All posts by 112356

Puisi Semesta Tak Bisu

Rumput diam …
Pohon diam …
Gunung diam …
Diam tapi tak bisu

Raganya diam, tapi tidak ruhnya
Ucapan indah terus terlantun
Lewati zaman, lewati masa
Dan lorong kehidupan yang jadi saksinya

Bukan lagu, Bukan juga puisi
Hanya ada lantunan syukur kepada-Nya
yang menghiasi nafas mereka
dari dulu, hingga nanti

Tapi manusia terkadang bisu
Raganya berkoar, ruhnya diam
habiskan umur, bicarakan yang tak pasti
dan ruhnya diam ratapi keramaian

Manusia harusnya diam
dan mendengar lantunan semesta
agar ia tak bisu
tak sesali waktu di akhir nanti

Puisi ini karya : Irfan S.P.

https://www.facebook.com/irfan.espe?ref=tn_tnmn

Sumber: http://www.gudangpuisi.com/2014/01/semesta-tak-bisu.html

Puisi Sadarkan Aku

Saya tau kau lah yg paling dekat dngn ku
Saya tau kau lah yg paling baik pd ku
Saya tau kau lah yg paling sabar menghadapi ku
Saya tau kau lah yg terbaik buat ku

tapi kenapa?
Kau yang paling sering aku sakiti
Kau yg paling sering aku abaikan
Kau yg paling sering aku khianati

Setiap perjalanan waktu
Tiada henti kau memberi pada ku
Kau selalu ada ktika aku jatuh

Kau bimbing diri ini
Kau ingatkan dikala aku salah
Kau tegur dikala aku berbuat dosa
Kau bagai mesin pengingat ku

Tapi kenapa?
Tiada pernah sadar diri ini
Buta tidak melihat kebaikan mu
Mati tidak merasakan kasih sayang mu
Pantas kah aku dekat dengan mu?

Oh…Tuhan…
Sadarkan lah aku
Bukakan lah mata hatiku
Bangunkan lah aku dari tidur ku

Izinkanlah aku dekat dengan mu
Biarkan aku slalu bersamamu
Bimbing lah aku
Hingga sampai ke surga mu…amin

oleh: Windu

https://www.facebook.com/weensflyfree

 

Sumber:  http://www.gudangpuisi.com/2014/01/sadarkan-aku.html

Puisi Dekatlah Padaku

sayang aku sangat merindukan mu.
aku ingin kau selalu dekat padaku.
menyatu dan menemani hidupku sampai akhir hidupku.

tapi…sayang mengapa kau selalu jauh padaku.
kau tdak pernah mau menyatu dlm hidupku.
padahal aku sangat rindu padamu…?
padahal dengan adanya kau dalam hidupku dan menyatu dlm hidupku.
jiwaku terasa tenang.

sayang…
sampai kapan aku harus menunggu.
kau benar benar melekat dalam hatiku.
kini usiaku uda dewas dan mnjelang tua.
tapi engkau tidak pernah mau dekat padaku.
harus sampai kapan aku menungku…?

sayang engkau adalah shalatku.
shalat yg di wajibkn oleh ALLAH 5 waktu.
yg di dambakan oleh orang yg berdosa seperti aku.

mendekatlah engkau shalatku
jangan smpai aku mati tampa ada engkau dalam hati dan jiwaku

 

http://www.gudangpuisi.com/2014/01/dekatlah-padaku-oleh-aam-dani.html

Puisi Jagaku di Malam Hari

Terduduk aku dalam kesunyian
Udara malam selimutku,
Angin tak ada menyapa
Tinggal bulan naungi badan

Kantuk hilang ditelan waktu
Pandangan jauh menerawang,
tembus ruang, tembus waktu
Hanya harap tinggal di dada

Dahi bertemu bumi
Hati bergetar, raga hilang rasa
Kecil terasa jiwa,
dalam luas jagat raya

Lantunan minta ampun terus keluar
basahi mulut di malam hari
Tak banyak harapanku
Ridha dan ampunan-Nya dinanti selalu.

Puisi ini Karya : Irfan S.P.

 

https://www.facebook.com/irfan.espe?ref=tn_tnmn

 

Sumber:  http://www.gudangpuisi.com/2014/01/jagaku-di-malam-hari.html

Ketika Takdir Menguji Cinta

DUBRAK…” banting pintu kamar kost nya.
Hari yang melelahkan..” getar bibirnya pelan.

Sejurus ia langsung nyalakan AC kamarnya. ia campakkan tas kerjanya, ia rebahkan badannya..Wusss… angin sejuk langsung menampar tubuhnya. Ia lihat jam di dinding, masih jam empat, masih ada satu jam lagi. Ucapnya pelan.

Ia baringkan badannya dikasur, ia hendak istirahat sejenak sebelum berangkat kuliah, rencana hatinya. Karena baginya waktu sangat bermanfaat dalam hidupnya, aktivitasnya cukup sibuk, pagi ia bekerja, sore hari ia kuliah. Ia bekerja di sebuah perusahaan cukup besar di kota dumai itu, penghasilannya lebih dari cukup, maka dari itu, untuk sekolah adiknya, ia yang mengambil alih.
Ti dit…ti dit…
Tidurnya terganggu dengan dering HP nya.
Ada sms masuk, ucap batinnya. Ia baca’”

Ass.. mas Irul.. sebelumnya aku
Mohon maaf beribu maaf mas..
Dalam keputus asaanku. Aku ingin
Mengabarkan bahwa aku akan
Menikah esok hari.
Allah mentakdirkan lain.
Doakan aku ya mas…

Spontan ia kaget, ia bingung, ada apa yang terjadi dengan Luna. Tanya batinnya. Luna adalah pacarnya, cinta yang ia jalin hampir tiga tahun itu, tiba tiba hancur berkeping keping, tak tahu apa penyebabnya, padahal baru bulan kemaren ia mengunjungi Luna dan keluarganya. Semua berjalan lancar penuh dengan canda tawa.

Ia coba telpon, tenyata tidak aktif. Ia coba kembali, tetap masih nada yang sama. Ia bangkit dari kasurnya, semula jadwalnya hari itu hendak kuliah, sementara waktu ia batalkan dulu.

