Asal-Usul Kota Raja Ampat

Raja Ampat berarti “Empat Raja”, julukan yang berasal dari abad ke 15 yaitu ketika salah satu Sultan Islam dari Tidore menunjuk 4 raja lokal di Waigeo, Batanta, Salawan, dan Misool. Kemudian 4 pulau itu menjadi wilayah administrative Provinsi Papua Barat dan Waigeo menjadi ibukota Kabupaten Raja Ampat.Peradaban kuno di Raja Ampat dapat ditemukan di beberapa peninggalan sejarah seperti misalnya lukisan dinding batu di beberapa gua di Pulau Misool.Lukisan dinding batu kuno inidiperkirakan dilukis pada 2000 tahun yang lalu.

Di kawasan gugusan Misool ditemukan peninggalan prasejarah berupa cap tangan yang diterakan pada dinding batu karang. Uniknya, cap-cap tangan ini berada sangat dekat dengan permukaan laut dan tidak berada di dalam gua. Menurut perkiraan, usia cap-cap tangan ini sekitar 50.000 tahun dan menjadi bagian dari rangkaian petunjuk jalur penyebaran manusia dari kawasan barat Nusantara menuju Papua dan Melanesia.

Kabupaten yang memperingati Hari Ulang Tahun setiap tanggal 9 Mei ini sekarang merupakan sebuah Kabupaten di Propinsi Papua Barat yang dimekarkan dari Kabupaten Sorong pada tahun 2003. Bila kita lihat peta Propinsi Papua Barat maka letak Kabupaten ini terletak di kepulauan sebelah barat paruh burung pulau papua. Kabupaten Raja Ampat terdiri dari kurang lebih 610 pulau yang memiliki panjang total tepi pantai 753 km. Pusat pemerintahan dan sekaligus Ibukota bagi Kabupaten Raja Ampat adalah sebuah kota yang terletak di Pulau Waigeo, yaitu kota Waisai

Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/06/kabupaten-raja-ampat.html

Asal-Usul Kota Jember

Ada beberapa versi kisah tentang asal usul kota Jember. Diantaranya adalah versi yang mengatakan bahwa Jember dulunya daerah yang berawa rawa. Kotor dan becek. Dibahasakan dengan kata “JEMBREK”. Seiring berlalunya waktu, kata jembrek berubah menjadi Jember. Mengikuti lidah dan kebiasaan masyarakat lokal Jember.

Saya akan mengambil satu versi yang lain untuk anda. Semoga bermanfaat.

Pada jaman dulu. Saat pulau Jawa masih lebih banyak hutan belantara dibanding populasi yang ada. Manusia seringkali melakukan perpindahan untuk mencari tempat yang lebih baik. Ini bercerita tentang dua kelompok migrasi.

Kelompok pertama berasal dari suku Jawa. Jawa timur pedalaman. Seperti Kediri, Tulungagung, Trenggalek, Blitar, Bojonegoro Ponorogo dan sekitarnya. Kelompok migrasi kedua adalah Dari suku Madura. Kedua kelompok tersebut bermigrasi. Mencari tempat yang lebih baik dari sebelumnya. Keduanya bertemu pada satu titik.

Kelompok pertama dari suku Jawa berkata,”Nang kene ae, lemahe sik Jembar”. Artinya, disini saja tanahnya masih luas. Kelompok kedua dari suku Madura juga berujar, “Iyeh, neng dinnak beih, tananah gik Jembher”. Artinya, Iya disini saja, tanahnya masih luas. Begitulah awal terjadinya akulturasi. Percampuran kebudayaan.

Seiring dengan berjalannya waktu, kata Jembar dan Jembher berevolusi (dan berasimilasi) menjadi seperti yang kita tahu sekarang. JEMBER.

Itulah legenda singkat tentang asal usul kota Jember. Sampai hari ini, Jember masih di dominasi oleh dua suku besar tersebut. Jawa dan Madura

Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/06/kota-jember.html

Asal-Usul Kota Tegal

Kota Tegal merupakan perwujudan dari sebuah desa kecil bernama “Tetegual”. Modernisasi desa dimulai pada awal 1530-an, ketika akhirnya menjadi bagian dari Kabupaten Pemalang daerah yang mengakui keberadaan Kesultanan Pajang di Jawa Tengah . Kekaisaran Pajang penerus Kesultanan Demak , yang didirikan oleh turunannya.
Kota ini dibangun oleh Ki Gede Sebayu. Bersama dengan penduduk setempat, ia terinspirasi untuk meningkatkan sektor pertanian di wilayah ini karena kesuburan tanahnya. Karena usaha untuk mengembangkan wilayah tersebut dan untuk menyebarkan iman, segera ia menjadi pemimpin tinggi dan simbol kota. penobatan Nya sebagai pemimpin diselenggarakan bersama dengan sebuah festival tradisional setelah panen pertanian besar. Sesuai dari peraturan daerah no. 5 / 1988, 28 Juli adalah hari ulang tahun kota Tegal
Di tahun 1920, kota ini menjadi pusat Partai Komunis Indonesia (PKI) aktivisme, dan para pemimpin radikal PKI cabang Tegal adalah antara penghasut pemberontakan 1926 yang menyebabkan kerusakan sementara partai itu.
Pada tanggal 8 Oktober, 1945 anti-“Swapraja”, atau anti-feodalisme, gerakan yang disebut Gerakan Tiga Kawasan / “Gerakan Tiga Daerah” didirikan di Tegal, Pekalongan, dan Brebes. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk menggantikan bupati darah biru (terkait dengan raja-raja dari Yogyakarta dan Surakarta ) dengan orang-orang biasa. Menurut para pemimpin gerakan ini, bupati tua itu bekerja sama dengan Jepang selama Perang Dunia II dan mengirim orang ke kamp-kamp kerja budak Jepang.
Pemimpin utama gerakan ini adalah Sarjiyo yang menjadi bupati Pekalongan yang baru. Pemimpin lain dari gerakan ini adalah Kutil, K. Mijaya dan Ir. Sakirman. Ir Sakirman adalah pemimpin lokal Partai Komunis Indonesia (PKI). Bupati tua ditangkap, ditelanjangi, dan diseret ke dalam penjara. pejabat pemerintah lainnya dan polisi diculik dan dibantai di jembatan Talang, Tegal. Gerakan ini juga mulai kerusuhan rasial terhadap etnis Cina di Brebes .
Pemerintah Republik Indonesia (RI) di Yogyakarta tidak setuju dengan gerakan ini dan menyatakan itu ilegal.
Pada tanggal 4 November 1945, gerakan ini menyerang markas tentara Indonesia dan kantor bupati di Pekalongan. Para pemberontak dikalahkan oleh tentara Indonesia dalam pertempuran sengit pada tanggal 21 Desember 1945. Kebanyakan para pemimpin gerakan ini ditangkap dan dilemparkan ke dalam penjara. Pemberontakan ini disebut Tiga Kawasan Affair.
Selama kerusuhan menyusul pengunduran diri Presiden Suharto pada tahun 1998, Tegal adalah tempat protes luas, dan kekerasan kadang-kadang, terhadap pejabat pemerintah daerah, terutama pada bulan Juni 1998.
Tempat Wisata

