puisi persahabatan

MENANGISLAH SOBAT
Oleh Maulida

Tak bisa ungkap dengan kata apapun
Ini memang sangat membosankan
Ini begitu melelahkan
Bahkan, ini sangat menjengkelkan
Tubuh seakan beku dalam bongkahan es
Membeku tidak tahu kapan akan mencair

Yaa… itu benar sobat
Itu semua seperti sorot lampu panggung tanpa penonton
Menerangi tubuh di dalam kegelapan
Terdiam bisu tanpa senyum dan air mata
Ini sangat menyedihkan..

Namun.. ingatlah sobat..
Kau tidak sendiri
Kau tidak berdiri sendiri di kegelapan itu

Teteskanlah air matamu jika hatimu merasa terisak
Berteriaklah sepuasmu jika hatimu memanas
Karena itu lebih baik ku lihat
Dari pada kau terdiam kaku di bawah sorot lampu itu
Bagai seorang tokoh tanpa dialog.

BAHASA LANGIT
Puisi Hanifah Nadya Kartika

Gumpalan awan di langit biru
Bercerita kisah kita
Saat deras hujan bagai air mata
Dan cerah mentari jadi wajah kita

Warna pelangi di langit biru
Hanya jadi saksi bisu
Saksi kisah perjalananku denganmu
Saat perbedaan jadi keindahan

Langit pun berbahasa
Dan bersenandung ria
Lantunkan lagu rindu antara engkau dan aku

Oh Sahabat…
Langit pun berbahasa
Tanda bersuka cita
Sambut esok dimana kita kan slalu bersama
Selamanya…

Dan dengarlah, dengarlah slalu
Itulah semua tentang kita,
cerita bahasa langit…

SAHABAT TERBAIKKU
Puisi Frizka Tirana

Sahabat …
di saat kita nikmati kebersamaan banyak hal yang terlewat kan begitu saja
keceriaan, canda dan tawa semuanya mengalir begitu saja
waktu yang tersisah seolah tak mampu menampung nya dan waktu yang sangatlah singkat membuat ku teringat kepada mu sahabat ..

Semua kenangan – kenangan itu tak terasa ,pergi meninggalkan segala kegembiraan
serta canda dan tawa mu satu persatu hilang sekejap mata
ada beribu senyum saat terlintas memory yang dulu kala

Sahabat …
semua yang pernah kita jalani hari demi hari , waktu demi waktu telah kita lalui semuanya.

Banyak hal yg pernah terjadi karena itulah jalan hidup yang kita miliki
kadang benci, kesal ,dan kecewa serta rasa senang dan sayang
sungguh luar biasa , apa yang telah kita lalui bersama ..

Ya Tuhan …
jagalah dan lindungilah
sahabat-sahabat ku
karena mereka adalah sahabat terbaiku selamanya
# MY BEST FRIEND FOREVER

TIDAK PERNAH ADA YANG NAMANYA MANTAN SAHABAT

Puisi Nur Syifa

Sahabat…
Kau selalu menemaniku
Di saat aku sedih maupun aku gembira
Kau seperti Matahari yang menyinari bumi..
Kau seperti ada di dalam jiwa & ragaku…

Oh Sahabat…
Aku terpikir bila kita tidak bersama-sama lagi…
Jika Tuhan bisa aku ajak bicara..
Aku pasti bicara “Ohh.. Tuhan jika kau ambil nyawa sahabat ku,ambilah juga nyawaku”
Jika diperintahkan untuk memilih pun aku pasti memilih sahabat dari pada seorang kekasih..

Sahabat..
Aku berharap kita tidak akan berpisah lagi…

SUDUT KENANGAN
Puisi Titis

Tahun telah berlalu kawan
Ingatanku masih saja membayangkannya
Disudut kenangan kita melangkah bersama
Menggapai bahagia dan merasai asa
Yang tak pernah kita keluhkan

Tahun telah berlalu kawan
Ingatanku masih tertinggal juga
Saat di sudut mushola kecil tempat saling menyapa
Tempat saling membagikan sebuah arti kehidupan

Dalam DekapanNya
Ukhuwah kita terjalin
Dalam MahabbahNya
Kita mengenal sebuah makna persaudaraan

Tahun telah berlalu kawan
Kini tak kudapati lagi dirimu disini
Tapi Ingatan itu masih ada disini
Tertinggal di sudut yang bernama kenangan

MAAFKAN AKU SAHABAT
Puisi Riri

Mungkin semua yang ku perbuat
membuat mu marah dan benci
tak pernah terfikir oleh ku
kalau kalian akan membenci ku
dan meninggalkan ku seorang diri….

Semua kenangan yg pernah ada
sayang yang pernah berbagi
kini berubah menjadi permusuhan
yang tak ada artinya

Maafkan aku sahabat
yang tlah melukai mu
maafkanlah aku
yang tak bisa menjaga persahabatan kita

Tapi…..
kalian akan slalu di hati ku
slamanya kalian tetap sahabat ku
tulus maaf dari ku sahabat…
yang slama ini tak mampu
mengucapkan maaf pada mu

AKU MASIH DISINI, MASIH SEPERTI INI
Puisi Monika Sebentina

Aku Tak Pernah Berhenti tuk meyakinkan mu
Bahwa Persahabatan ini Takkan Pernah Berakhir
Dari Satu Titik Kita Memulainya Dan tak bisa Berakhir begitu saja

Persahabatan selamanya yang slalu bersua
dimana kasih kita distu persahabatan kita
karena persahabatan ini hanya karena kasih yang setia

Tapi . . ..
kamu pergi kamu berubah kini kamu tidak seperti dulu lagi
tidak seperti janji kasih persahabatan ini

Walau begini sampai hari ini
aku masih disini masih seperti ini
menunggu mu untuk menjadi sahabat kembali

Masih disini , masih begini menunggu mu menjadi yg dulu lagi
menunggu mu untuk memulai hari yang awal lagi

SAHABAT YANG TELAH PERGI
Puisi Linda Rahmawati

Dunia kita tak lagi sama…
Kau telah berada di tempat yang jauh dan penuh cahaya suci…
Dan aku terkujur dalam sepi dan menanti untuk bertemu diri’mu
Namun ntah kapan kita bisa ketemu kembali
Dan bersama lagi seperti sedia kala

Aku sangat merindukan diri’mu
Senyum’mu dan canda tawa’mu
Yang selalu menghiasi hari-hari’ku dengan ceria…

Namun…
Tuhan berkehandak lain
Kita berpisah untuk selama-lamanya
Hanya sebongkah nisan yang tertulis nama’mu
Dan hati’ku berkecamuk tak menentu…

Dalam ruangan kosong dan hampa
Aku terduduk di bangku yang kau duduki itu
Hati’ku menahan isak dan tangis
Dan berderai air mata yang terjatuh bergelimpangan

Oh…Sahabat’ku
Apakah kau rindu kepada’ku
Seperti aku yang merindukan’mu disini
Kau selalu menghiasi hari-hari’ku dengan indah
Kau membuat’ku menjadi bahagia seperti dulu
Namun mengapa kesedihan ini datang kepada’ku

