Sejarah Kota Bandung
Kata “Bandung” berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang lalu membentuk telaga. Legenda yang diceritakan oleh orang-orang tua di Bandung mengatakan bahwa nama “Bandung” diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II, untuk melayari Citarum dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot.
Monthly Archives: April 2014
Asal-Usul Kota Cirebon
Asal kota Cirebon ialah pada abad ke 14 di pantai utara Jawa Barat ada desa nelayan kecil yang bernama Muara Jati yang terletak di lereng bukit Amparan Jati. Muara Jati adalah pelabuhan nelayan kecil. Penguasa kerajaan Galuh yang ibu kotanya Rajagaluh menempatkan seorang sebagai pengurus pelabuhan atau syahbandar Ki Gedeng Tapa. Pelabuhan Muara Jati banyak di singgahi kapal-kapal dagang dari luar di antaranya kapal Cina yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat, yang di perdagangkannya adalah garam, hasil pertanian dan terasi.
Kemudian Ki Gendeng Alang-alang mendirikan sebuah pemukiman di lemahwungkuk yang letaknya kurang lebih 5 km, ke arah Selatan dari Muara Jati. Karena banyak saudagar dan pedangan asing juga dari daerah-daer5ah lain yang bermukim dan menetap maka daerah itu di namakan Caruban yang berarti campuran kemudian berganti Cerbon kemudian menjadi Cirebon hingga sekarang.
Raja Pajajaran Prabu Siliwanggi mengangkat Ki Gede Alang-alang sebagai kepala pemukiman baru ini dengan gelar Kuwu Cerbon. Daerahnya yang ada di bawah pengawasan Kuwu itu dibatasi oleh Kali Cipamali di sebelah Timur, Cigugur (Kuningan) di sebelah Selatan, pengunungan Kromong di sebelah Barat dan Junti (Indramayu) di sebelah Utara.
Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat kemudian digantikan oleh menantunya yang bernama Walangsungsang putra Prabu Siliwanggi dari Pajajaran. Walangsungsang ditunjuk dan diangkat sebagai Adipati Carbon dengan gelar Cakrabumi. Kewajibannya adalah membawa upeti kepada Raja di ibukota Rajagaluh yang berbentuk hasil bumi, akan tetapi setelah merasa kuat meniadakan pengiriman upeti, akibatnya Raja mengirim bala tentara, tetapi Cakrabumi berhasil mempertahankannya.
Kemudian Cakrabumi memproklamasikan kemerdekaannya dan mendirikan kerajaan Cirebon dengan mamakai gelar Cakrabuana. Karena Cakrabuana telah memeluk agama Islam dan pemerintahannya telah menandai mulainya kerajaan kerajaan Islam Cirebon, tetapi masih tetap ada hubungan dengan kerajaan Hindu Pajajaran.
Semenjak itu pelabuhan kecil Muara Jati menjadi besar, karena bertambahnya lalu lintas dari dan ke arah pedalaman, menjual hasil setempat sejauh daerah pedalaman Asia Tengara. Dari sinilah awal berangkat nama Cirebon hingga menjadi kota besar sampai sekarang ini.
Pangeran Cakra Buana kemudian membangun Keraton Pakungwati sekitar Tahun 1430 M, yang letaknya sekarang di dalam Komplek Keraton Kasepuhan Cirebon
Asal-Usul Kota Padang
Beberapa bangsa Eropa lain juga silih berganti mengambil alih kekuasaan di Kota Padang. Pada tahun 1781, akibat rentetan Perang Inggris-Belanda Keempat, Inggris berhasil menguasai kota ini. Namun setelah ditandatanganinya Perjanjian Paris pada tahun 1784 kota ini dikembalikan kepada VOC. Pada tahun 1793 kota ini sempat dijarah dan dikuasai oleh seorang bajak laut dari Perancis yang bermarkas di Mauritius bernama François Thomas Le Même, yang keberhasilannya diapresiasi oleh pemerintah Perancis waktu itu dengan memberikannya penghargaan. Kemudian pada tahun 1795, Kota Padang kembali diambil alih oleh Inggris.