1. Goa Lawet

Goa Lawet merupakan goa alam indah dan berbatuan konon cerita sejarah tempat bertapa Raja-raja Mataram. Goa lawet terletak pada koordinat (289200, 9245448) UTM pada ketinggian 169 mdpl. Balapulang, di bagian selatan Kabupaten Tegal tepatnya di Desa Harjowinangun. Merupakan goa alam yang indah dan berbatuan. Akomodasi di objek wisata ini kurang memadai, tidak terdapat penginapan di objek wisata ini. Rumah makan kecil tersedia dalam jumlah yang tidak begitu banyak.
Jarak tempuh dari pusat pemerintahan kurang lebih 20 km. Dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor dan mobil. Tetapi untuk menuju ke arah goa hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki. Karena kondisi jalan yang berbahaya dan licin.
Wisatawan yang datang berasal dari kalangan pedagang, santri. Para pedagang datang untuk meminta kelancaran berdagang. Sedangkan para santri datang bertapa untuk mendapatkan ilmu.
2. Curug Gunung Puteri
Adalah sebuah air terjun di wilayah perbatasan sebelah selatan antara Tegal dan Breses. Curug Putri merupakan aliran dari Sungai Kalipedes yang berhulu di Gunung Slamet. Curug Putri atau Air terjun ini memiliki ketinggian +- 25 meter memisahkan Desa Dukuhbenda, Bumijawa, Tegal yang merupakan wilayah Kabupaten tegal dengan desa Padanama Kecamatan Sirampog yang masuk ke wilayah Kabupaten Brebes. Sebelah timur curug ini adalah pedukuhan Dukuhtengah yang pada tahun 2008 mengalami longsor kelongsoran tanah tersebut mengakibatkan rusaknya jalan menuju pedukuhan tersebut. Bencana itu menimbulkan terganggunya sarana jalan bagi anak-anak yang bersekolah di SDN Dukuhbenda 04 Bumijawa.
3. Makam Pangeran Purbaya
Pangeran Purbaya merupakan putera Sultan Agung dari Kerajaan Mataram dan sebagai menantu Ki Gede Sebayu. Dalam Babad Pagedongan disebutkan bahwa Pangeran Purbaya mempunyai kelangenan berupa “laweyan seta” (makhluk halus) diberi nama Ki Juru Taman. Perjalanan sejarah dimulai, ketika Pangeran Purbaya diperintah oleh ayahnya untuk menangkap Pasingsingan, akhirnya sampai di Dukuh Sumbregah (Slarang Sigeblag) Lebaksiu. Bersama dengan Ki Ciptosari dan Wangsayuda mendirikan pondok pesantren yang mengajarkan ilmu bela diri, ilmu anoraga dan ilmu aji jaya kawijayan yang menggunakan mantra. Untuk meningkatkan ilmunya, Pangeran Purbaya berguru kepada Ki Gede sebayu di Karangmangu. Dalam masa berguru, Pangeran Purbaya mendapat wejangan atau pesan untuk menghindari larangan atau pantangan yaitu :
1 Kadunungan sifat tamak
2 Godaan setan yang masuk pada hati manusia sehingga tumbuh sifat kuma (kumingsun, kuminter, kumalungkung dan sebagainya)
3 Ikut pada bisikan setan sehingga murtad keluar dari jalan yang benar.
Pangeran Purbaya menikah dengan puteri Ki Gede Sebayu bernama Raden Rara Giyanti Subhaleksana. Pangeran Purbaya membangun masjid jami’ di Padepokan Pesantren Desa Kalisoka. Selain itu Pangeran Purbaya bersama Ki Ciptosari membangun balong ikan tambra di Desa Cenggini yang kemudian dimanfaatkan untuk mengairi persawahan penduduk.
Sampai akhir hayat, Pangeran Purbaya dimakamkan di Desa Kalisoka Kecamatan Dukuhwaru. Komplek makam Pangeran Purbaya terbagi menjadi 3 halaman yang dibatasi oleh pagar dari bata. Halaman utama (halaman ke-3) merupakan makam Pangeran Purbaya dan pendampingnya, Makam Reksonegoro, Makam Bupati Pemalang dan masjid makam serta makam kerabat. Halaman 2 dan 1 merupakan makam kerabat. Bangunan cungkup dibagi dua ruang yaitu ruang makam yang tertutup tembok dan serambi terbuka menelilingi ruang makam. Jirat makam merupakan jirat baru dan berbahan keramik dengan ukuran panjang 2 x 1 m dan tinggi 30 cm. Nisan terbuat dari kayu jati saat ini keadaannya sudah rapuh. Nisan tersebut dikategorikan sebagai tipe Demak-Troloyo.4. Pemandian Air Panas Guci Tegal

Guci terletak di kaki Gunung Slamet bagian Utara, dengan ketinggian sekitar 1.500 meter dari permukaan air laut mempunyai udara yang sejuk dengan suhu sekitar 20 derajat celcius.
Cerita tentang GUCI berawal dari sebuah pedukuhan yang bernama Kaputihan. Kaputihan berarti yang belum tercemar atau masih suci, yang berarti daerah Kaputihan belum tercemar oleh agama dan peradaban lain. Istilah Kaputihan pertama kali yang memperkenalkan adalah Beliau yang dikenal dengan Kyai Ageng Klitik (Kyai Klitik) yang nama sesungguhnya adalah Raden Mas Arya Hadiningrat asal dari Demak. Setelah Beliau Kyai Klitik menetap dan tinggal cukup lama di Lereng Gunung Slamet (kampung Kaputihan) maka banyak warga yang berdatangan dari tempat lain sehingga kampung Kaputihan menjadi ramai. Suatu ketika datanglah Syech Elang Sutajaya utusan Sunan Gunungjati (Syeh Syarief Hidayatulloh) dari pesantren Gunungjati Cirebon untuk syiar islam.
Dan kebetulan di kampung Kaputihan sedang terjadi pagebluk (bencana alam, penyakit merajalela, tanaman diserang hama dsb), sehingga Beliau Elang Sutajaya memohon petunjuk kepada Alloh SWT dengan semedi kemudian Alloh SWT member petunjuk, supaya masyarakat kampung Kaputihan meningkatkan iman dan taqwanya kepada Alloh SWT dengan menggelar tasyakuran, memperbanyak sedekah dan yang terkena wabah penyakit khususnya gatal-gatal agar meminun air dari kendi (Guci) yang sudah dido’akan oleh Sunan Gunungjati. Dalam kesempatan itu pula Sunan Gunungjati berkenan mendo’akan sumber air panas di kampong Kaputihan agar bisa dipergunakan untuk menyembuhkan segala penyakit. Semenjak itu karena kendi (guci) berisi air yang sudah dido’akan oleh Sunan Gunungjati ditinggal dikampong Kaputihan dan selalu dijadikan sarana pengobatan. Maka sejak saat itu masyarakat sekitar menyebut-nyebut Guci-guci. Sehingga Kyai Klitik selaku Kepala Dukuh Kaputihan Merubahnya menjadi Desa Guci, dan Beliau sebagai Lurah pertamanya.
Guci peninggalan Elang Sutajaya itu berada di Musium Nasional setelah pada pemerintahan Adipati Brebes Raden Cakraningrat membawanya ke Musium.

Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/06/kota-tegal.html

Asal-Usul Kota Pare-Pare

Berawal dari nama, yang disebut pare, tetapi orang-orang mengira kalau pare adalah sayuran yang digunakan untuk obat. Tetapi setelah dicari kebenaranya, nama pare berasal dari
Dulu zaman perang atau orang menyebutnya dengan zaman penjajahan dulu pare adalah tempat pelerenan atau peristirahatan, karena dulu ada orang sedang bertempur, lalu istirahat terus sedang bersembunyi dari musuh, orang itu selalu selamat. Dan ada juga orang yang hampir terkena tembekan lalu bersembunyi di pare, lalu orang itu terselamatkan.

Dan dulu waktu terjadi gunung kelut meletus, dan terjadi banjir, semua daerah yang berada di sekitar pare banjir, tetapi setelah melewati pare, akhirnya berhenti atau leren.
Orang-orang bilang, pare adalah tempat berhentinya musibah. Dan alhamdulilah selama ini, pare belum-belum terjadi musibah apapun, dan juga termasuk kebesaran dari Allah.

Di pare banyak tempat-tempat yang mengingatkan kita pada pahlawan yang sudah membela Negara Indonesia ini, khususnya kota pare, contohnya TMP atau di maksud taman Makam Pahlawan, apabila kita merasa kangen dengan pahlawan-pahlawan kita bisa mendoakan atau ziarah kubur disana, tempatnya sangat strategis, dan ada juga tugu pahlawan, yang terletak di tengah-tengah jalan atau sebelahanya alun-alun kota pare, apabila hari-hari bebas atau hari libur disana sangat ramai oleh pengunjung sekitarnya.

Tempat Wisata

1. Hutan Kota Jompie
Merupakan hutan kota yang memiliki hutan yang menarik untuk anda kunjungi. Terdapat taman burung dan taman tanaman anggrek serta kolam besar yang dugunakan sebagai penangkaran buaya. Berlokasi di Kecamatan Soreang, Kota Parepare.

2. Pantai Lumpue
Pantai ini memiliki keunikan panorama alam yang sangat indah dengan pasir putih yang membentang luas. Terletak di Kecamatan Bacukiki, sekitar 4 Km dari Kota Parepare.

3. Pantai Cempae Sumur Jodoh
Pantai ini ramai dikunjungi oleh anak-anak muda karena mitos dimana pantai ini terdapat sumur jodoh yang memiliki sumber air tawar yang dianggap keramat. Sejatinya tempat ini juga sering digunakan untuk tempat mencari pasangan bagi muda-mudi. Terletak di Kecamatan Soreang Kota Pare-Pare. Bagi anda yang sedang mencari jodoh mungkin tempat ini bisa dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata.

Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/06/kota-pare-pare.html

Asal-Usul Kota Manado

Asal mula Kota Manado menurut legenda dulu berasal dari “Wanua Wenang” sebutan penduduk asli Minahasa . Wanua Wenang telah ada sekitar abad XIII dan didirikan oleh Ruru Ares yang bergelar Dotulolong Lasut yang saat itu menjabat sebagai Kepala Walak Ares,dikenal sebagai Tokoh pendiri Wanua Wenang yang menetap bersama keturunannya.
Versi lain mengatakan bahwa Kota Manado merupakan pengembangan dari sebuah negeri yang bernama Pogidon. Kota Manado diperkirakan telah dikenal sejak abad ke-16. Menurut sejarah, pada abad itu jugalah Kota Manado telah didatangi oleh orang-orang dari luar negeri. Nama “Manado” daratan mulai digunakan pada tahun 1623 menggantikan nama “Pogidon” atau “Wenang”. Kata Manado sendiri merupakan nama pulau disebelah pulau Bunaken, kata ini berasal dari bahasa daerah Minahasa yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti “di jauh”.
Pada tahun itu juga, tanah Minahasa-Manado mulai dikenal dan populer di antara orang-orang Eropa dengan hasil buminya. Hal tersebut tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah Keberadaan kota Manado dimulai dari adanya besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 1 Juli 1919. Dengan besluit itu, Gewest Manado ditetapkan sebagai Staatsgemeente yang kemudian dilengkapi dengan alat-alatnya antara lain Dewan gemeente atau Gemeente Raad yang dikepalai oleh seorang Walikota (Burgemeester). Pada tahun 1951, Gemeente Manado menjadi Daerah Bagian Kota Manado dari Minahasa sesuai Surat Keputusan Gubernur Sulawesi tanggal 3 Mei 1951 Nomor 223. Tanggal 17 April 1951, terbentuklah Dewan Perwakilan Periode 1951-1953 berdasarkan Keputusan Gubernur Sulawesi Nomor 14. Pada 1953 Daerah Bagian Kota Manado berubah statusnya menjadi Daerah Kota Manado sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 42/1953 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 15/1954. Tahun 1957, Manado menjadi Kotapraja sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957. Tahun 1959, Kotapraja Manado ditetapkan sebagai Daerah Tingkat II sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959. Tahun 1965, Kotapraja Manado berubah status menjadi Kotamadya Manado yang dipimpin oleh Walikotamadya Manado KDH Tingkat II Manado sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Hari jadi Kota Manado yang ditetapkan pada tanggal 14 Juli 1623, merupakan momentum yang mengemas tiga peristiwa bersejarah sekaligus yaitu tanggal 14 yang diambil dari peristiwa heroik yaitu peristiwa Merah Putih 14 Februari1946, dimana putra daerah ini bangkit dan menentang penjajahan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kemudian bulan Juli yang diambil dari unsur yuridis yaitu bulan Juli 1919, yaitu munculnya Besluit Gubernur Jenderal tentang penetapan Gewest Manado sebagai Staatgemeente dikeluarkan dan tahun 1623 yang diambil dari unsur historis yaitu tahun dimana Kota Manado dikenal dan digunakan dalam surat-surat resmi. Berdasarkan ketiga peristiwa penting tersebut, maka tanggal 14 Juli 1989, Kota Manado merayakan HUT-nya yang ke-367. Sejak saat itu hingga sekarang tanggal tersebut terus dirayakan oleh masyarakat dan pemerintah Kota Manado sebagai hari jadi Kota Manado.Tempat Wisata


.1. Taman Laut Bunaken
Tempat wisata di Manado yang wajib anda kunjungi tentu saja taman laut bunaken yang berada di Kelurahan Bunaken Kecamatan Bunaken. Taman laut bunaken berjarak sekitar 7 mil dari pelabuhan Manado dan dapat ditempuh selama 30 menit dengan menggunakan kapal cepat. Keindahan taman laut bunaken sudah tidak bisa disangsikan lagi. Tidak lengkap rasanya berkunjung ke Kota Manado tanpa mengunjungi lokasi wisata yang satu ini. Dengan kata lain taman laut bunaken merupakan destinasi wajib bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Manado. Dipulau ini anda bisa melihat keindahan alam bawa laut yang bisa memanjakan mata anda, berbagai terumbu karang dengan berbagai bentuk, dan berbagai jenis biota laut seperti ikan kura-kura, mandarin fish, kuda laut, ikan pari, dan jika anda beruntung anda bisa melihat ikan purba raja laut (Coelacanth) dan masih banyak lagi biota laut lainya.