Sahabat’ku…
Seperti apakah dunia’mu sekarang?
Apakah jauh lebih indah dari dunia’mu yang sebelumnya
Aku hanya selalu berdo’a kepada’mu
Agar kau selalu bahagia dan tenang disana
Dan Tuhan selalu menjaga’mu dengan baik…

SAHABATKU
Puisi Sri Wahyuni

Sahabatku….
Detik-detik perpisahan
sudah mulai mendekat
apa yang telah kita lalui bersama
hanya akan tinggal kenangan

Sahabatku…
Dulu kita selalu bersama
selalu bercanda tawa
walau kadang ada luka
dan pertengkaran diantara kita

Sahabatku…
Maaf jika aku pernah
membuatmu tersakiti
maaf jika aku pernah
menyaingi kelebihanmu

Sahabatku…
Aku tau setiap pertemuan pasti ada perpisahan
pertemuan yang kita lalui adalah hal yang indah untukku
namun perpisahannya sungguh sangat pedih

Sahabatku…
Walau kita akan berpisah
walau semua yang kita lalui akan tinggal kenangan
namun yakinlah suatu saat kita akan bertemu lagi

Sahabatku…
Aku sangat menyanyangimu
tetap ingat aku Ya..!
Meskipun engkau jauh disana nanti…

SAHABAT TUK SELAMANYA
Puisi Annisa Lala

Telah lama kau menemani…….
Langkah kaki disepanjang perjalanan hidupku ini
Kau adalah bagian hidupku
Dan aku menjadi bagian hidupmu

Kau seperti angin di bawah sayapku….
Sendiri ku takkan seimbang
Terkadang aku pun bertanya….
Apa jadinya bila dirimu tak ada di jiwa & ragaku?

Sahabat………….
Jangan kau pergi dariku……………..

Tidak semua orang bisa dijadikan sahabat, beruntunglah anda yang sudah menemukan sahabat sejati, jaga ia dan ungkapkan betapa pentingnya ia. Semoga Puisi Persahabatan di atas bisa menginspirasi anda semua tentang betapa pentingnya arti sahabat dan semoga puisi-puisi di atas dapat anda gunakan untuk mencurahkan isi hati kepada sahabat anda.

cerpen :air mata ibu

Suatu ketika, seorang anak bertanya kepada ibunya, “Ibu,
mengapa ibu menangis?”
Ibunya menjawab, “Sebab ibu
adalah perempuan, nak.” “Saya tak
mengerti ibu,” kata si anak. Ibunya
hanya tersenyum dan memeluknya
erat. “Nak, kau memang tak akan
mengerti…”

Kemudian si anak bertanya kepada
ayahnya. “Ayah, mengapa ibu
menangis?” “Ibumu menangis
tanpa sebab yang jelas,” sang ayah
menjawab. “Semua perempuan
memang sering menangis tanpa
alasan.”

Si anak membesar menjadi remaja,
dan dia tetap terus bertanya-
tanya, mengapa perempuan
menangis? Hingga pada suatu
malam, ia bermimpi dan bertanya
kepada Tuhan, “Ya Allah, mengapa
perempuan mudah menangis?”

Dalam mimpinya ia merasa seolah
mendengar jawapannya:
“Saat Ku ciptakan wanita, Aku
membuatnya menjadi sangat
utama. Kuciptakan bahunya, agar
mampu menahan seluruh beban
dunia dan isinya, walaupun juga
bahu itu harus cukup nyaman dan
lembut untuk menahan kepala bayi
yang sedang tertidur.”
“Kuberikan wanita kekuatan untuk
dapat melahirkan bayi dari
rahimnya, walau kerap
berulangkali menerima cerca dari
si bayi itu apabila ia telah
membesar.”
“Kuberikan keperkasaan yang akan
membuatnya tetap bertahan,
pantang menyerah saat semua
orang sudah putus asa.”
“Ku berikan kesabaran jiwa untuk
merawat keluarganya walau dia
sendiri letih, walau sakit, walau
penat, tanpa berkeluh kesah.”

“Kuberikan wanita perasaan peka
dan kasih sayang untuk mencintai
semua anaknya dalam kondisi dan
situasi apapun. Walau acapkali
anak-anaknya itu melukai
perasaan dan hatinya. Perasaan ini
pula yang akan memberikan
kehangatan pada anak-anak yang
mengantuk menahan lelap.

Sentuhan inilah yang akan
memberikan kenyamanan saat
didakap dengan lembut olehnya.”
“Kuberikan wanita kekuatan untuk
membimbing suaminya melalui
masa-masa sulit dan menjadi
pelindung baginya. Sebab
bukannya tulang rusuk yang
melindungi setiap hati dan jantung
agar tak terkoyak.”

“Kuberikan kepadanya
kebijaksanaan dan kemampuan
untuk memberikan pengertian dan
menyedarkan bahwa suami yang
baik adalah yang tak pernah
melukai isterinya. Walau seringkali
pula kebijaksanaan itu akan
menguji setiap kesetiaan yang
diberikan kepada suami agar tetap
berdiri sejajar, saling melengkapi
dan saling menyayangi.”

“Dan akhirnya, Kuberikan ia air
mata, agar dapat mencurahkan
perasaannya. Inilah yang khusus
kepada wanita, agar dapat ia
gunakan bila masa pun ia
inginkan. Ini bukan kelemahan
bagi wanita, kerana sebenarnya air
mata ini adalah “air mata
kehidupan.”

Oleh : Nani Delsya Azzahra II (fb : www.facebook.com/Nani.azzahra )

ibu maafkan aku

By : Ramadhani Azhari (Bocah Lali Omah)

Cerpen Karangan: Ramadhani Azhari
Facebook: https://www.facebook.com/12amadhaniazhar1

Aku adalah mahasiswa baru yang baru setahun masuk dan sekarang lagi ada Ujian Semester. Aku yang selalu hidup bersantai santai dan mulai jarang pulang ke rumah bermain dengan teman sampai tak kenal waktu sehingga membuat ibu selalu cemas dan khawatir. Hidupku saat ini sungguh seperti anak muda jaman sekarang banget. Ibu hanya dianggap sepele seperti pembantu saja. Berangkat kuliah pulang malam, hari libur tidak ada di rumah kelayapan kesana kemari tanpa tujuan yang jelas. Yah begitulah…

Kemuadian, di siang yang cerah saat di ruang kampus aku duduk termenung sendiri menunggu mata kuliah berikutnya. Tiba-tiba datang seseorang mengagetkan aku dengan membawa kabar duka, yaitu Dewi teman sekelasku sekaligus tetangga ku juga. “Rama.. Rama.. Ibumu.. Ibumu..” Berbicara dengan nafas yang tersenggal-senggal karena habis berlarian menghapiriku. “Iya.. iya.. ada apa dengan ibu ku?” Tanyaku bingung dan khawatir. “Itu.. Ibumu kecelakaan..” “Apa…? yang benar kamu Wi?” Tanyaku terkejut. “Iya beneran, Barusan aku ditelpon Ibuku di rumah suruh ngasih kabar ke kamu!” “Apa..” Mataku terbelalak mendengar itu.
Bagai petir yang menyambar pohon yang rapuh, dah pohon itu pun tumbang. Seperti itulah perasaananku saat itu, tak karuan bingung harus melakukan apa dan tanpa pikir panjang lagi ku dengan secepat kilat pulang menuju rumah tak peduli walau itu masih ada jam kuliah yang harus aku ikuti karena adanya Ujian Semester.