Hatinya masih risau dan bingung, sekejap mata ia langsung tancap gas menuju rumahnya Luna, dengan mengendarai sepeda motornya, ia melaju membelah jalan       dengan hatinya bertanya Tanya.

Ya Rabb… apa yang terjadi ya rabbi. Rintih hatinya bingung.
Di jalan, ia melaju dengan kecepatan tinggi, ia ingin tahu segera, gerangan apa yang terjadi dengan pacarnya. Baru bulan yang lalu ia merencanakan bersama keluarganya luna untuk melamar Luna setelah kuliahnya selesai, hanya tinggal menunggu skripsinya selesai saja baru ia akan wisud

Setelah sampai didepan rumah Luna, ia langsung memarkirkan sepeda motornya, jarak rumah luna cukup jauh dari tempat kostnya,            Tok…tok…tok… assalamu’alaikum. Sapanya sambil mengetuk pintu. Ia tunggu sejenak, belum ada jawaban, ia ulangi tok..tok..tok…assalamu’alaikum..
Wa’alaikum salam, pintunya terbuka, ternyata ibunya Luna,
Sore bu.. maaf menggangu.. Lunanya ada bu… sapanya ramah.
Eh… nak irul, silahkan masuk dulu nak…jawab ibunya luna sambil mempersilahkan masuk. Terima kasih bu…
Ia tatap wajah ibunya luna, ada kegelisahan dan kesedihan yang mendalam tergambar dari raut wajahnya, mukanya terlihat pucat melihat irul yang datang. Hatinya semakin bingung.
Luna nya ada bu…? Tanya penasaran..
Ibunya luna diam menunduk sesaat… Lu..luna pergi ke pekan baru bersama ayahnya nak irul. Emang nak irul tidak diberi tahu luna..? jawab ibunya dengan getar bibir terbata bata.
Justru itu bu.. aku ingin menanyakan perihal apa yang terjadi dengan luna,,? Tiba tiba aku mendapat sms dari luna…? irul menjelaskan maksud kedatangannya.
Tiba tiba mata ibunya luna berkaca kaca dan menunduk diam sesaat. Ada kepedihan dalam batinnya, suasana ruangan itu menjadi hening, hati irul semakin bingung bercampur gelisah,
Bu… apa yang terjadi dengan luna bu..? Tanyanya memecah keheningan.
Ma…maafkan kami nak irul.. maafkan kami.. takdir Allah lah yang berkuasa. Jawab ibunya luna dengan terbata.
Sebenarnya..apa yang terjadi bu..?
Ba…baiklah.. ibu coba menjelaskan semua, kami telah menerima kuasa takdir Allah, se..sebenarnya yang terjadi adalah bermula saat luna seminar di pekan baru. Dua hari setelah nak irul datang bulan kemaren kesini. Luna minta izin mengikuti seminar itu. Kampusnya luna mengirim utusan dua orang untuk mengikuti seminar itu. Luna salah satunya, seminar IPTEK itu diadakan pemko pekan baru. Ia berangkat bersama Indra teman kampusnya, indra adalah anak ketua yayasan kampusnya luna, seminar itu berlangsung dua hari. Kampusnya luna memberikan fasilitas dua kamar hotel untuk menginap. Tiba tiba suara ibunya luna terhenti dan tangisnya semakin menjadi jadi.
Dengan perasaan gelisah hati irul menebak nebak apa yang terjadi.
Tenang bu..” sabar bu..
Tangis ibunya luna diam sesaat, ia coba menerima realita yang ada, lalu ia melanjutkan,
Sepulangnya luna dari pekan, wajah luna tampak pucat, kami coba menanyakan ada apa dengannya. Ia tak mau cerita, tetapi kami coba merayu dan memaksanya. Dengan hati menjerit dan berlinang air mata, ia menjelaskan,, bahwa ia .. bahwa ia … Dijebak dan DIPER**SA oleh indra. Tiba tiba tangis ibunya luna kembali meledak, air matanya mengalir deras, Ternyata…. indra telah lama menyukainya. ia mengetahui bahwa luna akan segera dilamar nak irul. Maka itu, dalam kesempatan adanya seminar itu, ia minta kepadaHati irul pedih, langit seakan runtuh ia rasa. Matanya berkaca kaca, badannya kaku serasa lumpuh, bibirnya

Kami pihak keluarga telah sepakat untuk menikahkan luna dengan indra. Maafkan kami nak irul..maafkan kami….Ibunya luna mengakhiri penjelasannya.

Suasana jadi mencekam, hati irul seakan ingin meledak, wajahnya menunduk, ada yang menetes dari matanya. Ia tidak kuat untuk menahan perasaannya. Ia langsung pamit,,
Ass…assalamu’alaikum bu. Saya pamit, sampaikan salam tegarku buat luna.

 

Dalam perjalanan pulang bibirnya terus bertasbih, hatinya remuk, matanya terus mengalirkan sesuatu. Pernikahan yang ia rencanakan gagal, wisuda yang ia tunggu tunggu sebagai awal puncak kesuksesan masa depannya, terasa tak bermanfaat lagi. Luna adalah  gadis cantik dan jelita, pujaan hatinya itu telah terbang dibawa seekor elang yang rakus tak bermoral.

Sesampainya dikamar kostnya. Ia menangis sejadi jadinya.. ia meratap kepada tuhannya, ia mohon diberi kekuatan dan ketabahan, ia larut dalam kesedihan, tiba tiba suara adzan maghrib berkumandang ia dengar. Panggilan tuhan merasuk dalam batinnya.

Dengan berlinang air mata ia mencoba tegar menghadapi kuasa Allah itu. Ia wudhu’, ia bentangkan sejadahnya, ia bertakbir.

Usai sholat, ia munajat kepada rabbnya. Ia bertafakkur, ia roboh bersujud dihadapan takdir Allah. Ia utarakan kegundahan hatinya. Ia berharap diberikan cinta diatas cinta.

Enam bulan telah berlalu, dengan hati yang tegar ia selesaikan kuliahnya. Kini ia akan meraih gelar S1 nya. Namun dari hari kehari bayangan luna masih saja hadir dalam benaknya. Tanpa kabar, tanpa pertemuan, dan tanpa penjelasan terakhir dari bibir luna. setelah hari yang pahit itu. Ia coba menata kembali masa depannya.