2. Pulau Siladen
Pulau Siladen. Tempat wisata di Manado lainnya yang bisa anda kunjungi yaitu Pulau Siladen. Keindahan Pulau Siladen tidak kalah dengan keindahan Pulau Bunaken. Pulau Siladen terletak disebelah timur laut pulau bunaken dan bisa ditempuh selama kurang lebih 45 menit dengan menggunakan kapal motor. Pulau seluas 31.25 ha dikelilingi pantai berpasir putih dan tentu saja pemandangan bawah laut yang dihiasi terumbu karang dan berbagai jenis biota laut yang beraneka bentuk dan warna.

3. Manado Tua
Merupakan pulau terbesar dari kelompok pulau-pulau yang berada dalam batasan teluk Manado. Untuk mencapai pulau yang berjarak sekitar 10 mil dari pusat kota Manado, anda harus menempuh perjalanan sekitar 60 menit dengan menggunakan kapal motor. Dipulau ini terdapat gunung berapi yang menjulang tinggi dan ditumbuhi pepohonan hijau dan rindang. Tak berbeda jauh dengan taman laut bunaken dan pulau siladen, perairan di kawasan ini memiliki panorama bawah laut yang spektakuler. Tak salah jika pada tahun 2009 yang lalu, tempat ini menjadi salah satu lokasi pelaksanaan World Ocean Conference.

4. Pantai malalayang
Pantai Malalayang. Pantai Malalayang berada di Kelurahan Malalayang Dua Kecamatan Malalayang dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 5 menit dari terminal Malalayang. Kondisi pantai Malalayang berbeda dengan pantai lainnya karena dipenuhi dengan bebatuan berwarna hitam. Pantai Malalayang mempunyai keunikan tersendiri, tak heran lokasi ini selalu ramai dikunjungi warga apa terlebih setiap hari Minggu atau hari-hari libur lainnya. Mandi dipantai kemudian menikmati pemandangan pulau Manado Tua dan Pulau Bunaken sambil menyaksikan sunset ditemani segelas kopi pisang goreng adalah aktifitas yang bisa anda lakukan ditempat ini. Barisan warung-warung yang berjejer rapi menjajakan berbagai makanan khas Manado menjadikan lokasi ini sebagai salah satu lokasi wisata kuliner di Kota Manado.

5. Air Terjun Kima Atas
Tempat wisata di Manado yang  satu ini juga bisa menjadi salah satu tujuan wisata anda. Lokasi ini berada di Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget dan bisa ditempuh sekitar 50 menit dari pusat kota dengan angkutan darat. Disekitar air terjun bersusun tiga ini tumbuh pepohonan yang menghijau sehingga menampakkan sebuah pemandangan dan panorama alam yang indah dengan suasana lingkungan yang sejuk dan tenang.



6. Gunung Tumpa
Mungkin banyak dari anda yang belum mengenal salah satu tempat wisata di Manado yang sayang kalau tidak didatangi, apalagi jika anda yang gemar dengan dunia fotografi. Gunung Tumpa terletak di Kelurahan Meras Kecamatan Bunaken dan bisa ditempuh sekitar 50 menit dari pusat kota Manado dengan angkutan darat. Ditempat ini anda bisa menyaksikan pepohonan yang menghijau dan perkebunan kelapa rakyat. Saat berada di puncak gunung, mata anda akan dimanjakan dengan pemandangan kota Manado secara keseluruhan. Bagi para pecinta dunia fotografi, lokasi ini merupakan lokasi wajib untuk anda kunjungi karena ditempat ini anda bisa mengabadikan panorama matahari saat terbit di ufuk timur (sunrise) dan ketika tenggelam di ufuk barat (sunset).

Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/07/kota-manado.html

Asal-Usul Kota Brebes

Ada beberapa pendapat mengenai asal – usul nama Brebes berasal dari kata “Bara” dan “Basah”, bara berarti hamparan tanah luas dan basah berarti banyak mengandung air. Keduanya cocok dengan keadaan daerah Brebes yang merupakan dataran luas yang berair.Karena perkataan bara di ucapkan bere sedangkan basah di ucapkan besah maka untuk mudahnya di ucapkan Brebes. Dalam Bahasa Jawa perkataan Brebes atau mrebes berarti tansah metu banyune yang berarti selalu keluar airnya.
Nama Brebes muncul sejak zaman Mataram. Kota ini berderet dengan kota-kota tepi pantai lainnya seperti PekalonganPemalang, danTegal. Brebes pada saat itu merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tegal.
Pada tanggal 17 Januari 1678 di Jepara diadakan pertemuan Adipati Kerajaan Mataram se Jawa Tengah, termasuk Arya Martalaya, Adipati Tegal dan Arya Martapura, Adipati Jepara. Karena tidak setuju dengan acara penandatanganan naskah kerjasama antara Amangkurat Admiral dengan Belanda terutama dalam menumpas pemberontakan Trunajaya dengan imbalan tanah-tanah milik Kerajaan Mataram, maka terjadi perang tanding antara kedua adipati tersebut. Peristiwa berdarah ini merupakan awal mula terjadinya Kabupaten Brebes dengan Bupati berwenang .Sehari setelah peristiwa berdarah tersebut yaitu tanggal 18 Januari 1678, Sri Amangkurat II yang berada di Jepara mengangkat beberapa Adipati/ Bupati sebagai pengagganti Adipati-adipati yang gugur. Untuk kabupaten Brebes di jadikan kabupaten mandiri dengan adipati Arya Suralaya yang merupakan adik dari Arya Martalaya. Pengangkatan Arya Suralaya sekaligus titimangsa pemecahan Kadipaten Tegal menjadi dua bagian yaitu Timur tetap di sebut Kadipaten Tegal dan bagian barat di sebut Kabupaten Brebes.

Tempat Wisata

1. Pendopo Brebes

2. Pantai Randusanga Indah
Pantai Randusanga Indah terletak di Randusanga Kulon, Kecamatan Brebes yatau lebih tepatnya lagi terletak sekitar 7 km dari jalan raya Pantura kota Brebes. Di sepanjang jalan menuju pantai Randusanga akan banyak ditemui perkebunan bawang merah yang terhampar luas, sedangkan mendekati lokasi pantai, akan banyak di temui tambak- tambak yang biasanya di-gunakan untuk budidaya bandeng dan rumput laut.

3. Masjid Agung Brebes
Masjid Agung Brebes merupakan salah satu bangunan masjid tertua di wilayah pantura Kota Brebes Kabupaten Brebes yang didirikan tahun1836 masa pemerintahan Bupati Raden Adipati Ariya Singasari Panatayuda I (Kyai Sura) yang bangunan aslinya berarsitek jawa kuno, dengan kubah berbentuk limas.Terletak di Jl. Ustad Abbas No. 7

Masjid Agung Brebes Tahun 1933

sebelah barat alun-alun kota Brebes. Disamping fungsi utamanya sebagai tempat salat, tempat lokasi masjid yang strategis di jalur pantura sering digunakan juga untuk tempat istirahat bagi masyarakat yang melintas baik dari arah barat (Jakarta, Cirebon) maupun dari arah timur (Semarang, Surabaya).

