membelanjakanmu besok.” Aku gemetar.
“Sudah, ndak apa-apa, Allah masih nunda ngasih rejekinya paling. bang”

Dengarlah suara itu. Tiba-tiba segumpal hujan turun membasahi getar-getir gelisahku. Pelangi nan anggun melingkari rongga-rongga hati dan jantungku. Semilir angin menghembuskan iramanya yang mengalun rendah. Suara itu, suara emas itu akan ku panggil kelak di padang mahsyar. Aku akan memanggilnya. Sungguh, aku akan memanggil nama perempuan disampingku ini.
“Harga beras naik, jadi besok hanya beli 2 kilo saja, bang. Sisanya tempe dan cabe.”
“Apa ndak sebaiknya beli telur ayam saja, dik. Bolehlah sekali-kali kita makan telur.”
“Kasihan Ndok Syaroh, bang. Sisa beli tempe dan cabe rencanaku ku belikan mainan boneka yang harganya empat ribu lima ratus itu, bang. Ndok ndak punya mainan sama sekali.”
“Apa ndak sebaiknya ndok dibelikan makanan ringan saja, dik!”
“Bolehlah sekali-kali kita belikan mainan itu, bang. Sekali saja.”

Ia melihatku tengah bermuka cemberut. Dua kali saranku tak ia hiraukan. Lalu ia menatapku dan tersenyum. Apapun sedihku, jika telah melihatnya tersenyum, semua akan reda. Reda tanpa alasan yang ku tak tahu sebabnya.
“Apa ndak sebaiknya kita sholat Isya’ dulu, bang!!.” Aku gemetar lagi. Jika seseorang dari negara antah berantah nun jauh disana bertanya Siapa lelaki yang paling beruntung didunia ini ? akan ku jawab pertanyaan itu dengan lembut dan pasti: Aku.

Malam berikutnya berbeda. TPU Keramat Jati itu telah tak kosong lagi. Meski hanya Sepuluh Ribu Rupiah. Tapi cukuplah untuk mendamaikan hati istriku.
“Ba’da Isya’ nanti ada undangan ke rumahnya abah Zamin. Bang. Muludtan.”

Subhanallah!!. Aku terperanjat. Ada apa denganku ? apa yang telah kuperbuat sehingga dengan teganya hampir melupakan bahwa malam ini 12 Robiul Awal ? Subhanallah!!. Kejamnya kehidupan dunia telah merebutku dari tak mengingat Lelaki Luar Biasa itu. Aku merasa telah melakukan dosa besar. Melebihi dosa berzina dengan iblis.
“Dik, apa tahun ini kau ingin bermulud ?”
“Bermulud hukumnya sunnah, bang. Orang tak punya seperti kita tak wajib hukumnya. Nabi tak akan marah meski kita tak bermulud. Yang paling penting rasa cinta kita pada beliau tak berkurang secuilpun, bang.”

Benar juga apa yang telah dikatakan istriku. Tapi, apa hanya sebatas ini saja pembuktian cintaku pada Nabi ? sebandingkah dengan cinta beliau yang dalam sakaratul mautnya saja masih mengingat aku dan saudara-saudaraku didunia ini ?. aku kalut dalam dilema. Tapi keyakinan itu meletup-letup. Aku memandangi istriku.
“Tahun ini kita bermulud, dik. Serahkan semuanya pada Allah. Aku yakin. Dan kau harus yakin!.” Rusmi tersenyum. Ia menyentuh dada kiriku. Aku mencium keningnya.
Bungkusan bermacam-macam makanan kutenteng pulang. Ndok Syaroh senangnya bukan kepalang. Ia tertawa riang. Aku senang melihatnya. Telah lama aku tak menjumpainya tertawa seperti itu. Semoga ia masih betah bersama kedua orang tuanya yang mati-matian berjalan di kerasnya batu-batu tajam kehidupan ini.
Seperti Inilah berkah yang orang muslim rasakan ketika bulan Maulud tiba. Yang miskin menjadi kaya, dan yang kaya menjadi semakin sejahtera. Pasti, aku yakin seyakin-yakinnya, di surga sana Nabi Muhammad S.A.W tersenyum ketika melihat umatnya didunia—seperti saat ini—bersedia berbagi dengan sesama atas kecintaan dan rindunya kepada Beliau.
Allohumma Sholli Ala Muhammad !!

Seminggu sudah muludtan digelar disana sini. Uangku sejauh ini masih belum mencukupi untuk bermulud. Aku kehabisan akal. Tapi, Rusmi istriku tersayang rupanya belum habis akalnya.
“Sudahlah, bang. Cukuplah kita beli minyak goreng dan cabe saja. Sisa ikan ayam kemarin masih banyak didapur, kita masih bisa menggorengnya. Nasi, Ayam Goreng dan Sambal sudah lebih dari cukup untuk mengundang Baginda Nabi kerumah kita ini.”
Aku tersenyum. “Tak salah Allah menganugerahkan engkau, duhai istriku yang genius dan cantik.” Ia tersenyum padaku. Dengan hatinya yang berbunga-bunga.

Kamipun menggelar Muludtan untuk pertama kalinya setelah 8 tahun kami menikah. Syair-syair Mahallul Qiyam Syariful Anam dilantunkan dengan penuh getir rindu bertemu junjungan Baginda Nabi. Hati ini pecah seketika ketika air mata mengalir dalam pelukan-pelukan lembut kasih sayangnya. Tubuh gagah ini bagai kurus tak bertulang kala batin terenyuh mengikuti rima-rima sedu sedan nan damai. Daun-daun gugur satu persatu oleh hembusan badai yang mengantarnya ke ruang bercahaya penuh rahmat dalam jiwa ini. Pohon-pohon bersholawat, tak ada hal yang merintangnya untuk tak mengagung-agungkan kekasih Allah itu. Bulanpun tak enggan bertasbih memuja memuji santun pinutun akhlaq budi pekertinya yang mempesona. Lelaki itu telah membawa segalanya dimuka bumi ini. Benar-benar Segalanya.
Aku menangis sesenggukan. Istrikupun jua.

Pagi harinya, kami berdua memilih berpuasa. Ada hal yang begitu indah diuraikan mengapa kami berpuasa. Selepas Sholat Dhuha aku memeluk istriku lembut. Ia menangis haru dalam dekapanku. Aku membisiki telinga kirinya dengan lembut dan penuh kasih cinta.
“Tunggu aku pulang, dik. Aku akan cari pengganjal perut kita waktu Buka Puasa nanti. Kau harus yakin, Rusmi. Kau harus tunggu aku, istriku.”

Ya Nur Aini, Ya Jaddal Husaini. Terimalah persembahan keluarga kami. Semoga Engkau masih bersedia dan tak bosan menganggap kami sebagai umatmu, Walaupun kami telah terlumur dosa yang sebegitu beratnya. Ya Rosululloh. Jika Engkau berkenan. Panggil nama kami berdua nanti di Singgasanamu yang Agung.

http://www.lokerseni.web.id/2013/05/nabi-pun-tersenyum-cerpen-islami.html