Di hari wisudanya itu. Sengaja ia panggil ibunya dari kampung untuk mendampinginya. Senyum ibunya itulah yang membuat ia cukup terhibur menghadapi hari yang ia tunggu tunggu dulu. Hari yang semula ia rencanakan untuk melamar luna. tapi keadaan berubah. Dengan bantuan Allahlah ia sanggup menghadapi semuanya.
Tiba tiba suasana Aula gedung itu bertasbih. Acara wisuda heboh dengan kedatangan sosok bidadari yang anggun jelita. Mata semua lelaki memandang kearahnya. Ia menoleh. Subhanallah…” batin nya bertasbih. Sosok itu adalah luna. wajahnya yang dibalut jubah dan jilbab putih itu seakan membuat ia seperti bidadari yang baru turun dari langit.

Hatinya berdesir, jantungnya berdegup kencang. Sama seperti rasa pertama kali ia berjumpa dengan luna dulu. Alangkah beruntung orang yang menikahinya..” Batinnya mengupat..

Astaghpirullah…ia sudah menikah,, aku haram memikirkannya. getar bibirnya menepis perasaannya,
Ibunya tersenyum melihat perubahan pada anaknya. Apa lagi rul..” kamu udah pantas menikah.. kerjaanmu sudah mapan, sarjana pun sudah ditangan, semua para ibu ibu ingin bermenantukan kamu. Canda ibunya, karena ibunya tidak tahu dengan apa yang terjadi, ia hanya balas dengan senyuman. Tunggu aja bu.. pilihan Allah. Jawabnya.
Ternyata luna menghampirinya .
Assalamu’alaikum..Selamat ya mas… aku datang bersama ibu ingin melihatmu. Sapa luna dengan senyuman malu.
Wa’alaiku salam… terima kasih..ibu mu mana dan ….
Dan.. apa mas…? potong luna. Seakan luna sudah mengetahui maksud nya.. Oh ya.. kedatanganku kali ini hanya untuk menyampaikan maafku saja kok mas…dan menjelaskan apa yang terjadi padaku selama ini. Sekaligus menebus ketidakberdayaanku mas. Lanjut luna dengan wajah menunduk dengan matanya menetes kan sesuatu.
Belum sempat bertanya lagi, irul diajak luna bicara empat mata. Luna hendak menjelaskan sesuatu hal yang penting seperti yang ia tunggu selama ini.
Baik lah.. kita ke depan mushollah saja.
Dengan air mata yang terus jatuh, luna coba menenangkan diri.
Ia menjelaskan apa yang terjadi selama ini.

Mungkin mas… telah diberi tahu ibu kejadian yang menimpaku. Tetapi semua itu berubah, ternyata takdir Allah berubah lagi. aku terus berdo’a kepada Allah, agar diberi kekuatan untuk menjalani hidup.

Umur pernikahanku dengan lelaki itu hanya bertahan satu minggu, setelah acara pesta pernikahan kami di pekan baru usai, tanpa melalui malam pertama ia lebih memilih merayakan pesta kemenangannya bersama teman temannya, pada malam itu ia bersama komplotannya merayakan pesta narkoba, dan naas, malam itu juga ia over dosis dan dibawa kerumah sakit, 1 minggu ia koma tak sadarkan diri, lalu ia tewas, aku hanya melihat proses kuasa Allah itu dengan bersyukur, Allah maha tahu penderitaan hambanya. Maka dari itu mas… Allah sedang menguji diriku.. statusku sekarang janda mas.. jelas luna panjang lebar dengan hati tegar.
Jadi ..? Ucap irul ceplos sambil melihat kondisi Luna.

Oh ya… aku sekali lagi bersyukur kepada Allah, Setelah seminggu kematian brengsek itu, aku memeriksakan diri ke dokter. Ternyata kesucianku masih utuh. Brengsek itu hanya menjebakku agar ia punya alasan untuk menikahiku. Begitu lah kisah hidupku mas… Allah masih menyayangiku..

Mendengar semua penjelasan itu, hati irul berdesir, setetes embun masuk ke dalam batinnya. Ternyata ujian Allah telah berakhir. Ia bertakbir dalam hati. Ia hendak langsung melamar luna hari itu juga.

 

http://www.lokerseni.web.id/2011/11/cerpen-cinta-ketika-takdir-menguji.html

Kesabaran dan Kemuliaan

Di sebuah desa, terdapat sebuah kerajaan yang sangat indah. Disana terdapat taman-taman bunga yang harum dan segar. Di kerajaan itu, hidup seorang Raja dan Ratu yang sangat arif, adil dan bijaksana. Mereka mempunyai seorang putra yang bernama Khalil Gibran, dia sering di panggil Pangeran Gibran.

Pada suatu hari, Pangeran Gibran mendapat tugas dari sang Ayah untuk mencari jati dirinya yang sesungguhnya, dengan satu syarat Gibran harus mendapatkan seorang pendamping yang tepat untuk membimbingnya.
“Wahai anakku, ku perintahkan kau berkelana untuk mencari jati dirimu yang sesungguhnya,”ucap Raja dengan serius. “Untuk apa Ayah, bukankah aku sudah bisa mencari jati diri di sekitar kerajaan ini saja?” Bertanya dengan seriusnya . “Ayah hanya ingin kau mandiri anakku, dengan tidak bergantung bahwa kau adalah putra seorang raja.” “Baiklah aku akan menuruti kehendakmu Ayahku” “Tapi dengan satu syarat,” ucap sang raja. “Kenapa harus ada syaratnya Yah. Apakah baginda tidak percaya dengan anakmu ini?” Penuh pertanyaan dalam benaknya. “Bukan aku tidak percaya anakku tapi, aku ingin kau berhasil dengan mencarian mu ini” “Memang apa Ayah syaratnya?” “Syaratnya tidak terlalu sulit, kau hanya tinggal mencari seorang teman yang bisa kau ajak berbagi suka dan duka dan sabar menemanimu, selama kau menjalankan tugas dariku. ” Dengan tenang Raja menjelaskan. “Baiklah Ayah! Setelah aku mendapatkan seorang teman seperti yang kau inginkan, aku akan langsung berangkat dalam pencarian jati diriku.” Dengan tersenyum, dia menjawab.