Masjid Agung Brebes (Malam hari)

Pada zaman pemerintahan Bupati Raden Adipati Ariya Sutirta Pringgahaditirta (Kanjeng Tirto – red) tahun 19321933, masjid ini diratakan dengan tanah dan dibangun kembali, dikarenakan sering tergenang banjir luapan kali / Sungai Pemali. Pembongkaran itu sesuai dengan prasasti yang terdapat di bangunan utama saat ini.Disebutkan, masjid itu dibangun kembali di atas tanah seluas 666 m2 dengan ditopang kayu jati pilihan dan fondasinya ditinggikan 1 meter. Meski sudah berulangkali mengalami perbaikan, bangunan utama Masjid Agung yang terletak di bagian depan masih terjaga keasliannya.

Masjid Agung Brebes (Malam hari)

Bagian kubah masjid yang berbentuk limas dari dulu hingga kini menjadi tempat penyimpanan benda-benda pusaka daerah. Di antaranya, keris,tombak dan senapan zaman VOC. Namun dalam perkembangannya, beberapa benda pusaka itu ada yang dipindahkan ke museum di Semarangdemi alasan keamanan.

Masjid Agung Brebes (Siang Hari)

Masjid Agung Brebes hingga kini sudah mengalami pemugaran tiga kali, yakni pada tahun 1933, tahun 1979 dan 2007. Namun, dalam perbaikan itu bangunan lama berbentuk joglo dan kubah limas tetap dipertahankan.
Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/09/kota-brebes.html

Asal-Usul Kota Purwokerto

Kabupaten Banyumas berdiri pada tahun 1582, tepatnya pada hari Jum`at Kliwon tanggal 6 April 1582 Masehi, atau bertepatan tanggal 12 Robiul Awwal 990 Hijriyah. Kemudian ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas Nomor 2 tahun 1990.
Keberadaan sejarah Kabupaten Banyumas tidak terlepas dari pendirinya yaitu Raden Joko Kahiman yang kemudian menjadi Bupati yang pertama dikenal dengan julukan atau gelar ADIPATI MARAPAT (ADIPATI MRAPAT).
Riwayat singkatnya diawali dari jaman Pemerintahan Kesultanan PAJANG, di bawah Raja Sultan Hadiwijaya.
Kisah pada saat itu telah terjadi suatu peristiwa yang menimpa diri (kematian) Adipati Wirasaba ke VI (Warga Utama ke I) dikarenakan kesalahan paham dari Kanjeng Sultan pada waktu itu, sehingga terjadi musibah pembunuhan di Desa Bener, Kecamatan Lowano, Kabupaten Purworejo (sekarang) sewaktu Adipati Wirasaba dalam perjalanan pulang dari pisowanan ke Paiang. Dari peristiwa tersebut untuk menebus kesalahannya maka Sultan Pajang, memanggil putra Adipati Wirasaba namun tiada yang berani menghadap.
Kemudian salah satu diantaranya putra menantu yang memberanikan diri menghadap dengan catatan apabila nanti mendapatkan murka akan dihadapi sendiri, dan apabila mendapatkan anugerah/kemurahan putra-putra yang lain tidak boleh iri hati. Dan ternyata diberi anugerah diwisuda menjadi Adipati Wirasaba ke VII.
Semenjak itulah putra menantu yaitu R. Joko Kahiman menjadi Adipati dengan gelar ADIPATI WARGA UTAMA II.
Kemudian sekembalinya dari Kasultanan Pajang atas kebesaran hatinya dengan seijin Kanjeng Sultan, bumi Kadipaten Wirasaba dibagi menjadi empat bagian diberikan kepada iparnya.
1. Wilayah Banjar Pertambakan diberikan kepada Kyai Ngabei Wirayuda.
2. Wilayah Merden diberikan kepada Kyai Ngabei Wirakusuma.
3. Wilayah Wirasaba diberikan kepada Kyai Ngabei Wargawijaya.
4. Wilayah Kejawar dikuasai sendiri dan kemudian dibangun dengan membuka hutan Mangli dibangun pusat pemerintahan dan diberi nama Kabupaten Banyumas.
Karena kebijaksanaannya membagi wilayah Kadipaten menjadi empat untuk para iparnya maka dijuluki Adipati Marapat.
Siapakah Raden Joko Kahiman itu ?
R. Joko Kahiman adalah putra R. Banyaksasro dengan ibu dari Pasir Luhur. R. Banyaksosro adalah putra R. Baribin seorang pangeran Majapahit yang karena suatu kesalahan maka menghindar ke Pajajaran yang akhirnya dijodohkan dengan Dyah Ayu Ratu Pamekas putri Raja Pajajaran. Sedangkan Nyi Banyaksosro ibu R. Joko Kahiman adalah putri Adipati Banyak Galeh (Mangkubumi II) dari Pasir Luhur semenjak kecil R. Joko Kahiman diasuh oleh Kyai Sambarta dengan Nyai Ngaisah yaitu putrid R. Baribin yang bungsu.
Dari sejarah terungkap bahwa R. Joko Kahiman adalah merupakan SATRIA yang sangat luhur untuk bisa diteladani oleh segenap warga Kabupaten Banyumas khususnya karena mencerminkan :
a. Sifat altruistis yaitu tidak mementingkan dirinya sendiri.
b. Merupakan pejuang pembangunan yang tangguh, tanggap dan tanggon.
c. Pembangkit jiwa persatuan kesatuan (Majapahit, Galuh Pakuan, Pajajaran) menjadi satu darah dan memberikan kesejahteraan ke kepada semua saudaranya.
Dengan demikian tidak salah apabila MOTO DAN ETOS KERJA UNTUK Kabupaten Banyumas SATRIA.
Candra atau surya sengkala untuk hari jadi Kabupaten Banyumas adalah “BEKTINING MANGGALA TUMATANING PRAJA” artinya tahun 1582.
Bila diartikan dengan kalimat adalah “KEBAKTIAN DALAM UJUD KERJA SESEORANG PIMPINAN / MANGGALA MENGHASILKAN AKAN TERTATANYA ATAU TERBANGUNNYA SUATU PEMERINTAHAN”.
PARA ADIPATI DAN BUPATI SEMENJAK BERDIRINYA
KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 1582
1. R. Joko Kahiman, Adipati Warga Utama II (1582-1583)
2. R. Ngabei Mertasura (1583-1600)
3. R. Ngabei Mertasura II (Ngabei Kalidethuk) (1601 -1620)
4. R. Ngabei Mertayuda I (Ngabei Bawang) (1620 – 1650)
5. R. Tumenggung Mertayuda II (R.T. Seda Masjid, R.T. Yudanegara I) Tahun 1650 – 1705
6. R. Tumenggung Suradipura (1705 -1707)
7. R. Tumenggung Yudanegara II (R.T. Seda Pendapa) Tahun 1707 -1743.
8. R. Tumenggung Reksapraja (1742 -1749)
9. R. Tumenggung Yudanegara III (1755) kemudian diangkat menjadi Patih Sultan Yogyakarta bergelar Danureja I.
10. R. Tumenggung Yudanegara IV (1745 – 1780)
11. R.T. Tejakusuma, Tumenggung Kemong (1780 -1788)
12. R. Tumenggung Yudanegara V (1788 – 1816)
13. Kasepuhan : R. Adipati Cokronegara (1816 -1830)
Kanoman : R. Adipati Brotodiningrat (R.T. Martadireja)
14. R.T. Martadireja II (1830 -1832) kemudian pindah ke Purwokerto (Ajibarang).
15. R. Adipati Cokronegara I (1832- 1864)
16. R. Adipati Cokronegara II (1864 -1879)
17. Kanjeng Pangeran Arya Martadireja II (1879 -1913)
18. KPAA Gandasubrata (1913 – 1933)
19. RAA. Sujiman Gandasubrata (1933 – 1950)
20. R. Moh. Kabul Purwodireja (1950 – 1953)
21. R. Budiman (1953 -1957)
22. M. Mirun Prawiradireja (30 – 01 – 1957 / 15 – 12 – 1957)
23. R. Bayi Nuntoro (15 – 12 – 1957 / 1960)
24. R. Subagio (1960 -1966)
25. Letkol Inf. Sukarno Agung (1966 -1971)
26. Kol. Inf. Poedjadi Jaringbandayuda (1971 -1978)
27. Kol. Inf. R.G. Rujito (1978 -1988)
28. Kol. Inf. H. Djoko Sudantoko (1988 – 1998)
29. Kol. Art. HM Aris Setiono, SH, S.IP (1998 – 2008)
30. Drs. H. Mardjoko, M.M. (2008 – sekarang)
Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/10/kota-purwokerto-banyumas-jawa-tengah.html