Setelah ku berlari dari kampus yang tak jauh dari rumah dan akhirnya sampai, dan di rumah kulihat banyak orang berkumpul di rumah ku, sehingga membuat ku khawatir dan tak tenang. Ku berhenti sejenak dan mulai berpikir negatif akan apa yang terjadi pada ibu ku, seakan ku kehilangan sesuatu yang berharga di dunia ini, dan mulai ku melangkah perlahan lahaan untuk memastikan bahwa itu tidak benar, tapi sebelum sampai masuk rumah dan mengetahui apa yang terjadi sebenarnya, tubuh ini serasa ringan tapi begitu berat untuk ku terus melangkah, dan mendengar suara samar samar orang yang lagi berbicara tapi setelah itu sudah tak terdengar lagi seakan ku mulai terputus dengan dunia ini.

Setelah beberapa menit aku pingsan tepat di depan rumah dan dibawa masuk oleh warga, ku mulai sadarkan diri lagi dan melihat Dewi di samping ku menemaniku dari tadi. “Aku dimana ini?” Tanya ku pada Dewi. “Di rumah mu Rama, di kamarmu ini..” jawab Dewi lirih. “Oh iya, dimana ibuku? Gimana kadaan Ibuku? Aku harus menemuinya!” sambil berdiri dan menuju pintu, tapi secepat aku berdiri secepat pula Dewi meraih tangan ku dan menarikku untuk duduk dan menenangkan diri dulu, tapi karena aku sudah sangat khawatir akan keadaan Ibu aku tetap memaksa untuk keluar kamar dan menemuinya, dan saat ku membuka pintu kulihat sesosok tubuh yang di balut oleh kafan putih dan tertutupi oleh selendang batik, sontak aku langsung membuka penutup itu dan… Aku pun tak sadarkan diri lagi setelah melihat wajah Ibunya yang sudah tak bernyawa lagi. Di waktu yang sama Ayah ku juga baru sampai rumah yang juga tergesa-gesa pulang mendengar kabar duka tersebut, karena tempat kerja Ayah ku jauh jadi agak lama untuk menuju ke rumah, sedangkan aku di bawa masuk lagi ke kamar karena belum sadarkan diri juga.

Di saat aku pingsan pemakamanpun mulai dilanjutkan lagi, karena Ayah sudah datang beserta sanak keluarga yang sudah menunggu dari tadi, dan karena sudah dimandikan sebelumnya jadi tinggal untuk di sholatkan dan segera untuk dimakamkan.

Kali ini pingsan ku lebih lama dibandingkan yang pertama tadi, ku baru sadar kembali setelah beberapa jam setelah kejadian itu. Saat itu pemakaman sudah kelar semua dan warga sekitar beserta saudara sedang mengadakan tahlilan untuk Ibuku, karena sudah tradisi di desa ini, apabila ada orang yang meninggal akan ada tahlilan atau selamatan bagi si almarhun.

Setelah ku tersadar, ku coba untuk duduk dan merenungkan apa yang sudah menimpa ku hari ini, ku benar benar kehilangan seseorang yang paling berharga di dunia ini, seseorang yang selalu ada di setiap jalan hidup ku sampai saat ini, yang selalu sabar dengan semua tingkah lakuku yang sering menyusahkannya dan sekarang sudah tiada.
Ku sedih dan meneteskan air mata yang sebelumnya tak pernah ku lakukan karena ada masalah, tapi ini benar-benar meremukkan hati dan jiwa raga ini. Tiba-tiba ku mendengar suara lirih untuk menguatkan aku. “Rama.. kamu yang sabar yah, semua ini pasti ada hikmahnya.. jadi janganlah kamu menyesali semua ini, semua yang hidup pasti akan mati dan kembali ke Rabbnya..” bujuk Dewi agar ku sedikit tenang, tapi ku masih termenug dan terdiam menyesali semua ini. “Dewi apakah ini hukuman bagiku karena telah menyusahkan dan mengecewakan Ibuku?” Tanya ku sambil menahan air mata yang tak kunjung berhenti ini. “Hm.. Jangan berpikiran beitu Rama, mungkin ini sedah takdir Ibumu dan cobaan bagimu Rama.. jadi tetep bersabarlah..”. “Tapi mengapa harus Ibuku..?” Dengan ekspresi tidak terima dengan semua ini. “Tenaglah Rama.. Sabar..” Dewi mencoba menenankan ku. “Sabar bagaimana.. Melihat Ibuku yang tidak salah apa-apa harus mengalami kejadiaan ini.. Mengapa Dew.. Mengapa? Tolong Dew, Citakan pada ku kejadiannya, ku ingin tahu..” pintaku ke Dewi untuk mengetahui kenapa sampai ini terjadi.
Dan akhirnya Dewi pun menceritakannya, “Begini Rama.. kau tahu hari ini hari apa?.. ini adalah hari ulang tahunmu kan.. Mungkin tidak begitu banyak orang yang mengetahuinya, tapi Ibumu selalu mengingatnya Rama..”. “Trus apa hubungannya dengan kejadian ini?” tanyaku penasaran. “Tadi ku sempat dengar cerita dari ibuku.. Ibumu tadi pagi begitu semangat untuk merayakan Ultahmu, Ibumu ke luar rumah untuk ke pasar membeli bahan-bahan buat nasi kuning kesukaanmu, pas di jalan ibuku bertemu dengan Ibumu dan meyapanya tapi saking senang dan semangtnya sampai sampai tak mendengar sapaan ibuku pagi tadi, padahal biasanya Ibumu selalu menyahutnya apabila ada yang menyapanya tapi kali ini memang sungguh aneh.. tapi pada akhirnya Ibumu dan Ibuku jalan bersama untuk ke pasar dan mengobrol. Dan Ibuku sempat bertanya pada Ibumu “Bu.. tumben nih hari beda dari biasanya.. lebih bagaimana gitu?” Tanya Ibu Dewi. “Beda gimana Ibu? Biasa saja ini.. Cuman saya lagi senang saja karena ini hari Ultah anakku, tadi pagi sebelum berangkat kuliah dia ingin minta di bikinin Nasi Kuning kesukaanya Bu..” jawab Ibuku. “Oh begitu ya Bu.. Ada-ada saja Rama itu.. (Sambil tersenyum) .. Ada yang bisa saya bantu Bu?” “Oh trima kasih Bu… tapi saya bisa tangani sendiri kok Bu..”. “Oh begitu ya Bu..”. Kemudian mereka pun pulang bersama karena bahan yang di beli serasa sudah cukup.”