Keesokan harinya, diumumkan kepada semua rakyat barang siapa yang paling bisa sabar dia akan dipilih untuk menemani Pangeran, mencari jati dirinya. Hari berganti hari, minggu berganti minggu tapi, bulan berganti bulan, Pangeran belum juga mendapatkan orang yang dicarinya. Akhirnya Pangeran pamit ke Raja untuk meminta izin mencari sendiri orang yang akan menemaninya. Sang Rajapun mengizinkan, dengan syarat dalam waktu seminggu Pangeran sudah harus menemukannya.Dihari pertama pencariannya, dia bertemu dengan seorang gadis. Dia melihat kehebatan gadis itu berburu, dengan lincah gadis itu menggerak-gerakkan panahnya. Pangeran tidak menyangka, bahwa ada seorang gadis yang berpakaian jilbab rapi dan menutup semua badan denga balutan jubah yang rapi, bisa memanah sehebat itu. Pangeran mendekat seraya berkata “Hei kau!! Maukah kau mengajariku memenah?” Sang Pangeran mendekat. “Siapa kamu?” Ucap gadis itu. “Aku seorang pengembara yang ingin berburu.” Dia sedikit berbohong. “Dari mana asalmu?” Ucap gadis itu lagi. “Dari Desa sebelah.” Ujarnya. Begitu terus mereka bercakap-cakap, akhirnya gadis itu mau menemani dan mengajari Pangeran berburu. Pangeran yang tadinya tidak pernah berburu, maka dari itu sulit untuknya memahami ucapan gadis itu, tapi gadis itu tetap sabar mengajari Pangeran. Hari pertama Pangeran mulai bisa mengusai buruannya, sang gadis tetap sabar menuggu Pangeran sampai mendapatkan buruannya yang pertama. Hari sudah semakin petang. Sang gadis bertanyaan sesuatu kepada Pangeran. “Kamu tinggal dimana untuk sementara ini?” “Aku juga tidak tahu dimana aku harus tinggal, mungkin jika di luar hutan seperti ini aku bisa di makan binatang buas.” Ujarnya sedikit bercanda. “Jika kamu tidak keberatan, mari istirahat di gubuku untuk beberapa hari.” Tawar sang gadis. Tanpa berpikir panjang, Pangeran langsung mengiyakan tawaran gadis itu.

Setelah sampai di rumah gadis itu, Pangeran terkejut, ternyata sebuah Istana sangat besar yang ada di depan matanya.”Inilah gubuku yang aku katakan tadi kepadamu.” Suara gadis itu memecahkan lamunan Pangeran. “Emm….., iyaa.” Pangeran kikuk. “Mari masuk.” Ajak gadis itu. “Ternyata sungguh tidak disangka, gadis habit berburu itu adalah putri seorang Raja.” Guman Pangeran dalam hati. Ketika melihat sang putri datang, Ayah gadis itu tersenyum heran melihat gadis itu membawa seorang teman.”Siapa itu, nak?” Tanya Raja. “Dia adalah teman baru ku Yah, dia sedang berkelana di hutan, jadi aku ajak saja dia ke tempat kita, aku rasa Ayah juga tidak akan marah.” Raja hanya tersenyum, dan sangat senang anaknya mendapat kan seorang teman, yang tanpan dan gagah seperti Gibra, walaupun seorang laki-laki dia percaya bahwa anaknya tetap menjaga kemuhrimannya. Raja memang tidak mengetahui asal-usul Gibran, tapi dia yakin anaknya tidak mungkin sembarangan memilih teman. Sang Raja, tidak pernah membedakan orang biasa maupun bangsawan, bagi Raja yang terpenting Iman dan Taqwanya terhadap Allah SWT.

Keesokan harinya Pangeran dan gadis itu menghabiskan waktu untuk berburu. Pangeran memperhatikan tingkah laku gadis itu, yang selalu sabar mengajarinya, sampai-sampai membuatnya lupa akan satu hal, dia belum mengetahui nama gadis itu. Pangeran berhenti sejenak, dan beristirahat di tepi sungai, gadis itu mengikuti dari belakang. Pangeran memecahkan keheningan, bertanya sesuatu pada gadis itu. “Sejak kemarin kita bertemu, aku dan kamu bahkan belum tahu nama kita masing-masing.” “Sebenarnya aku juga ingin menanyakan hal yang sama, tapi aku sungkan.” Ucap gadis malu-malu. “Perkenalkan namaku Khalil Gibran” Dengan meletakan tangannya di depan dada “Nama yang jarang ku dengar, tapi mudah di ingat. Namaku sendiri Asyifa Hanin.” Dengan meletakan juga tangannya di depan dada.”Nama yang begitu indah terdengar, dan cantik seperti yang memiliki nama itu.” Putri Syifa tersipu malu, dengan pipi yang memerah merona, semakin menambah pesona pada dirinya. “Kamu sudah mengajakku kerumahmu dan mengenalkan ku pada orangtuamu, besok maukah kau ikut dengan ku?” “Kemana?” Putri merasa penasaran. “Ke suatu tempat, pasti kau akan suka.” Pangeran begitu yakin.”Baiklah, tapi kamu harus janji tempat itu haruslah sangat indah.””Ok!” Jawab Pangeran singkat.

Pagi-pagi sekali Pangeran dan Putri Syifa berangkat menuju tempat yang Pangeran janjikan. Sesampainya mereka berdua, ternyat Putri Asyifa sama terkejutnya seperti Pangeran beberapa hari yang lalu. Dia tidak menyangkan bahwa Gibran akan membawanya ketempat yang sangant indah itu, disana terdapat taman bunga yang sangat indah, beratus-ratus bunga yang tertanan disana, aromanya begitu segar masuk ke hidung hingga ke saraf-saraf terdalam Putri Syifa. “Syifa”, sapa Gibran, Syifa langsung terkejut dari lamunanya itu. “Mari masuk ajak Gibran.” Tapi syifa agak ragu, sebab dia tidak mengetahui jika Istana yang ada dihadapannya itu adalah tempat tinggal Gibran. “Jangan ragu, nanti kamu akan tahu sendiri seluruh isi Istana ini dan siapa yang memilikinya.” Ajak Gibra. Tanpa ada rasa ragu lagi akhirnya Syifa mengaguk setuju.