Asal-Usul Kota Sumedang

 
Berdasarkan ahli sejarah, runtuhnya kerajaan Padjadjaran pada abad ke 16 erat kaitannya dengan perkembangan kerajaan  Sumedang Larang , Kekuasan Padjadjaran berakhir setelah adanya serangan laskar gabungan dari kerajaan Banten , Pakungwati, Demak dan Angke. Pada waktu itu Sumedang Larang tidak ikut runtuh karena sebagian besar rakyatnya sudah memeluk Agama Islam yang datang dari arah timur, oleh karena itu pula pemegang pemerintahan kerajaan Sumedang Larang waktu itu adalah Pangeran Kusumahdinata yang berkuasa dari tahun 1530-1578, yang lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Santri.
Berdasarkan catatan sejarah yang ada, sebelum menjadi Kabupaten Sumedang  seperti sekarang ini, telah terjadi beberapa peristiwa penting diantaranya :
z       Pada mulanya kabupaten Sumedang adalah sebuah kerajaan  bernama Kerajaan Tembong Agung dengan rajanya bernama Prabu Galuh Hadji Adji Putih ( Adji Purwa Sumedang )
z       Pada masa pemerintahan Prabu Tuntang Buana yang juga dikenal dengan sebutan Prabu Tadjimalela, Kerajaan Tembong Agung berubah nama menjadi kerajaan Sumedang Larang
z       Kerajaan Sumedang Larang mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Pangeran Angka Widjaya atau dikenal dengan sebutan Prabu Geusan Ulun. Pada masa pemerintahan Prabu Geusan Ulun inilah diterapkan mulainya Sistem Pemerintahan Kabupaten
z       Pada tanggal 22 april 1579, Prabu Geusan Ulun dinobatkan menjadi Prabu Sumedang Larang oleh Prabu Siliwangi. Penobatan ini menjadi titik awal berkembangnya Kabupaten Sumedang sebagai sebuah pemerintahan yang memiliki otoritas penuh. Oleh sebab itu Tanggal 22 April ditetapkan menjadi hari jadi Kota Sumedang.
Ibukota kabupaten Sumedang adalah Kota Sumedang, yang memiliki ciri seperti kota-kota kuno khas Jawa Barat yaitu terdapat alun-alun sebagai pusat Kota yang dikelilingi Mesjid Agung, penjara dan kantor pusat pemerintahan. Ditengah–tengah alun-alun terdapat Monumen Lingga yaitu tugu peringatan atas jasa-jasa Pangeran Suriatmaja dalam mengembangkan Sumedang. Monumen tersebut dibangun pada tahun 1902 oleh Pemerintahan Belanda dan hingga kini dijadikan lambang kabupaten Sumedang.
Adapun urutan lengkap susunan figur para pimpinan Sumedang yang memegang tampuk Pemerintahan dari dahulu sampai sekarang adalah :
1.             Pangeran Koesoemahdinata I ( Pangeran Santri ) dari tahun 1530-1578
2.             Pangeran Koesoemahdinata II ( Pangeran Geusan Ulun ) dari tahun 1578-1601
3.             Pangeran Koesoemahdinata III ( Pangeran Rangga Gempol I ) dari tahun 1601-1625
4.             Pangeran Koesoemahdinata IV ( Pangeran Rangga Gede ) dari tahun 1625-1633
5.             Raden Bagus Weruh ( Pangeran Rangga Gempol II ) dari tahun 1633-1656
6.             Pangeran Koesoemahdinata V ( Pangeran Panembahan/Pangeran Rangga Gempol III ) dari tahun 1656-1706
7.             Dalem Adipati Tanoemadja  dari tahun 1706-1709
8.             Raden Tumenggung Koesoemahdinata VII ( Pangeran Rangga Gempol IV/Pangeran Karuhun) dari tahun 1709-1744
9.             Dalem Istri Radjaningrat dari tahun 1744-1759
10.         Dalem Adipati Koesoemahdinata VIII ( Dalem Anom ) dari tahun 1759-1761
11.         Dalem Adipati Soerianagara II dari tahun 1761-1765
12.         Dalem Adipati Soerialaga dari tahun 1765-1773
13.         Dalem Adipati Partakoesoemah ( Tusschen Bestur Parakanmuncang) dari tahun 1773-1789
14.         Dalem Aria Satjapati III dari tahun 1789-1791
15.         Raden Tumenggung Soerianagara ( Pangeran Koesoemahdinata IX/Pangeran Kornel ) dari tahun 1791-1828
16.         Dalem Adipati Koesoemahjoeda ( Dalem Ageung ) dari tahun 1828-1833
17.         Dalem Adipati Koesoemahdinata ( Dalem Alit ) dari tahun 1833-1834
18.         Raden Tumenggung Soeriadilaga dari tahun 1834-1836
19.         Pangeran Soeria Koesoemah Adinata ( Pangeran Sugih ) dari tahun 1836-1882
20.         Pangeran Aria Soeriaatmadja ( Pangeran Mekah ) dari tahun 1882-1919
21.         Adipati Aria Koesoemadilaga dari tahun 1919-1937
22.         Tumenggung Aria Soeria Koesoema Adinata dari tahun 1937-1946
23.         Tumenggung Hasan Satjakoesoemah dari tahun 1946-1947
24.         Tumenggung Mohamad Singer dari tahun 1947-1949
25.         Tumenggung Hasan Satjakoesoemah dari tahun 1949-1950
26.         Raden Abdoerachman Kartadipoera dari tahun 1951-1958
27.         Sulaeman Soemitakoesoemah dari tahun 1951-1958
28.        Antam Sastradiputra dari tahun 1958 – 1960
29.         Mohamad Chafil dari tahun 1960-1966
30.         Adang Kartaman dari tahun 1966-1970
31.         Drs. Supian Iskandar ( Pejabat Bupati ) dari tahun 1970-1972
32.         Drs. Supian Iskandar  dari tahun 1972-1977
33.         Drs. Soeyoed ( Pejabat Bupati ) dari tahun 1977-1978
34.         Drs. H. Kustandi Abdoerachman dari tahun 1978-1983
35.         Drs. H. Sutardja dari tahun 1983-1993
36.         Drs. H. Moch Husein Jachjasaputra dari tahun 1993-1998
37.         Drs. H. Misbach dari tahun 1998-2003
38.         H. Don Murdono, S.H,M.Si 2003-sekarang
Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/10/kabupaten-sumedang-jawa-barat.html