Sesampainya dirumah Ibumu langsung masuk rumah dan mulai memasak, tapi tak tahu kenapa Ibumu keluar lagi dengan tergesa-gesa. “Lho Bu mau kemana lagi..?” Tanya Ibu Dewi yaag baru mau masuk rumah. “Itu ada yang kurang Bu, ini mau balik lagi ke pasar beli bahan yang kurang itu..” jawab Ibuku sambil tersenyum. Dan tiba-tiba terjadilah tragedi itu. “CIIITTT… BRUUAAKKK…” Suara mobil yang oleng, dan pada saat itu Ibu mu yang baru saja keluar rumah lalu mulai berjalan di tabrak oleh mobil yang oleng tadi, penyebabnya karena mobil itu bannya pecah.. kejadiaanya sangat cepat jadi Ibuku tak sempat memperhatikan itu.. dan yang sangat disesalkan Ibuku saat itu adalah Ibumu tak sempat di selamatkan karena pendarahan yang cukup parah di kepala sehingga meniggal di tempat..”.

Setelah mendengar kejadian itu ku mulai menangis lagi dan lebih parah sebelumnya, tangisan ini lebih berat dan menyakitkan hati sampai air mata ini tak dapat lagi di keluarkan. Dan saat itu pulalah ku berdoa dan meminta serta berjanji pada Allah dalam hati.. “Ya Allah.. maafkan lah hambamu ini, ampunilah dosa hambamu ini yang selalu mengecawakan dan menyusahkan Ibu hambamu ini.. Aku berjanji akan menjadi anak yang lebih baik lagi, lebih berbakti lagi kepada Ibu Ya Allah, Hambamu mohon janganlah Engkau ambil Ibu, kembalikan Ibu Ya Allah..”

Tiba-tiba ku mendengar suara yang cukup keras tepat di telingaku, sehingga membuatku terkejut kaget mendengarnya. Dan akhirnya aku terbangun dan tersadar bahwa aku sedang dibangunkan oleh Dosen yang galak, karena aku tertidur dan tak bangun di atas bangku. Sontak ku bangun dan terdiam karena di omeli Dosen tersebut, dan setelah itu Ujian Semester di lanjutkan lagi. Tapi ada perasaanku yang masih mengganjal di pikiranku, tapi masih begitu samar-samar karena masih kaget karena suara Dosen tadi yang cetar membahana itu.

Dan akhirnya Ujian selesai dan ku ketemu dewi saat keluar kelas, saat itulah tiba-tiba saja air mata ku menetes entah kenapa dan mulai mengingat mimpi yang seperti kenyataan itu tadi. Dan akupun segera pulang untuk memastikan mimpi itu benar atau salah. Dan sesampainya di rumah aku benar-benar bersyukur melihat ibuku masih sehat-sehat saja sedang memasak di dapur, kemudian ku peluk Ibu dan meminta maaf padanya karena kelakuanku akhir-akhir ini.

Mimpi itu benar-benar jadi pelajaran buat ku bahwa Ibu adalah seseorang yang sangat berharga dan tak tergantikan oleh apapun. Mulai saat itu aku merubah gaya hidupku yang berantakan dan terkesan ugal-ugalan menjadi lebih baik.

 

cerpen : pelukan pertama ibu di akhir hidupku

Pagi telah menyambut. Sinar kehangatannya memancar ke seluruh penjuru dunia. Kicauan burung menambah cerahnya pagi ini. Semakin membuktikan kebesaran dari sang pencipta.
Hari ini hari Minggu. Saatnya untuk memberikan waktu istirahat pada otakku, karena selama enam hari dalam seminggu otakku ini lah yang bekerja keras untuk menentukan masa depanku nanti.

Dengan gontai aku meyusuri jalan setapak. menuju tempat di mana aku dapat merasakan kedamaian dan mencurahkan segala isi hati yang tersimpan. Kedua tongkat tua masih setia untuk menyanggah berat badanku. Ya, kalian pasti mengerti, bahwa aku adalah anak yang terlahir secara tidak sempurna. Aku terlahir dengan keadaan yang memilukan. Kedua kakiku tidak dapat berjalan dengan sempurna.. Aku adalah anak yang lumpuh sobat. Kalian tahu, betapa aku di remehkan oleh setiap orang yang melihatku. Tak jarang mereka mencemooh keadaanku tepat di depan mata kepalaku sendiri. Teman-teman di sekolahpun tak sedikit yang berbuat demikian. Namun ada juga beberapa dari mereka yang mau berteman denganku, entah karena mereka benar-benar tulus berteman denganku ataupun hanya karena mereka mengasihaniku, aku tak tau.

Bagi sebagian besar anak seorang Ibu adalah bagaikan dewa penolong di dalam hidupnya. Bagaikan malaikat yang selalu melindunginya. Tapi mengapa aku tak pernah merasa demikian? Aku tak pernah merasakan belaian hangat seorang Ibu, tak pernah ku mendapat kasih tulusnya. Tak pernah aku mendapat kelembutan darinya. Hanya cacian, amarah dan segala tindakan yang semakin membuat hari hari ku terasa semakin menyiksa. Aku tak tau mengapa Ibu bersikap sedemikian tega kepadaku. Apakah karena keadaanku yang seperti ini? Anak seperti apakah yang Ibu inginkan? Apakah Ibu ku menginginkan anak yang sempurna? Cantik bagaikan ratu, ataupun putih bagaikan malaikat? Lalu salahkah aku jika keadaanku seperti ini? Jika aku bisa memilih aku lebih memilih untuk hidup di atas awan saja. Berlari ke sana kemari. Biarkan aku hidup seorang diri, biarkan aku menikmati segala apa yang ada dalam tubuhku. Daripada hidup di antara orang-orang yang tak bisa menerima semua keadaanku. Hidup yang membuat aku semakin merasa bersalah karena telah lahir di dunia ini.

Tak terasa aku telah sampai ke tempat favoritku. Taman indah yang selalu mencoba menghibur di tengah kekalutanku. Aku merasakan bahwa tempat inilah tempat yang paling mengerti dan paling bisa menerima aku di dalamnya. Kusandarkan tubuhku di bawah pohon. Kuhirup segarnya udara sambil kupejamkan mata. Membayangkan banyak pengalaman masa lalu. Kembali aku teringat akan kehangatan sosok seorang Ayah yang selama ini aku rindukan. Ayah yang telah meninggal 4 tahun yang lalu. Tepat di saat aku mulai menginjakkan kaki di bangku SMP. Ayah yang selalu membelai aku dengan kasih sayangnya. Aku merasakan kehagatan sosok Ibu di dalamnya. Ayah selalu membelaku di saat Ibu mulai menyakitiku. Ayahku terserang penyakit jantung. Sungguh saat Ayah meninggal aku merasakan separuh jiwa yang ada dalam tubuhku ikut pergi bersamanya. Mungkin kalian mengira bahwa aku bukalah anak kandung Ibuku, melainkan anak tiri bagaikan di sebuah cerita dongeng masa lalu. Sempat aku berfikir demikian. Namun saat aku tanyakan kepada Ayah, dia menjawab dengan meneteskan air mata. Meyakinkanku bahwa aku adalah anak kandung mereka. Sempat aku mengajukan protes terhadapnya. Aku tak dapat menerima. Jika aku anak kandung mereka mengapa Ibu begitu tega terhadapku. Ayah kemudian memelukku. Mencoba menguatkan hati dan perasaanku. Aku tak tega melijhatnya menangis seperti itu. Maka aku mengalah. Aku mencoba mempercayai meskipun jauh di dalam lubuk hati selalu mencoba untuk menentangnya.