Namun setelah peperangan era Napoleon, pada tahun 1819 Belanda mengklaim kembali kawasan ini yang kemudian dikukuhkan melalui Traktat London, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824.
Pada tahun 1833, Residen James du Puy melaporkan terjadi gempa bumi yang diperkirakan berkekuatan 8.6–8.9 skala Richter di Padang yang menimbulkan tsunami. Sebelumnya pada tahun 1797, juga diperkirakan oleh para ahli pernah terjadi gempa bumi berkekuatan 8.5–8.7 skala Richter, yang juga menimbulkan tsunami di pesisir kota Padang dan menyebabkan kerusakan pada kawasan pantai Air Manis.
Asal-Usul Kota Semarang
Sejarah Semarang sebenarnya berawal pada abad ke-9. Area yang tadinya bernama Bergota ini kemudian menjadi kawasan pemukiman, di mana didirikan sebuah sekolah dan asrama Islam oleh seorang keturunan Arab, Kyai Pandan Arang, pada akhir abad ke-15. Setelah berkonsultasi dengan Sunan Kalijaga. Kerajaan Pajang yang saat itu dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya, menobatkan Kyai Pandan Arang sebagai bupati kawasan ini tanggal 2 Mei 1547. Maka secara politis maupun kultural, hari inipun diperingati sebagai hari jadi Kota Semarang.
Waktu berlalu, tahun 1678 kota ini diserahkan ke tangan Dutch East-India Company (VOC) sebagai pembayaran atas hutang-hutang Sunan Amangkurat II. Namun baru pada tahun 1705 Semarang secara resmi jatuh dalam kekuasaan Belanda, ketika Susuhunan Pakubuwono I memberikan hak-hak perdagangan ekstensif pada VOC untuk membersihkan hutang-hutang Kerajaan Mataram. Sejak itu, VOC membangun kawasan ini dan menjadikannya salah satu pusat perdagangan yang esensial dan vibrant di masa penjajahan.
Namun pada era 1920-an, Semarang mendapatkan predikat lain, ‘Kota Merah’. Reputasi ini diperoleh, karena entah mengapa, Semarang dijadikan pusat para kaum nasionalis dan leftist yang kontroversial. Reputasi yang kian lekat dengan didirikannya Partai Komunis Indonesia di kota ini. Baru setelah meletusnya peristiwa G30S PKI, predikat ini lambat laun terkikis. Semarang pun kembali berbenah dan siap menyuguhkan berbagai fakta sejarah panjangnya sebagai atraksi wisata.
Perjalanan ke Semarang di era modern ini bagai melangkah dalam kapsul yang membawa diri tersedot arus waktu ke masa lalu. Bangunan-bangunan tua masih berjajar angkuh sepanjang kawasan yang kini tersohor dengan nama Kota Lama (Outstadt), memberikan atmosfir khas zaman penjajahan Belanda. Gedung-gedung berarsitektur kolonial, seperti Gereja Blenduk di Jl. Jend. Suprapto, gedung PT. Perkebunan XV Persero di JI. Mpu Tantular dan gedung Kantor Pos yang berlokasi tak jauh dari Jembatan Berok adalah saksi bisu tragedi maupun kejayaan kota ini.
Pada pedagang yang menghuni kios-kios kecil sepanjang kanal, baik di sisi kiri manpun kanan Jembatan Berok, juga menawarkan pemandangan unik yang seakan ‘diimpor’ dari masa lalu. Dari tukang pijit lesehan, praktisioner pengobatan tradisional Cina, kedai jajan dan warung kopi, hingga kios penjual pulsa isi ulang kartu ponsel, semua bisa ditemukan di sini. Tak jauh dari Kota Lama, sebuah kawasan historis lainnya dapat pula dikunjungi. Kawasan Pecinan Semarang yang melintasi Jl. KH. Wahid Hasyim dan bercabang-cabang hingga ke gang-gang kecil, seperti Gg. Pinggir, Gg. Warung dan Gg. Lombok, meriah tak ubahnya set sebuah film silat. Beberapa klenteng menyembul di antara kedai-kedai makanan Cina yang menebarkan aroma harum, mengundang selera.