Asal-Usul Kota Majalengka

Visi  yang diusung rakyat Majalengka bukan hanya sekedar slogan, namun berakar dari cita-cita yang luhur yang lahir dari latar belakang agama, budaya, sosial kemasyarakatan dan kondisi obyektif Kabupaten Majalengka yang telah di anugrahi berbagai potensi yang sangat prospektif baik dari segi wilayah, kondisi sumber daya alam serta sumber daya manusia yang senantisa terus digali dan di kembangkan untuk satu tujuan yang tercermin dalam bingkai visi menjadi Majalengka yang Relegius Maju dan Sejahterah.
Kondisi Geografis Majalengka terbagi dalam 3 zona daerah yaitu : daerahpegunungan dengan  ketinggian 500-857 m di atas permukaan laut dengan luas 482,02 Km² atau 40,03 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Majalengka; daerah bergelombang/berbukit dengan ketinggian 50-500 m diatas permukaan laut dengan luas 376,53 Km² atau 31,27 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Majalengka dan daerah daratan rendah dengan ketinggian 19-50 m diatas permukaan laut dengan luas 345,69 Km² atau 28,70 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Majalengka. Kondisi ini memungkinkan tumbuh suburnya potensi sumber daya alam yang melimpah seperti sayuran, buah buahan, pangan juga sektor pariwisata. Daerah dataran rendah yang rata ditunjang dengan posisi  yang sangat strategissebagai wilayah penghubung 4 Kabupaten yakni Sumedang, Indramayu, Cirebon dan Kuningan, sangat cocok dikembangkan menjadi kota bisnis dan industri, sehingga tidak heran kalau Pemerintah Propinsi Jawa Barat melirik Majalengka sebagai salah satu prioritas pembangunan infrastruktur untuk menompang percepatan pembangunan termasuk mega proyek pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat yang akan dibangun di kecamatan Kertajati, serta sentra untuk relokasi berbagai industri dan konsep pengembangan Kertajati Aero City yang terintegrasi dengan berbagai fasilitas seperti pemunkiman, universitas, rumah sakit, pusat perbelanjaan, bussines centerresort, sarana hiburan dan rekreasi.
Kondisi obyektif ini akan mendongkrak percepatan pembangunan secara signifikan, sehingga Majalengka dituntut berbenah diri untuk menselaraskan dan mensinergikan dengan percepatan pembangunan tersebut secara lebih komperhenship meliputi pembangunan SDM, Infrastruktur, ekonomi kerakyatan berbasisAgribisnis serta industri kecil dan menengah dan berbagai bidang lainnya termasuk bidang pemerintahan untuk terciptanya sistem birokrasi yang baik, profesional, bersih dan akuntabel sehingga dapat meningkatkan pelayanan umum berdasarkan standard pelayanan minimal sebagai salah satu misi untuk meraih kepercayaan publik sehingga pemerintah dengan rakyat seiring dan berjalan untuk bersama-sama mewujudkan visi Kabupaten Majalengka yang Relegius Maju dan Sejahtera.
Sebagian besar masyarakat Majalengka berpencaharian sebagai petani yang tersebar di seluruh pendesaan di Kabupaten Majalengka, oleh karena itu pembangunan pendesaan yang merupakan bagian integral dari pembangunan secara menyeluruh dan berkelanjutan tetap menjadi prioritas utama sasaran pembangunan yang terdiri dari berbagai dimensi dari mulai tata pemerintah, insfrastruktur , SDM dan pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis agribisnis serta koperasi danusaha kecil menangah serta penerapan teknologi pertanian dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas sebagai upaya pemantapan ketahanan pangan dan pemenuhan bahan baku industri.
Stuktur perekonomian Kabupaten Majalengka yang digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menunjukan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang masih dominan dan menjadi andalan dalam memberikan nilai tambah PDRB Kabupaten Majalengka, dimana kontribusi yang diberikan sektor ini cukup besar. Pada tahun 2009 PDRB berdasarkan harga berlaku berlaku untuk sektor pertanian mencapai angka 2,947,388,50 (satuan dalam jutaan) dengan laju pertumbuhan untuk bahan tanaman pangan sebesar 9.35%, tanaman perkebunan 9.42%, peternakan dan hasil-hasilnya 10.68%, kehutanan 1.88% dan perikanan sebasar 11.8%.
Kedepan pembangunan pendesaan akan diarahkan menjadi sebuah kawasanagropolitan. Konsep argopolitan merupakan salah satu alterbatif pembangunan perdesaan dimana argopolitan adalah strategi pengembagan kawasan dengan tujuan untuk membangun sebuah agropolis (kota pertanian) yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
Pembangunan infrastruktur pendesaan setahap demi setahap tengah dilakukan yang meliputi diantaranya pertama infrastruktur pemungkiman pendesaan yang kini tengah digodog dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan rencana detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Majalengka yang segera akan diperdayakan serta berbagai master plan yang mendukung terhadap laju pertumbuhan ekonomi khususnya di pedesaan, yang kedua adalah infrastuktur sistem produksi pertanian yang mencangkup pengembangan sarana produksi pertanian (saprotan), sarana pergudangan dan pengelolahan, sarana jalan dan sarana irigasi, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Majalengka terus berbenah melakukan berbagai macam terobosan baru untuk meningkatkan infrastruktur sistem produksi pertanian, bantuan mesin-mesin pertanian, perbaikan dan pembuatan jalan baru serta system pengairan merupakan program yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Cangkupan yang ketiga adalah infrastruktur pasar dan sistem informasi. Insfrastruktur pasar agropolitan merupakan salah satu infrastukturyang sangat di butuhkan. Pasar yang dibutuhkan yaitu pasar sebagai tempat transaksi fisik bagi input faktor produksi seperti pupuk, obat-obatan dan mesin-mesin pertanian serta passar untuk transaksi output untuk memasarkan pertanian dan KUKM. Pemerintah Kabupaten Majalengka tengah berupaya untuk menambah jumlah pasar tani dan pasar ekonomi disamping yang telah ada serta memperbaiki akses jalan menuju pasar bahkan membuat jalan baru sehingga jarak tempuh menjadi lebih pendek dengan demikian dapat menambah intensif ekonomi bagi para pelaku usaha, bahkan pada tahun anggaran  2010 Pemkab Kabupaten Majalengkamelalui BMCK telah mengangarkan 80 milyar lebih yang diperuntukan bagi pemeliharaan serta pembangunan jalan dan jembatan.
Struktur sistem informasi dan komunikasi juga merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya untuk mengembangkan kawasan perdesaan apalagi kawasan agropolitan. Penguasaan terhadap informasi akan mempu meningkatkan posisi tawar petani terutama dalam menentukan harga. Selain itu perilaku petani dalam mengelola usaha taninya juga menjadi lebih efisien dan menguntungkan karena pemilihan komoditas termasuk teknologi penunjangnya bisa dilakukan secara cepat dan tepat. Sebagai akibatnya akan terjadi efisiensi ekonomi, yang diharapkan dapat mampu memacu terjadinya pertumbuhan ekonomi kawasan dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat secara merata. Dalam hal ini Kemerintah Kabupaten Majalengka berkerjasama dengan penyedia jasa telekomunikasi dan informasi telah membangun insfrastruktur tersebut di hampir seluruh pelosok desa yang ada di Kabupaten Majalengka sehingga masyarakat bisa secara mandiri mengakses berbagai informasi baik itu melalui media cetak maupun elektronik termasuk internet disamping informasi-informasi yang didistribusikan melalui kelompok-kelompok tani dan KUKM serta kelompok berbasis pemberdayaan masyarakat.
Unsur non fisik penunjang terus diupayakan peningkatan fungsi dan perannya agar mampu secara aktif dan partisipasi untuk saling mendukung dalam upaya meningkatkan pembangunan yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2009 tercatat sebanyak 603 koperasi yang terdiri dari 26 buah KUD dan 577 buah Non KUD yang tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten Majalengka.
Pemerintah Kabupaten majalengka telah banyak menggulirkan berbagai program untuk medukung pengembangan pembangunan perdesaan dari peningkatan kualitas SDM, pemberian modal melalui kelompok tani dan KUKM, penerapan teknologi tepat guna serta membantu regulasi dan distribusi hasil-hasil pertanian dan KUKM serta program-program berbasis pemberdayaan masyarakat seperti PNPM Mandiri perdesaan, Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dll.
Dukungan dari pihak swasta seperti Bank dunia pun telah dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan tengah dilaksanakannya Proyek FEATI (Farmer Enpowerment Thought Agricultural Tecnology and Information) yakni Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) yang dilaksanakan oleh FMA (farmer Manage Extension Actives) yaitu kelompok penyuluhan yang dikelola oleh petani, dari petani dan untuk petani melalui proses partisipasi petani/gabungan kelompok.
Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/10/v-isi-yang-diusung-rakyat-majalengka.html