Tak terasa sudah hampir satu jam aku berada di sini. Segera aku bangkit dan mulai berjalan kembali menuju rumah yang membuat aku merasa tak betah di dalamnya. Saat aku berjalan menuju rumah tak sengaja aku berpapasan dengan sekelompok anak jail yang suka mengejekku. Kali ini mereka melakukan hal yang sama seperti biasanya.
“Hai kakak. Kau memang anak yang sempurna yah.”
“Apa yang kau lihat? mengapa kau mengatakan dia sebagai orang yang sempurna?.” Kata anak yang berambut ikal.
“hhaha.. jelas dong.. lihat tuh kakinya.. kerena dia terlalu sempurna sampai-sampai dia memiliki empat kaki sekaligus.. hhaha”
“Hahaha.. benar juga kau. Mengapa ada orang yang seperti ini di dunia? benar-benar tak berguna”
“hhaahahahaha” gelak ketiga anak itu bersamaan.
Tak ku gubris sedikitpun perkataan mereka. Rasanya hati ini sudah mati rasa uuntuk menerima semua perkataan yang menyakitkan. Kembali aku berjalan dengan gontai.

“Dari mana saja kau? Pagi-pagi begini sudah keluyuran. Apakah kau melupakan tugasmu?!” teriak Ibu membuatku kaget. Tak terasa aku sudah memasuki halaman rumah mungilku.
“Maaf Ibu..”
“Maaf.. Maaf.. Apa dengan kata maafmu kau bisa mengembalikan semua waktu yang terbuang karena pekerjaan konyolmu itu? Sekarang cepat cuci baju, piring-piring kotor dan jangan lupa bersihkan seluruh isi rumah.. Kau mengerti?!”
“Mengerti Ibu.”
Beginilah keadaanku. Aku bagaikan seorang pesuruh yang memiliki seorang majikan jahat. Tapi apa daya. Sebagai seorang anak, aku harus menuruti perintah orang tua, terutama Ibu. Meskipun aku tak pernah mengerti, apa arti Ibu sesungguhnya. di dalam hidupku.

Hari terus berganti. Kini aku sudah duduk di bangku kelas 3 SMA. Tak ada yang berubah dari perlakuan ibu kepadaku. Beberapa minggu lagi Ujian Nasional akan datang. Hari dimana penentuan nasib masa depan akan segera di mulai. Kadang aku merasa tidak sanggup untuk berkosentrasi saat di dalam kelas. Bukan karena memikirkan hal hal yang tidak penting, namun karena tubuh dan otakku sudah terlalu lelah akan beban yang selalu ibu berikan kepadaku. Tak ada toleransi ataupun pengertian sedikit darinya. Tapi untunglah di sini ada Siska, sahabatku yang selalu memberi dukungan penuh terhadapku.

Hari yang di tunggu pun tiba. Ujian Nasional perlahan-lahan telah terlewati. Kini hanya tinggal memasrahkan semuanya kepada Tuhan. Aku curahkan segala isi hatiku padanya. Tak lupa juga untuk ku goreskan harapan kecilku pada lembaran-lembaran buku diary yang selama ini menyimpan segala keluh kesah yang ada di dalam benakku.

Hari ini, tanggal 23 Mei 2013, aku kembali mendapat perlakuan kasar dari ibuku. Hanya karena aku sedikit terlambat saat beliau menyuruhku membeli beberapa bahan dapur di pasar. Keterlambatan itu tak pernah aku sengaja. Tongkat tua ku lah yang membuat semuanya menjadi lambat. Mungkin tongkat tua itu telah lelah menemaniku selama ini sehingga saat aku gunakan pergi ke pasar, salah satu dari tongkat itu patah sehingga aku harus berhenti dan menggunakan berbagai cara sehingga aku bisa berjalan dengan kedua tongkat ku itu. Penjelasan tak di terima oleh ibuku, sehingga dia terus memukuliku. Tak di hiraukan isakan maupun teriakan sakit dariku. Saat itu aku memang telah pasrah. Biarkan ibuku melakukan apa yang bisa membuat dirinya merasakan senang meskipun nyawaku adalah taruhannya.

Malam semakin larut, menambah sakit tubuh ini. Besok adalah hari pengumuman kelulusan untuk tingkat SMA/K dan sederajat. Perasaan tegang sedikit menghampiriku. Perasaan tegang ini sama sekali tak dapat mengurangi seluruh sakit di dalam tubuhku. Ku coba memulai tidurku, berharap esok mendapatkan hal yang sedikit lebih indah daripada hari ini.
Tok.. tok… tok..
“Selamat siang”
“Oh kau Siska, ada apa?”
“Dina nya ada bu? saya mau mengabarkan hasil kelulusannya. Sebab dari tadi saya tunggu di rumah, Dina tidak kunjung datang. Kebetulan kakak Siska datang sehingga tidak perlu repot repot pergi ke warnet untuk melihat hasil kelulusan secara online.”
“Ibu gak tau Dina di mana. Sebab dari tadi pagi Ibu sudah gedor-gedor kamarnya juga tak ada jawaban darinya. Daripada ibu marah marah kepadanya hari ini mending ibuk biarkan dia mengurung dirinya seperti itu di dalam kamar. Itu lebih baik, karena setelah ini mungkin ada teman ibu yang mau mampir ke sini. Jadi dia tidak membuat malu saya”
“Astagfirullah, ibu istighfar. Bagaimanapun Dina anak ibu. Dia anak yang patut di banggakan. Meskipun dia cacat secara fisik namun kemampuan berfikirnya luar biasa. Dia mendapat nilai tertinggi di sekolah kami”
“Oh, benarkah? bagus kalau begitu. Tidak menambah beban fikiran ibu. Kalau kau mau menemuinya, langsung saja pergi ke kamarnya. Ibu mau keluar sebentar.”