Urusan makanan memang juga menjadi salah satu keunggulan Kota Semarang. Tak sebatas Chinese food saja, segala gaya makanan ada di sini. Salah satu pusatnya adalah Kawasan Simpang Lima. Jantung kota yang dipenuhi shopping centers, gedung-gedung perkantoran dan hotel-hotel berbintang ini adalah pusat jajanan yang tak pernah lengang dari pagi hingga malam! Bahkan di akhir pekan, mulai Sabtu malam sampai Minggu pagi. semua jalan seputar Simpang Lima ditutup dan dijadikan area ‘pasar kaget’ yang menjual segala hal. You name it! Semua ada, bahkan juga tanaman langka dengan harga-harga miring. Termasuk atraksi tari-tarian dan hiburan lainya.
Asal-Usul Kota Surabaya
Dengan adanya pembagian wilayah kekuasaan, maka tidak ada lagi perkelahian antara Sura dan Buaya. Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing. Tetapi pada suatu hari,Ikan Hiu Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi agar Buaya tidak mengetahui. Mula-mula hal ini memang tidak ketahuan. Tetapi pada suatu hari Buaya memergoki perbuatan Ikan Hiu Sura ini.Tentu saja Buaya sangat marah melihat Hiu Sura melanggar janjinya. “Hai Sura, mengapa kamu melanggar peraturan yang telah kita sepakati berdua? Mengapa kamu berani memasuki sungai yang merupakan wilayah kekuasaanku?” tanya Buaya. Ikan Hiu Sura yang merasa tak bersalah tenang-tenang saja. “Aku melanggar kesepakatan? Bukankah sungai ini berair.Bukankah aku sudah bilang, bahwa aku adalah penguasa di air? Nah, sungai ini ‘kan ada airnya, jadi juga termasuk daerah kekuasaanku, ” Kata Ikan Hiu Sura. “Apa? Sungai itu ‘kan tempatnya di darat, sedang daerah kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai itu adalah darerah kekuasaanku!” Buaya ngotot. “Tidak bisa. Aku ‘kan tidak pernah bilang kalau di air itu hanya air laut, tetapi juga airsungai” jawab Hiu Sura? “Kau sengaja mencari gara-gara,Sura?” “Tidak! kukira alasanku cukup kuat dan aku memang dipihak yang benar!” kata Sura. “Kau sengaja mengakaliku.Aku tidak sebodoh yang kau kira!” kata Buaya mulai ,marah. “Aku tidak perduli kau bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!” Sura tak mau kalah. Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran sengit antara Ikan Hiu Sura dan Buaya terjadi lagi.
Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air disekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua binatang tersebut. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali. Dalam pertarungan dahsyat ini, Buaya mendapat gigitan Hiu Sura di pangkal ekornya sebelah kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membengkok kekiri. Sementara ikan Sura juga tergigit ekornya hingga hampir putus, lalu ikan Sura kembali ke lautan. Buaya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.
Pertarungan antara ikan Hiu yang bernama Sura dan Buaya ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Oleh karena itu,nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari peritiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Surabaya yaitu gambar “ikan sura dan buaya”. Namun ada juga sebahagian berpendapat, asal usul Surabaya berasal dari kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau selamat. Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti “selamat menghadapi bahaya”. Bahaya yang dimaksud adalah serangan tentara Tar-tar yang hendak menghukum Raja Jawa.Seharusnya yang dihukum adalah Kartanegara, karena Kartanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang diserbu oleh tentara Tar-tar itu. Setelah mengalahkan Jayakatwang, orang Tar-tar itu merampas harta benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa keTiongkok.