Setelah mereka berdua masuk, Syifa terkejut ketika melihat semua pelayan yang berada disitu melakukan Gibran sangat istimewa. Tapi Syifa hanya diam, biar nanti Gibran sendiri yang menjelaskan gumannya dalam hati. Sejak masuk ke Istana Pangeran tidak banyak bicara, dan dia pun belum mau mempertemukan Syifa dengan kedua orangtuanya. Pangeran hanya mempersilahkan Syifa masuk dan menunggunya di ruang makan. Hari semakin sore, tapi Pangeran Gibran juga belum kembali dan muncul di hadapannya untuk menjelaskan apa yang terjadi dan Istana siapa ini sebenarnya. Penuh segudang pertannyan di hati Putri Asyifa.

Sementara di dalam sana, Pangeran sedang memperhatikan Asyifa yang sejak dari tadi siyang menunggunya, dia sholat sendiri bahkan untuk mencari tempat wudhu saja dia seorang diri untuk memutari Istana yang luas itu. Ternyata dibalik ini semua Pangeran mempunyai rencana yang tersembunyi, dia sedang menguji Asyifa, apakah Asyifa bisa sabar menunggunya di depan meja makan yang disitu terdapat berbagai macam makanan yang lezat-lezat, padahal Pangeran sendiri pun tahu bahwa Asyifa belum makan sejak tadi siyang sampai hamper larut malam ini.

Dibelakang ternyata Pangeran tidak sendiri, dia ditemani sang Raja dan Ratu. Disitu juga dia menceritakan siapa Syifa sebenarnya, dan untuk apa dia membawanya kesitu. Dia menjelaskan kepada kedua orangtuanya, bahwa dia ingin orang yang menemaninya untuk mencari jati diri itu adalah Asyifa. Kedua orangtuanya sangat terkejut medengarnya, tapi Gibran tidak henti-hentinya meyakikan orangtuanya bahwa Syifalah yang pantas untuk menemaninya, karena sejak pertama bertemu sampai saat ini Syifa telah sabar untuk mengajari dan menemaninya berburu, hingga sekarang syifa tetap menunggunya, betapa kagumnya Raja dan Ratu mendengar dan melihat langsung apa yang dikatakan anaknya itu terutama Pangeran Gibran.

Akhirnya munculah Raja, Ratu dan Pangeran Gibran. Betapa terkejutnya Asyifa melihat mereka semua. Sang Ratu menghampirinya, “Jangan takut kami berdua adalah orangtua Gibran, Nak. Siapakah gerangan namamu gadis cantik?” Ratu tersemyum lebar. “Asyifa Ratu.” Ucapnya dengan lembut. “Nama yang indah,” ucap Ratu. “Apakah kamu siap, nak mendampingi anakku Gibran ini mengembara?” Putri terdiam sejenak, karena bingung dengan pertanyaan Raja. Pangeran Gibrab langsung angkat bicara, “Begini Ayahanda, saya belum memberitahu tentang hal itu, Kesabaran dan Kemuliaan yang dia miliki murni Ayah, bukan karena apa-apa.” “Wahai Gibran anakku, kau memang tidak salah memilih, kau memang mendapatkan seperti apa yang Ayah dan Ibumu inginkan.” “Asyifa.” “Iya, Baginda.” Ucap Syifa. “Maukah kau mendampingi anakku selamanya, bukan hanya mengembara, tapi lebih dari itu?” “Apapun yang Baginda inginkan InsyaAllah saya akan menjalankannya dengan ikhlas,” Ucapnya dengan lembut dan penuh dengan ketulusan. “Bagaimana Gibran, apa kau setuju dengan Ayah?” “Seperti yang Ayah lihat,” Ujarnya. “Baiklah, besok aku akan ke Istanamu, untuk memintamu menjadi Putri di Kerajaan ini.” Ucap Raja dengan lantang.

Tiga bulan berlalu, setelah Gibran dan Asyifa menikah dan menjalani bulan madu, akhirnya mereka melanjutkan pengembaraan mereka. Sepajang pengembaraanya, Pangeran Gibran sangat bahagia, karena dia didampingi oleh seorang Putri yang sangat sabar dan mulia hatinya, yaitu Putri Asyifa.

 

http://www.lokerseni.web.id/2012/05/cerpen-islam-kesabaran-dan-kemuliaan.html

Takdir Ilahi

Heru adalah pemuda yang taat beragama apalagi kepeda kedua orang tua. Ia sangat menghormati siapapun. Ameskipun ia masih sangat muda, namun Ilmu agama yang ia miliki tidak kalah dengan ustad. Maklum saja, dia adalah pemuda jebolan pesantren. Namun demikian dia sama sekali tidak memperlihatkan ilmu yang ia miliki sedikitpun, apalagi di panggil ustad, dia tidak mau. Dia tetap rendah hati dan tidak sombong sama sekali. Malah dia cenderung menyembunyikan Ilmu yang ia miliki. Kehidupannya pun sederhana. Sehari-hari dia mengais rizki dari bengkel kecil di rumahnya. Tidak seperti orang pada umumnya, dia tidak bingung dengan apa yang akan dimakan besok jika bengkel sedang sepi. Bagi saya cuma satu kalimat ungkapan untuk dia “pemuda idaman setiap wanita”. Bagaimana tidak, sudah pintar, sederhana, soleh lagi. Wah benar-benar perfect.