Tok.. tok..
“Dina, apa kau di dalam? ini aku Siska. Aku membawa berita baik untukmu”
Hening.. Tak ada jawaban. Karena lama tak ada jawaban maka dengan terpaksa Siska mencoba mendobrak pintu kamar Dina. Siska merasa ada yang aneh, sebab pintu terkunci dari dalam, menandakan seharusnya si pemilik kamar berada di dalamnya. Pintu terbuka. Terlihat di mata Siska, Dina terbaring lemah tak berdaya. Wajahnya pucat. Siska hendak membangunkannya namun niatnya berubah ketika jemarinya menyentuh bagian tubuh sahabatnya itu. Dingin sekali dan terasa kaku. Seakan masih tak percaya dengan apa yang dia fikirkan, dia mencoba memeriksa denyut nadi di tangannya. Sontak dia menjerit, menangis pilu. Jeritan dan raungan yang cukup membuat para tetangga yang mendengarnya kaget. Lantas para tetangga yang mendengar teriakan Siska berbondong-bondong memasuki rumah Dina. Bergegas menuju di mana sumber teriakan berada. Mereka semua tercengang ketika melihat apa yang ada di depan mata mereka. Tubuh Dina yang sudah tak bernyawa dengan sahabat di sampingnya yang terus menangis histeris. Para tetangga segera mencoba menenangkan Saskia. Ibu Restu, ibunda Dina yang baru datang setelah kepergian sesaatnya sangat kaget melihat kondisi rumah yang penuh sesak dengan para tetangganya. Raut mukanya menampakkan kebingungan yang amat dalam.
“Ada apa ini? Mengapa kalian semua berkumpul di sini?”
“Bu Restu, ibu harus sabar dan tabah”
“Apa maksud kalian?”
“Anak ibu, Dina sudah di panggil oleh sang khalik”
“Apa? Tidak mungkin … Dinaaa!”

Ibuku tercinta, kini kau peluk aku saat aku sudah tak bernyawa. Jasadku memang sudah mati bu, tapi arwahku di sini. Di sampingmu. Mengapa bu.. mengapa kau baru memelukku sekarang? selama 17 tahun kau tak pernah memelukku seperti ini. Bu, aku sangat meyayangimu. Tapi mengapa kau bersikap demikian kepadaku. Bu.. dengar aku.. aku di sampingmu. Aku ingin marah padamu. Tapi aku terlalu menyayangimu bu.. Percuma kau peluk aku sekarang, karena yang kau peluk hanyalah jasad yang telah mati, yang setelah ini akan hancur menjadi tanah. Aku ingin merasakan pelukan yang nyata darimu. Bu, bisakah kau mengatakan bahwa kau juga sangat menyayangiku? Biarkan aku mendengarnya bu. Biarkan aku bawa pelukan terakhirmu di tempat kedamaianku. Bu, sebenarnya aku takut akan kematian ini, tapi mungkin inilah jalan yang lebih indah untuk mengakhiri penderitaanku. Aku akan bertemu ayah yang menyayangiku bu, bertemu dengan malaikat tanpa sayapku, separuh jiwaku. Satu. satunya orang yang meyayangiku tanpa batas dan pamrih. Hanya Ayah bu, dan sekarang, sebentar lagi aku akan bertemu dengannya. Bu.. dengarkan aku. Aku sangat menyayangimu, aku lahir karenamu dan matipun juga karenamu. Sampai kapanpun kau tetaplah Ibu yang terbaik untukku..

“Dinaaa! bangun nak. Maafkan ibu. Ayo bangun nak. Ibu janji tidak akan menyakitimu lagi nak. Ibu sangat menyayangimu.. Ibu inginkan kau kembali di samping ibu. Ayo sayang, bangun. Jangan kau hukum ibu seperti ini”

Ibu… maafkan aku. Aku lebih memilih untuk tinggal bersama Ayah di sini. Aku sudah tak mampu untuk kembali menatap dunia yang terlalu keji kepadaku bu. Bu.. percayalah, aku selalu di hatimu. Aku darah dagingmu dan sampai kapanpun aku tetap selalu mengingatmu. Bu, ijinkan Dina pergi menuju kedamaian. Aku selalu mendoakan apa yang terbaik untukmu. Semoga ibu mendapatkan hidayah dari kepergianku bu. Teruskanlah hidup ibu ke arah yang lebih baik. Aku sudah tenang bu, karena mungkin aku telah mendapatkan pelukan kasih pertama dan terakhirmu ibuku tersayang …

– END –

Cerpen Karangan: Anteng Maya Surawi
Facebook: Umeegg Mhaiya SiiAnashikatosha

cerpen jeritan seorang anak

JERITAN SEORANG ANAK
Karya Dessy Ratna PuspitaDi Senja itu, aku duduk termenung menatap indahnya langit. Khayalku mulai datang, terbayang di depan mataku keharmonisan keluarga yang mana salah seorang anak itu adalah aku, lalu kakakku dan orang tua itu adalah ayah dan ibuku, alangkah bahagianya aku bila dapat seperti itu. Ahh tiba-tiba khayalku pudar, saat suara ibu ku menggelegar di kupingku. “Hey pemalas ….. bangun kau dari tempat dudukmu itu, kerjakan apa yang seharusnya kau kerjakan. Dasar anak tak tau diri!!!” bentaknya dari dalam rumah. Dengan wajah pasi akhirnya aku masuk kedalam, lalu aku kerjakan semua pekerjaan rumah seperti mencuci, mengepel, dan lain sebagainya. Setelah 2 jam akhirnya semua pekerjaan rumahku selesai, yah walau tanpa bantuan siapapun termasuk ibuku. Hari minggu memang hari yang ahhh tak mampu ku gambarkan keadaan itu. Rasanya aku seperti bukan dari bagian dari keluarga ini. Walau senja seperti ini pun pekerjaan masih saja menumpuk, padahal pagi aku telah mengerjakannya hingga selesai.