Raden Wijaya tidak terima diperlakukan seperti itu. Dengan siasat yang jitu, Raden Wijaya menyerang tentara Tar-tar di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka menyingkir kembali ke Tiongkok. Selanjutnya, dari hari peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surabaya. Surabaya sepertinya sudah ditakdirkan untuk terus baergolak.Tanggal 10 November 1945 adalah bukti jati diri warga Surabaya yaitu berani menghadapi bahaya serangan Inggris dan Belanda. Di zaman sekarang, setelah ratusan tahun dari cerita asal usul Surabaya tersebut, ternyata pertarungan memperebutkan wilayah air dan darat terus berlanjut. Di kalamusim penghujan tiba kadangkala banjir menguasai kota Surabaya. Pada musim kemarau kadangkala tempat-tempat genangan air menjadi daratan kering. Itulah Surabaya.
Asal-Usul Kota Sukabumi
Orang selalu mencatat bahwa tanggal 13 Januari 1815 adalah hari kelahiran kota Sukabumi. Tanggal tersebut dipergunakan sejak Dr. Andreas de Wilde secara resmi menerima pengesahan nama Soeka Boemi dari pemerintah Hindia Belanda atas tanah yang dimohonnya untuk perluasan perkebunan. Kala itu de Wilde adalah konlomerat perkebunan, atau lebih dikenal dengan Preanger Planter. Anda bisa membayangkan betapa kaya dan berpengaruhnya de Wilde dengan melihat rumahnya yang sekarang dijadikan kantor Walikota (Balaikota) Bandung.
Tapi benarkah de Wilde yang menemukan Sukabumi? Sebenarnya, tidak juga. Sejarah Sukabumi lebih tua dari itu. Anda bisa melacaknya hingga Pajajaran Runtag ( runtuhnya Kerajaan Pajajaran ) sekitar 1579. Waktu itu wilayah ini bagian dari kedatuan (setara kabupaten sekarang) kerajaan Pajajaran. Tepatnya Kedatuan Pamingkis yang beribukota di Gunung Walat, Cibadak sekarang. Jangan heran kalau Cibadak dijadikan dayeuh waktu itu. Di Cibadak ini telah berdiri sebuah kabuyutan yang diprakarsai Prabu Dharmasiksa jamannya kerajaan Sunda Galuh Kuno. Lihat tulisan mengenai prasasti Cicatih Cibadak di blog ini.
Nah, bupati yang berkuasa saat itu adalah Ki Ranggah Bitung. Istrinya bernama Nyi Raden Puntang Mayang. Masa masa itu memang tidak menentu. Ibukota Pakuan telah berhasil direbut kesultanan Banten. Uforia bumi hangus sampai juga ke Kedatuan Pamingkis. Singkat cerita Gunung walat bernasib sama dengan Pakuan. Bupati Ki Ranggah Bitung gugur. Sementara istrinya yang sedang hamil diselamatkan oleh seorang jaro (lurah) bernama Ki Load Kutud dan istrinya Nini Tumpay Ranggeuy Ringsang. Mula mula diamankan di Gunung Bongkok, Cibadak. Atas petunjuk seorang resi bernama Tutung Windu, kemudian dialihkan ke Gunung Sunda di daerah Palabuhanratu sekarang.
Kala itu wilayah selatan masih berupa hutan rimba belantara. Tidak heran bila daerah tersebut menjadi tempat persembunyian yang sempurna buat Nyi Raden Puntang Mayang. Di tengah pengungsian, mereka menemukan seorang bocah laki laki berumur 6 -7 tahun yang tersesat. Menurut pengakuaannya, kampungnya sama dibakar oleh pasukan Banten. Didorong rasa kasihan maka Jaro Kutud akhirnya memunggut anak tersebut dan menyertakannya dalam rombongan pengungsi. Mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Tak lama Nyi Raden Puntang Mayang melahirkan bayi perempuan. Kemudian diberi nama Nyai Raden Pundak Arum Saloyang.