Meski begitu ia memiliki teman dari berbagai kalangan. Ia juga tidak membeda-bedakan siapapun dalam berteman. Sampai suatu hari salah seorang temannya, sebut saja Udin, akan menikah. Udin meminta dia untuk ikut mempersiapkan segala sesuatunya. Dia dan Udin memang sudah  seperti saudara. Orang tuanya Udan juga sudah menganggap Heri seperti anaknya sendiri. Heri juga diperkenalkan dengan calon istrinya Udin. Dyah namanya. Gadis berjilbab yang cantik dan solihah.
Dan merekapun mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan Udin. Mulai dari akad nikah, resepsi, persewaan perlengkapan, juga undangan tentunya. Tak seharipun mereka lalui tanpa bersama saat proses persiapan pernikahan ini. Persiapan sudah hampir rampung. Hanya tinggal menyebar undangan saja.Namun kali ini Udin sendirian tanpa ditemani Heri. Saat perjalanan menuju rumah saudaranya, sesuatu tak terduga terjadi pada Udin.
“Bresss…”, kecelakaan menimpa Udin.
“kring..kring..kring..,  nada dering handphone Heru pun berbunyi.
“Assalamu’alaikum..”, belum sempat Heru bertanya dari siapa telepon ini, sambil serius mendengarkan orang yang menelepon, tiba-tiba terucap oleh mulut Heru, “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un”. Ternyata itu adalah telepon dari rumah sakit yang mengabarkan bahwa sahabat karipnya itu kecelakaan. Tanpa pikir panjang Heru langsung tancap gas menuju rumah sakit.

Di saat pernikahan sudah di depan mata, Udin justru meregang nyawa. Kondisinya kritis karena kehilangan banyak darah. Keluarga berkumpul. Semua usaha telah maksimal dilakukan oleh dokter. Hanya do’a yang tersisa.

Pada saat-saat terakhir Udin ingin mengatakan sesuatu yang mungkin itu adalah permintaan terakhirnya. Dokter pun mempersilakan Heri untuk masuk. Namun hanya Heri dan Dyah yang diminta Udin untuk masuk. Tak lama kemudian Heri dan Dyah keluar. Sementara Dyah tak kuasa menahan tangis, untuk yang kedua kalinya terucap kata dari mulut Heri, “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un”. Tangis Dyah semakin pecah dan seluruh keluarga pun tak dapat menahan sesuatu yang memaksa keluar dari mata mereka. Suasana yang semula penuh kebahagiaan, kini berubah menjadi mendung.
Tujuh hari penuh selepas pemakaman, keluarga beserta para tetangga menggelar tahlilan dan di,a bersama yang ditujukan tentu saja untuk Almarhum Udin. Dyah masih belum bisa mengikhlaskan kepergin calon suaminya itu. Entah apa yang harus Dyah dan keluarganya lakukan. Undangan telah tersebar. Dua minggu lagi akad dan resepsi seharusnya digelar. Namun mereka hanya bisa berdo’a kepada Illahi Robbi, agar diberikan ketegaran atas musibah ini.
Rupanya Alloh menyimpan takdir lain untuk mereka semua…Setelah usai 7 hari tahlilan, Heru baru berani untuk mengatakan pesan terakhir yang disampaikan oleh Almarhum Udin. Heri pun mengumpulkan keluarganya, keluarga Almarhum Udin, dan keluarga Dyah. “Ada apakah gerangan kau mengumpulkan kami semua, nak?”, Tanya ayah almarhum.
“Sebelumnya saya mohon maaf karena mengumpulkan kalian tidak pada waktu yang tepat. Ada yang harus saya sampaikan. Ini mengenai pesan terakhir yang disampaikan almarhum kepada saya.”, jelas Heru.
“Baiklah, lanjutkan ceritamu!”,ayah Dyah menyambung.
“Sesaat sebelum Alloh memangggilnya, ia berkata padaku ingin menyampikan sebuah amanah untukku. Bahwa aku harus menjaga calon istrinya dan menggantikan posisinya dengan kata laun aku yang harus menikahi Dyah. Dan Dyah pun tahu akan amanah ini.”, jelas Heru dengan lebar.
“Benarkah itu Dyah?”, Tanya ibunya.
“Benar, Bu….”, jawab Dyah sambil menahan air mata.
“Subhanalloh…. Ini adalah amanah yang wajib kau laksanakan, nak. Insya Alloh kami semua ikhlas karena ini adalah permintaan almarhum yang sudah kau anggap saudaramu sendiri. Bukan begitu Pak, Bu?”, jelas Ayah almarhum.
“Iya, kami semua ikhlas dengan amanah ini. Kami yakin ini semua adalah rencana Alloh untuk kalian juga semua yang ada di sini.”, jawaban Ibu Dyah ini didukung oleh anggukan setuju dari semua keluarga. “Alhamdulillah, Alloh telah menunjukkan Kuasa-Nya. Kita sebagai manusia hanya bisa merencanakan, tapi Alloh jualah yang menetukan. Laksanakanlah amanah ini, nak!”, Perintah ayah Heru.
“Subhanalloh, Insya Alloh saya akan melaksanakan amanah ini. Bagaimana denganmu Dyah, maukah kaumenerimaku sebagai pengganti almarhum?”, Tanya Heru.

Tanpa berkata, Dyah hanya mengangguk seraya tersenyum haru.
“Alhamdulillah…..”, seluruh keluaraga memuji Asma Alloh dengan nafas yang lega.
Hari yang ditunggu telah tiba. Heru mengucap ijab qobul dengan lancer. Seluruh keluarga tersenyum haru. Namun banyak raut muka yang menyimpan tanda tanya akan kejadian. Tapi tidak jadi masalah, karena ini sudah menjadi takdir Allah.

http://www.lokerseni.web.id/2012/03/takdir-illahi-cerpen-islam-2012.html

Dan Tuhanku Lebih Tahu Aku

Ujian Nasional selesai Durrah jalani. Sebagai siswi kelas XII di Madrasah ternama di daerah tempat tinggalnya, MAN 1 Praya, ada semangat optimis akan lulus di hatinya. Ia mulai berani menatap matahari kembali dengan sunggingan senyum kepuasan. Ia merasa belajarnya tidak sia-sia karena soal-soal ujian nasional dapat diselesaikannya tanpa harus menggadaikan keimanan seperti mayoritas teman-temannya. Sekarang tugasnya hanya menunggu pengumuman kelulusan keluar.

Durrah Althafunnisa, puteri semata wayang dari pasutri Ahmad Hijazi dan Lailatul Munawaroh ini memang dikenal sebagai siswi teladan dengan segudang prestasi. Bagi banyak orang ia mendekati level sempurna. Kecantikannya yang natural tanpa polesan kerap mendatangkan pujian tak diundang. Ia mampu menumbuhkan tiga kecerdasan sekaligus dalam dirinya, yang tak banyak orang mampu menumbuhkannya. Kecerdasan intelektualnya yang tak diragukan lagi, kecerdasan emosionalnya yang selalu mampu meneduhkan perasaan orang-orang sekitarnya, juga kecerdasan spiritual yang mulai terbentuk sejak kecil karena dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang agamis.