Sungguh, beruntungnya kakak ku itu (dengan wajah sendu dan menopang dagu) tak pernah di suruh apapun hanya perlu belajar, duduk, makan dan menikmati semua yang ada. Ahh tak seperti aku, yang harus ini harus itu dan terkadang masih saja salah. Kini malampun telah tiba, seusai sholat maghrib suara ayah mengiang dikupingku. “Eh Ami, sudah kamu siapkan belum makan malam untuk kami ..HAH!!!” itulah kata-kata yang selalu ku dengar darinya. Setelah mendengar itu, akhirnya aku bergegas untuk memasak makan malam untukkami semua. Namun, malangnya aku seperti biasa aku harus makan sendiri di dapur atau dimanalah agar mereka tak menatapku, karena kata mereka aku ini memuakkan.
Jeritan Seorang Anak
Aku tak pernah tau sesungguhnya apa salahku pada mereka. Seusai makan malam, aku kembali kekamarku dan lekas mengambil diaryku lalu kutulis di diary itu.
“Dear Ayah, Ibu dan Kakak kesayanganku”
“Ayah … mengapa kau tak bisa memanggilku dengan lembut seperti layaknya ayah lain memanggil anaknya, aku ini juga anakmu ayah. Ibu… mengapa tak sekalipun kau memanjakanku layaknya Ibu manjakan kakak dengan segala yang ada??? Dan untuk kakak, mengapa kakak tak pernah sekalipun membantuku, membelaku, mengajariku serta menyayangiku. Apakah aku ini hanya anak pungutan hingga tak layak dapat kasih saying dari kalian semua. Ataukah kehadiranku memang tak pernah di inginkan oleh kalian.”
Setelah menulis itu, aku menangis sejadi-jadinya, sungguh rasanya amat sakit hidup di tengah-tengah keluarga yang tak pernah menyayangiku. Pernah waktu itu aku berfikir ingin sekali lari dari rumah, menemukan keluarga lain yang mungkin akan menyayangiku. Namun, aku terlalu sayang dengan mereka, walau mereka tak menyayangiku. Ahh… cukuplah tangisku ini, aku harus belajar sebab esok adalah semester pertamaku dikelas XII ini. Aku selalu bertekad untuk selalu mendapat peringkat kedua, karena aku ingin sekali nantinya masuk ke Universitas yang terbaik.
Satu minggu berlalu pertanda berakhirnya ujian semesterku. Ohh sungguh walau di tengah-tengah kesibukan belajarku untuk semester, tetap saja mereka menyuruhku seperti hari biasa. Tapi, tak apalah mungkin ini adalah jalanku. Kini waktu semakin mendekat ke ujian nasional, aku tetap mengerjakan apa yang telah menjadi kewajibanku tapi di samping mengerjakannya aku tetap belajar.
(mendekat waktu ujian nasional)
Duh.. sudah tinggal 2 hari lagi nih…. Bila aku izin dengan ayah dan ibu untuk focus pada ujian ku, kira-kira apa ya yang akan terjadi, batinku dalam hati. Hmm akhirnya kau memberanikan diri untuk bertanya pada mereka. Aku berjalan dengan langkah ragu menuju beranda rumah tempat Ayah, Ibu dan kakakku, lalu aku berkata “Ayah, Ibu (mereka menoleh padaku) aaakk aakkuu”. Belum selesai aku berkata Ayah membentakku “Heh kamu ngomong tinggal ngomong saja susah!! Cepetan ngomong muak saya liat muka kamu!!”. Sungguh kata-kata itu sangat menyakiti hatiku. Lalu ku beranikan lagi berkata “ayah, aku hanya ingin meminta sebuah permohonan, aku hanya ingin belajar full minggu ini jadi aku mungkin tidak akan bekerja maksimal seperti biasa ayah. Tolonglah ayah, aku akan mengahadapi ujian nasional ” (dengan nada memohon dan mengiba pada ayah). Sejenak ayah berfikir, dan akhirnya ayah berkata “baik untuk kali ini saya ijinkan kamu !!hanya untuk ini saja”. “Terimakasih ayah, ayah baik sekali padaku. Tenang ayah aku pasti akan mendapatkan nilai terbaik untuk ayah, ibu dan kakak. Aku berjanji pada kalian”. “Ahh… sudah pergi kau cepat-cepat muak aku melihatmu!!” itulah kata-kata ibu yang menyakitkan lagi untuk ku dengar. Tapi, tak apalah aku harus tetap semangat.
Esok adalah hari pertamaku ujian dan aku sangat bersemangat sekali ingin membuktikan pada kedua orang tuaku. Malam sebelum hari pertama ujian nasional, aku menulis dalam diaryku “Dear Ayah. Ayah terimakasih untuk waktu belajarku. Aku sayang ayah… aku sayang ibu dan juga aku sayang kakak. Aku ingin punya keluarga harmonis seperti dalam khayalku selama ini ayah, ibu .. dapatkah kita seperti itu???”.
Hari demi hari ujian nasional telah ku lewati dan mala mini adalah maam terakhir aku belajar untuk ujian nasional besok. Namun sebelum aku tidur, aku menulis sesuatu dalam diaryku :Dear Ayah, Ibu dan Kakak …
“Aku sangat sayang kalian, aku tak pernah sedikitpun membenci kalian. Walaupun kalian seperti tak pernah menyayangiku, aku selalu tegar saat ayah dan ibu berkata padaku dengan kasar sekali bahkan kata-kata yang keluar dari mulut ayah dan ibu adalah kata-kata paling menyakitkan yang yang pernah aku dengar, Tapi tak apalah, itu adalah kata-kata yang selalu menyemangatiku selama ini, karena ayah dan ibu juga kakak tak pernah sedikitpun memberikan semangat padaku dan selalu saja menyalahkan aku jika ada sesuatu yang tak beres atau yang tak kalian suka dariku. Sungguh Ayah, aku ingin sekali di sayangi oleh ayah dan ibu juga kakak… selama in aku sangat iri pada teman-temanku yang selalu mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka, aku menginginkannya ayah. Ibu … aku ingin kau manjakan seperti kakak, aku ingin makan bersama dengan kalian saat makan. Aku tidak ingin disishkan di dapur, aku tidak ingin dianggap tidak ada dan aku juga tidak ingin tidak terlihat seperti bagian dari keluarga ini. Ibuku tersayang… terimakasih telah melahirkanku ke dunia ini, tanpamu aku mungkin takkan berada disini, terimakasih juga telah merawatku selagi aku kecil. Ibu…. Nyanyikan aku lagu tidur sekali saja, Ibu hidupku terasa amat hampa tanpa kasih sayangmu… Ibu aku sayang ibu selamanya. Ibu jika nanti aku belum sempat membuatmu bangga, maafkanlah anakmu ini dan jangan lagi muak untuk mendoakanku. Aku rindu ibu… Ibu….. samakan aku dengan kakak. Ibu………………… ”

Oh tidak aku tertidur semalam, aku harus mandi sekarang karena ini adalah hari terakhirku ujian. Seusai mandi seperti biasa, aku akan cepat-cepat berangkat walau waktu menunjukkan pukul 06.00 pagi. Sebelum berangkat, untunglah aku masiih sempat berpamitan pada ayah dan ibu, dna ternyata hari ini ayah dan ibu tersenyum padaku. Aku merasa bahagia sekali hari ini. Apakah Tuhan mendengar doaku ya (gumamku dalam hati).
Sesampainya di sebrang sekolah, saat Ami hendak melangkah. Tiba-tiba.. Gubrakkkkkkkkkkkk sitttttttttt dan terdengar jeritan “aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu”. Teriakan suara Ami yang terakhir, karena tiba-tiba ada sebuah mobil meluncur dengan kecepatan tinggi menabraknya hingga tewas.
Salah seorang teman Ami yang melihat kejadian itu langsung menghubungi Ibu Ami, dan mengatakan bahwa Ibu Ami harus cepat datang kesekolah sekarang Ibu Amipun bingung dan bergumam “dasar anak menyusahkan, ada apa lagi sih dengan anak ini!!”. Beberapa saat kemudian Ibu Ami datang ke sekolah, dan mendapati banyak orang mengerumuni sesuatu. Dan tiba-tiba Ibu Ami di sapa seorang anak SMA juga, “Ibunya Ami ya Bu ??”, Ibu Ami berkata “Iya, emang ada apaan sih nelpon-nelpon tadi??”. “Maaf Ibu, Ibu bisa liat di kerumunan orang-orang itu”.
Lalu, Ibu Ami bergegas melihatnya. Ibu Ami terpaku melihat jenazah yang tengah di kerumuni ternyata adalah Ami anaknya yang telah berlumur darah, dan tiba-tiba air mata mengalir denga derasnya dari mata Ibu Ami. Ibu Ami berteriak-teriak “ami….. ami ….. bangun nak, jangan pergi nak, jangan tinggalkan Ibu. Ibu berjanji tak akan lagi kasar padamu tapi buka matamu nak. Maafkan ibu nak, ibu menyesal”.
Disore hari, Amipun dikuburkan. Ibu, Ayah dan kakaknya menangis tiada henti sejak kedatangan jenazah ami di rumah hingga ami telah di makamkan. Malam hari, Ibu Ami masuk ke kamar Ami yang hanya dapat di kenang oleh nya. Tiba-tiba Ia menemukan surat yang ditulis Ami pada malam hari sebelum Ami meninggal, Ibu Ami membacanya hingga tiada kuasa lagi membendung kesedihannya. Ia amat menyesal telah menyia-nyiakan Ami, tapi penyesalan hanyalah penyesalan dan tak mungkin untuk di ulang lagi apa yang telah berlalu.***