Asal-Usul Kota Malang
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
- Tahun 1767 Kompeni memasuki Kota
- Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali Brantas
- Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
- Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota didirikan alun-alun di bangun.
- 1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
- 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
- 21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
- 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
- 2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
- 1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.
Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/06/sebelum-tahun-1964-dalam-lambang-kota.html
Asal-Usul Kota Cianjur
Desa baru itu lalu diberi nama Anjuran karena penduduk selalu mematuhi anjuran pemimpin mereka. Lama-kelamaan, desa itu berkembang menjadi sebuah kota kecil bernama Cianjur. Ci artinya air. Menurut cerita, Cianjur berarti anjuran untuk mengairi dan mebuat irigasi yang baik. Hingga sekarang, Cianjur terkenal dengan hasil berasnya yang enak
Asal-Usul Kota Banyuwangi

Asal-Usul Kota Banjarmasin
Pada jaman dahulu, di Kalimantan berdiri sebuah kerajaan, Nagara Daha namanya. Kerajaan itu didirikan Putri Kalungsu bersama putranya, Raden Sari Kaburangan alias Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Raja Sekar Sungsang adalah seorang penganut Hindu yang taat. Baginda mendirikan candi yang amat besar dan megah di Kalimantan.
Pengganti Raja Sekar Sungsang adalah Maharaja Sukarama. Pada masa pemerintahannya, sering terjadi pemberontakan, yaitu antara Pangeran Samudera pewaris tahta yang syah dan Pangeran Mangkubumi.Dalam perebutan kekuasaan itu, justru Pangeran Mangkubumi yang berhasil menduduki tahta kerajaan.
Pemerintahan Pangeran Mangkubumi ternyata juga tidak berlangsung lama. Dalam perebutan kekuasaan berikutnya, Pangeran Mangkubumi akhirnya terbunuh dalam usahanya untuk memadamkan pemberontakan. Dan Sebagai pemegang tampuk pemerintahan yang baru adalah Pangeran Tumenggung.
Pangeran Samudera sebagai pewaris kerajaan yang syah menjadi amat sedih hatinya menyaksikan terjadinya perebutan kekuasaan yang tiada henti itu. Sang Pangeran pun merasa tidak aman jika tetap tinggal dalam lingkungan kerajaan karena lama-kelamaan orang-orang akan tahu dirinya sebagai pewaris kerajaan yang syah dan pastilah akan menjadi sasaran pembunuhan bagi yang sedang berkuasa. Atas bantuan orang-orang kepercayaannya di Kerajaan Nagara Daha, Pangeran Samudera melarikan diri. Ia menyamar dan hidup di daerah terpencil di sekitar muara sungai Barito.
Di Muara sungai Barito itu, terdapat kampung-kampung yang berbanjar-banjar atau berderet-deret melintasi tepi-tepi sungai. Di antara kampung-kampung itu, Kampung Banjarlah yang paling strategis letaknya. Kampung Banjar dibentuk oleh lima aliran sungai yang muaranya bertemu di Sungai Kuin. Karena letaknya yang amat strategis itu, kampung Banjar kemudian berkembang menjadi Bandar, kota perdagangan yang ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari berbagai negeri. Bandar itu di bawah kekuasaan seorang patih yang biasa disebut Patih Masih. Bandar itu juga dikenal dengan nama Bandar Masih.
Patih Masih mengetahui bahwa Pangeran Samudera, pemegang hak atas Nagara Daha yang syah, ada di wilayahnya. Kemudian, ia mengajak Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, dan Patih Kuin untuk berunding. Mereka bersepakat mencari Pangeran Samudera di tempat persembunyiannya untuk diangkat menjadi raja, memenuhi wasiat Maharaja Sukarama.