 

 

Dan Tuhanku Lebih Tahu Aku

 

Matahari mulai menyembunyikan sinarnya. Mega merah mulai menghiasi langit mengundang alunan azan maghrib disetiap penjuru Kota Praya yang damai. Segera Durrah meraih mukena selepas berwudlu’ untuk menyerahkan diri kepada Sang Pemilik diri. Khusyuk ia melapazkan kalam Illahi yang terdengar hanya olehnya secara lahiriah di setiap rakaat shalatnya. Makna tiap bacaan shalat yang ia fahami semenjak mengenyam pendidikan di madrasahnya mengundang isak keharuan yang seketika itu mulai mengalir butiran-butiran bening membasahi sebagian mukena hijaunya. Suasana menghening. Ia merasakan kedamaian dalam pelukan Illahi. Seusai salam, ia tak ingin menghentikan kedamaian dalam diri. Ia meraih bungkulan kitab suci Al Qur’an pemberian sahabatnya di hari milad ke-17nya.

 

Bacaannya terhenti saat ia sampai kepada ayat yang seolah diturunkan khusus untuknya, “Azzanii laa yangkihu illa zaaniyah”. Ia merasa tersindir. “Apa ayat ini Engkau turunkan untukku Robby? Apakah ini sindiranMu?” bisiknya dalam hati. Ia mulai mengingat bagaimana kabar hatinya belakangan ini. Menyadari itu adalah kesalahan yang tak ia sadari sebelumnya. Ia membiarkan hatinya terjebak dalam zina karena mengangankan orang yang tidak halal untuknya. Ia mulai merasa berdosa. Rasa takut menghampirinya. Takut yang menikahinya nanti adalah seorang pezina, meski hanya pezina hati. Ia beranggapan antara zina yang satu dengan zina yang lain tetap bisa mengundang kemarahan Sang Pencipta. “Astagfirullahaladziim”, ia tundukkan kepala dan beristighfar, berharap kekeliruannya itu segera dapat ia benahi.
****Matahari mulai memancarkan sinarnya. Kicauan burung-burung seolah berlomba-lomba menyambut hari yang penuh berkah. Kokokkan ayam tak ingin kalah, bersahut-sahutan terdengar di beberapa tempat. “Hari yang cerah, ini anugerah”, kalimat yang tak pernah alpa untuk diucapkan Durrah di setiap paginya. Hari ini ia memutuskan untuk ke Madrasah. Meski tidak ada kegiatan pasti yang akan dilakukannya disana. Ia merasa sangat rindu dengan suasana Madrasah. Rindu guru-gurunya, rindu teman-temannya, rindu adik-adik angkatannya juga yang biasa memanggilnya Kk Dee seperti orang tuanya.

Madrasah tetap seperti biasa. Tampak asri dengan hiasan pohon kelapa di sekeliling bangunan. Dengan bismillah ia melangkahkan kakinya menyisiri lingkungan madrasah. Ada perasaan khawatir dalam hatinya. Khawatir kalau-kalau ia nantinya bertemu dengan ikhwan yang membuat dirinya merasa sangat berdosa karena tak bisa menjaga hatinya.
“Kk Dee…”. Panggilan Alna, adik kelasnya yang satu organisasi dengannya membuyarkan kekhawatirannya.
“Kk, kangen deh sama Kk”
“Iya dinda, Kk juga kangen sama semuanya”
“Kk, ada lomba Karya Tulis Ilmiah, kami harus ikut kata Pembina. Tapi ini kali pertama kami ikut lomba tanpa kakak-kakak. Jadi mikir gak usah ikut saja.”
“Loh, kok gitu? Pokoknya harus ikut. Harus! Jangan kecewakan Pembina, ya! Masa kami dijadikan alasan ketidakinginan kalian untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan identitas gemilang kalian.”
“Bukan gitu kakak, kami kan selalu minta bantuan Kk Dee tiap ada lomba dulu-dulu. Kalau tidak ada Kk, kami minta bantuan siapa lagi? Nanti ndak selese-selese lagi karyanya”
“Kan pembina ada. Tenang saja, kk juga masih di sini kan. Dan ingat! Kk masih resmi siswi sini.”
Bel berbunyi tanda waktu istirahat pertama berakhir. Lingkungan madrasah di luar kelas mulai lengang. Siswa dan guru melaksanakan tugas masing-masing. Belajar dan mengajar. Rutinitas yang ia pernah jalani pula selama hampir tiga tahun.

Perpustakaan tampak merekahkan senyum simbolisnya. Ia merasa terpanggil untuk memasukinya. Belum sempat ia menyelesaikan salamnya, terlihat Zaki, siswa kelas Bahasa yang membuat hatinya tak mampu ia manage. Perasaannya mulai berkecamuk. Ingin rasanya ia tinggalkan tempat itu segera, namun keengganannya untuk membuat laki-laki yang di matanya berwibawa itu berpikiran macam-macam tentangnya, menahannya untuk melanjutkan langkahnya memasuki ruangan yang tiba-tiba berubah sembab itu.
“Sendirian ukh?”
“Nggih,” jawaban singkat menurutnya terbaik untuk bisa menjaga kesan tenang bagi dirinya.
“Anti niat baca buku yang mana? Kalau tidak ada, ini tiang sudah baca. Sepertinya cocok untuk dibaca para akhwat. Anti mau baca?”.
“Boleh”.