Asal-Usul Kota Subang

Bukti adanya kelompok masyarakat pada masa prasejarah di wilayah Kabupaten Subang adalah ditemukannya kapak batu di daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden, Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak neolitikum ini menandakan bahwa saat itu di wilayah Kabupaten Subang sekarang sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola sangat sederhana.
Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Sagalaherang.

Hindu

Pada saat berkembangnya corak kebudayaan Hindu, wilayah Kabupaten Subang menjadi bagian dari 3 kerajaan, yakni Tarumanagara, Galuh, dan Pajajaran. Selama berkuasanya 3 kerajaan tersebut, dari wilayah Kabupaten Subang diperkirakan sudah ada kontak-kontek dengan beberapa kerajaan maritim hingga di luar kawasan Nusantara. Peninggalan berupa pecahan-pecahan keramik asal Cina di Patenggeng (Kalijati) membuktikan bahwa selama abad ke-7 hingga abad ke-15 sudah terjalin kontak perdagangan dengan wilayah yang jauh. Sumber lain menyebutkan bahwa pada masa tersebut, wilayah Subang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Kesaksian Tome’ Pires seorang Portugis yang mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri pantai utara Jawa, kawasan sebelah timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah wilayah kerajaan Sunda.

fosil

Islam

Masa datangnya pengaruh kebudayaan Islam di wilayah Subang tidak terlepas dari peran seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga, Majalengka. Sekitar tahun 1530, Wangsa Goparana membuka permukiman baru di Sagalaherang dan menyebarkan agama Islam ke berbagai pelosok Subang.

Kolonialisme

Pasca runtuhnya kerajaan Pajajaran, wilayah Subang seperti halnya wilayah lain di P. Jawa, menjadi rebutan berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram, Sumedanglarang, VOC, Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh di daerah yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram-VOC, wilayah Kabupaten Subang, terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik bagi pasukan Sultan Agung yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa dengan Sunda, karena banyak tentara Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram dan menetap di wilayah Subang. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha. dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu, wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch bestuur) yang berkedudukan di Subang.

Nasionalisme

Tidak banyak catatan sejarah pergerakan pada awal abad ke-20 di Kabupaten Subang. Namun demikian, Setelah Kongres Sarekat Islam di bandung tahun 1916 di Subang berdiri cabang organisasi Sarekat Islam di Desa Pringkasap (Pabuaran) dan di Sukamandi (Ciasem). Selanjutnya, pada tahun 1928 berdiri Paguyuban Pasundan yang diketuai Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya Odeng Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra dan rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands yang mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa saat. Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T Lands. Selanjutnya Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional Indonesia yang berkedudukan di Subang. Sementara itu, Darmodiharjo tahun 1935 mendirikan cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti oleh cabang Parindra dan Partindo di Subang. Saat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut Indonesia berparlemen, di Bioskop Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang Subang untuk mengenukakan tuntutan serupa dengan GAPI Pusat.

Jepang

Pendaratan tentara angkatan laut Jepang di pantai Eretan Timur tanggal 1 Maret 1942 berlanjut dengan direbutnya pangkalan udara Kalijati. Direbutnya pangkalan ini menjadi catatan tersendiri bagi sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena tak lama kemudian terjadi kapitulasi dari tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang. Dengan demikian, Hindia Belanda di Nusantara serta merta jatuh ke tangan tentara pendudukan Jepang. Para pejuang pada masa pendudukan Belanda melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah tanah. Pada masa pendudukan Jepang ini Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna, dan Sasmita ditangkap dan dibunuh tentara Jepang.

Merdeka

Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta berimbas pada didirikannya berbagai badan perjuangan di Subang, antara lain Badan Keamanan Rakyat (BKR), API, Pesindo, Lasykar Uruh, dan lain-lain, banyak di antara anggota badan perjuangan ini yang kemudian menjadi anggota TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang di Subang menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan (Lembang) dan front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Tahun 1946, Karesidenan Jakarta berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya. Bulan Desember 1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya. Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen. Pada masa gerilya selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang, sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen bermukim di daerah Songgom, Surian, dan Cimenteng. Tanggal 26 Oktober 1947 Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan : 1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta. 2.Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma. 3.Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei. Wilayah Kabupaten Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan ibukotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5 April 1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD No. : 01/SK/DPRD/1977.
kumpulan bupati subang

Sumber: http://pabrikceritala.blogspot.com/2013/10/kota-subang-jawa-barat.html

Featuring WPMU Bloglist Widget by YD WordPress Developer