Pangeran Samudera yang sebenarnya sudah tidak berambisi berebut kekuasaan akhirnya bersedia juga menjadi raja agar pergolakan akibat perebutan kekuasaan segera dapat diakhiri. Akhirnya dengan diangkatnya Pangeran Samudera menjadi raja dan Bandar Masih sebagai pusat kerajaan sekaligus Bandar perdagangan, semakin terdesaklah kedudukan Pangeran Tumenggung. Apalagi para patih tidak mengakuinya lagi sebagai raja yang sah. Mereka pun tidak rela menyerahkan upeti kepada Pangeran Tumenggung di Nagara Daha.
Pengaran Tumenggung pun menjadi sangat marah mengetahui Pangeran Samudera masih hidup dan menjadi raja di Banjar. Pangeran Tumenggung pun segera memerintahkan angkatan perangnya untuk menghancurkan Kerajaan Banjar. Akhirnya perang dahsyat tak terhindarkan lagi dan berlangsung sampai berhari-hari. Korban pun mulai berjatuhan di kedua belah pihak.
Pangeran Samudera amat sedih hatinya melihat begitu banyaknya korban di kedua belah pihak yang sebetulnya adalah saudara sendiri. Maka untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak lagi, Pangeran Samudera mengusulkan diadakan perang tanding atau duel antara kedua raja yang bertikai. Pihak yang kalah harus mengakui kedaulatan pihak yang menang.
Maka pada hari dan waktu yang sudah ditetapkan, Pangeran Tumenggung dan Pangeran Samudera naik sebuah perahu yang disebut talangkasan. Perahu-perahu itu dikemudikan oleh panglima kedua belah pihak. Kedua pangeran itu memakai pakaian perang serta membawa parang, sumpitan, keris, dan perisai atau telabang.
Pangeran Tumenggung dengan nafsu angkaranya begitu ingin membunuh Pangeran Samudera yang dianggap sebagai penghalang utamanya untuk berkuasa. Sebaliknya, Pangeran Samudera tidak tega berkelahi melawan pamannya untuk membunuhnya, biarpun berkali-kali ia mendapat kesempatan untuk membunuh Pamannya. Akhirnya, luluh juga hati Pangeran Tumenggung atas kemuliaan hati Pangeran Samudera. Kesadaran muncul, Mereka berpelukan saambil bertangis-tangisan.
Pangeran Tumenggung dengan hati tulus mernyarahkan kekuasaan kepada Pangeran Samudera. Artinya, Nagara Daha ada di tangan Pangeran Samudera. Akan tetapi, Pangeran Samudera bertekad menjadikan Bandar Masih atau Banjar Masih sebagai pusat pemerintahan sebab Bandar itu lebih dekat dengan muara Sungai Barito yang telah berkembang menjadi kota perdagangan. Tidak hanya itu, rakyat Nagara Daha pun dibawa ke Banjar Masih atau Banjar Masih. Pangeran Tumenggung diberi daerah kekuasaan di Batang Alai dengan seribu orang penduduk sebagai rakyatnya. Nagara Daha pun menjadi daerah kosong.
Pangeran Samudera mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah. Hari kemenangan Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah, 24 September 1526, dijadikan hari jadi kota Banjar Masih atau Bandar Masih. Karena setiap kemarau landing (panjang) air menjadi masin (masin), lama kelamaan nama Banjar Masih atau Bandar Masih menjadi Banjarmasin.
Akhirnya, Sultan Suriansyah pun meninggal. Makamnya sampai sekarang terpelihara dengan baik dan ramai dikunjungi orang. Letaknya di Kuin Utara, di pinggir Sungai Kuin, Kecamatan Banjar Utara, Kota Madya Daerah Tingkat II Bajarmasin.
Setiap tanggal 24 September Wali Kota madya Banjarmasin dan para pejabat berziarah ke makam itu untuk memperingati kemenangan Sultan Suriansyah atas Pangeran Tumenggung
Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/06/kota-banjarmasin.html