Durrah tak ingin berlama-lama di perpustakaan. Magnet-magnet perangkap setan sudah dapat ia rasakan di dalam sana. Ia beranjak keluar perpustakaan dengan menenteng buku pinjaman yang membuatnya penasaran, “cocok dibaca para akhwat? Seperti apa ya isinya?”. Durrah bertanya-tanya dalam hati. Langkah kakinya dipercepat. Musholla tampak sepi. Ia memutuskan untuk melihat-lihat isi buku itu disana, “judulnya lucu, 24 Jam Amalan Agar Suami Makin Sayang”. Ada sedikit rasa malu dihatinya untuk membaca buku ditangannya itu. Ia merasa belum pantas untuk membaca buku semacam itu. Ia takut terkesan sudah siap menikah dengan membaca buku itu jika dilihat orang. Tapi rasa penasaran yang menancap di hati menggerakkan jari-jemarinya untuk membuka halaman demi halaman buku itu. Hatinya terperanjat membaca hadits shahih riwayat Muslim di salah satu halamannya, “wanita itu jika dipandang dari depan akan meniupkan nafsu setan (merangsang birahi) dan dipandang dari belakang pun (meniupkan nafsu) setan”. Ia merenung. Apakah ia sudah mampu menjaga dirinya? Atau ialah yang dijadikan alat oleh setan? Untuk merusak lawan jenisnya dengan nafsu yang terhias pada dirinya? Istighfar ia lisankan berulang-ulang. Di halaman berikutnya ia menemukan hadits yang senada dengan yang sebelumnya “wanita itu aurat, bila ia keluar rumah maka setan akan menghiasinya, (untuk menampak-nampakkan kemolekannya dalam pandangan lelaki sehingga terjadilah fitnah)”. Ia coba menerawang dirinya.

 

Menerawang keseringannya keluar rumah tanpa didampingi mahram. Lantas ia memvonis dirinya alat setan. Kembali istighfar terdengar dari lisannya. Keinginannya untuk melanjutkan kuliyah selepas menamatkan Aliyah kembali ia pertimbangkan. Ia akan selalu berada diluar rumah. “Ah, Rasulallah juga mengatakan uthlubul ‘ilma falau bissiin. Selama itu keluar rumah untuk alasan yang dibenarkan agama, insyaAllah Allah ridho”. Ia memantapkan hatinya. Ia tutup buku itu, ia memutuskan untuk melanjutkan membacanya di rumah saja karena musholla madrasah sudah mulai dipadati para siswa dan beberapa guru untuk melaksanakan shalat zuhur berjama’ah. Usai shalat ia memutuskan untuk meninggalkan madrasah.
****

Fajar mulai menyingsingkan diri. Sebagai puteri semata wayang, Durrah tidak pernah merasakan kekurangan kasih sayang orang tua.
“Jadi daftar kuliyah kemana Dee?”
“UIN Malang Mak, ambil Kimia. Menurut Bapak dan Mamak gimana?”
“Kalau bapak setuju-setuju saja, tapi ada sedikit rasa khawatir. Kamu perempuan. Keluarga disini semua.”
“InsyaAllah perlindungan Allah akan tetap bersama tiang. Jadi, tiang harap jangan khawatir nggih…”.
“Dee, ada yang bapak ingin sampaikan”
“Napi nike pak?”
“Bapak tidak berani mengambil keputusan tanpa persetujuan darimu”
“Maksud bapak?”
“Sekitar dua minggu lalu, waktu Dee masih menjalankan Ujian, teman bapak, Ust. Hasan, melamarmu untuk puteranya. Puteranya itu tidak mengenalmu, tapi setelah Ust. Hasan menceritakan tentangmu padanya, dia mengiyakan. Karena yakin pilihan bapaknya tidak sembarangan. Bapak tidak menyampaikan ini padamu karena waktu itu bapak tidak ingin mengganggu ujianmu. Bapak menyampaikan ini sekarang karena menurut bapak kamu sudah tidak aktif lagi di madrasah. Apa tanggapanmu?”

Durrah tersentak mendengar penuturan laki-laki yang ia panggil bapak itu. Lidahnya terasa berat untuk mengucapkan sepatah katapun. Aliran darahnya terasa semakin cepat memaksa keringatnya keluar melalui lubang pori-pori kulitnya. Ia mencoba menerka-nerka kalimat yang harus ia keluarkan. Ia merasa menjadi seperti batita yang baru belajar bicara. “Dee…”
“Bapak tidak memaksamu untuk menerima atau menolak lamaran itu nak. Tapi, bapak perlu mengingatkan, ketika seorang wanita dilamar laki-laki sholih, dan si wanita siap menikah, maka sebaiknya diterima. Sekarang bapak Tanya, Dee siap berumah tangga?”
“Dee…”
“Kalau Dee belum siap tidak apa-apa, nanti bapak sampaikan ke Ust. Hasan.”
“Terserah bapak saja, Dee insyaAllah ridho”
“Terserah bapak? Pikirkan baik-baik Dee. Ini bukan hal yang ringan. Ini tentang hidupmu.”
“Dee ingin kuliyah juga pak. Tapi jika ada laki-laki sholih yang datang melamar, seperti yang bapak katakan tadi, alangkah baiknya jika diterima. Jadi, Dee serahkan ke bapak saja. Apapun yang menurut bapak baik, insyaAllah baik untuk Dee”
“Bapak dan Mamak sudah istiharahkan ini. Dan kami merasa, petunjuk Allah mengarahkan untuk Dee menerima lamaran ini saja.”
“Nggih jika itu yang lebih baik”
“Bapak akan segera mengabari Ust. Hasan. Setelah pengumuman kelulusanmu diterima, insyaAllah akad nikahmu segera dilangsungkan”.
“Nggih”, lirih ia mengucapkan kata terakhir sebelum ia berlalu menuju kamarnya. Ia masih tidak menyangka akan segera menikah. Di usianya yang masih sangat belia, 18 tahun. Namun ia teringat hadits Rasulallah tentang seorang istri yang dipersilakan masuk surga dari pintu manapun yang ia kehendaki “Jika seorang wanita mengerjakan sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluan (kehormatannya) dan taat kepada seuaminya, ia berhak untuk masuk surga dari pintu manapun yang ia kehendaki”. Ia memantapkan diri untuk yakin dengan keputusannya.
****

Pengumuman kelulusan dibagikan. Durrah Althafunnisa, nama pertama yang disebut saat pengumuman lulusan terbaik dibacakan. Ia lulus sebagai lulusan terbaik. Ia meninggalkan madrasah aliyahnya dengan meninggalkan nama yang harum berparfumkan prestasi membanggakan. Yang sekaligus sebagai akhir status lajang dalam rentetan kisah hidupnya.

 

http://www.lokerseni.web.id/2013/05/dan-tuhanku-lebih-tahu-aku-cerpen.html