PROFIL PENULIS
Nama : Dessy Ratna Puspita
TTL : Tugumas, 11 Januari 1997
Hobi : Menulis, membaca
Alamat facebook :https://www.facebook.com/echie.puspithamoudybaeq?ref=tn_tnmnSaran dan kritik di tunggu sobat, mampir ya ke blog gw ceritakehidupan333.blogspot.com

—-
No. Urut : 517
Tanggal Kirim : 31/01/2013 20:30:05

 

cerpen sebuah janji

Sebuah Janji
Oleh: Rai Inamas Leoni

“Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis…”
***

Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.

“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya…” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.

“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.

Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.

Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.

Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.

“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
***

“Wina….”

Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.

“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.

“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”

“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.

“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.

“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”

“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.

Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”

“Tau ah gelap!”
***

Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.

“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.

Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”

Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.

“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.

Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***

Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.

“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.

“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.

“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.

Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!

“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.

Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.

Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”

“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”

Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.

Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.

“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.

“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”

“Nggak apa-apa dari hongkong!?”
***

Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.

“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.

“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.

“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.

“Nggak.”

“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…

Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.

Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.

“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”

“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.

“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”

Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?

“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.

Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.
***

Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”

“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.

Dear wina,

Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue.

“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”

“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.

Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.

“Janji..” gumam Wina lirih.
***

By : Rai Inamas Leoni
TTL : Denpasar, 08 Agustus 1995
Sekolah : SMA Negeri 7 Denpasar
Blog : raiinamas.blogspot.com

cerpen kado terakhir untuk sahabat

KADO TERAKHIR UNTUK SAHABAT
Karya Nurul Alma Febriyanti
Lima hari sebelum kawanku pindah jauh disana. Selepas makan siang, aku langsung kembali beranjak ketempat aku bermain dengan sahabatku.
“hei, kemana saja kamu? Daritadi aku nungguin” Tanya sahabatku yang bernama Alvi. “tadi aku makan siang dulu” jawabku sambil menahan perut yang penuh dengan makan siang “ah ya sudah, ayo kita lanjutkan saja mainnya” sahut Alvi. Tidak lama saat aku & Alvi sedang asyik bermain congklak, Rafid adiknya Alvi datang menghampiri kami berdua.
“kak, aku pengen bilang” kata Rafid “bilang apa?” sahut Alvi penasaran “kata bapak, sebentar lagi kita pindahan” jawab Rafid “hah? Pindah kemana?” tanyaku memotong pembicaraan mereka “ke Bengkulu” jawab Rafid dengan singkatnya “ya udah kak, ayo disuruh pulang sama ibu buat makan siang dulu” ajak Rafid ke Alvi “iya deh.. ehm.. Alma, aku pulang dulu ya aku mau makan siang” ujar Alvi “eh, iya deh aku juga mau pulang kalau gitu” sahutku tak mau kalah.

Sesampainya dirumah aku langsung masuk kedalam kamar & entah kenapa perkataan Rafid yang belum pasti tersebut, terlintas kembali ke pikiranku. “Andai perkataan tersebut benar, tak terbayang bagaimana perasaanku nanti” ujarku pada cermin yang menatapku datar “sudahlah daripada aku memikirkan yang belum pasti lebih baik aku mendengarkan musik saja” ujarku kembali sambil beranjak mengambil mp3. Tak lama kemudian aku mendengar sebuah pembicaraan, yang aku tau suaranya sudah tak asing lagi bagiku yaitu orang tuaku & orang tua Alvi sahabatku. Aku mencoba mendekati pintu kamar untuk mendengarkan pembicaraan itu. Tak lama tanganku keringat dingin, aku sudah mendapatkan inti pembicaraan ternyata benar apa yang dikatakan Rafid pada Alvi tadi siang bahwa mereka akan pindah kurang lebih sebulan lagi.

Lemas sudah tubuhku setelah mendengar kabar itu, tiba-tiba ibu mengetuk kamarku & mengagetkanku yang sedang bingung itu. *Tok3X… “Alma, kamu mengunci pintu kamarmu ya” Tanya ibu sambil mencoba membuka pintu “enggak kok” jawabku dengan lemasnya “kamu kenapa.. ayoo buka kamarmu!!” teriak ibu “iya.. sebentar” sahutku sambil membuka pintu.
“ngapain kamu mengunci kamar?” Tanya ibu.
“gak knapa2… tadi aku memang lg duduk didepan pintu” jawabku sambil menoleh keruang tamu yang berhadapan dengan kamar tidurku.
“ya sudah, tadi orang tuanya Alvi bilang kalau mereka ingin pindah bulan depan”
“iya, aku sudah tau” sahutku kembali ke kamar tidur.
“oh kamu tidak sedih kan?” Tanya ibu yang menghampiriku.
“…” tak kujawab pertanyaan ibu.
“hm.. sudahlah tak usah dibahas dulu.. sana tidur siang dulu biar nanti malam bisa mengerjakan PR” ujar ibu sembari mengelus elus rambutku.
“iya…” jawabku singkat.

Esoknya tepat dihari Minggu, matahari pagi menyambutku. Suara ayam berkokok dan jam beker menjadi satu. Tetapi, aku tetap saja masih ingin ditempat tidur. Sampai sampai ibuku memaksaku untyk tidak bermalas malasan.
“Alma, ayoo bangun.. perempuan gak baik bangun kesiangan” ujar ibu sambil melipat selimutku. “sebentar dulu lah.. aku masih ngantuk” sahutku sambil menarik selimut ditangan ibu. “itu Alvi ngajak kamu main.. ayoo bangun!!” ujar ibu kembali sambil mengeleng gelengkan kepala. “oh oke oke” sahutku semangat karena ingat bahwa Alvi akan pindah sebulan lagi. Lalu, aku langsung beranjak dan segera lari keluar kamar tidur untuk mandi & sarapan. Setelah itu Alvi tiba-tiba menghampiri rumahku
“Assalamualaikum, Alma!!” panggil Alvi dari depan rumah.
“walaikumsallam, iya!!” sahut ibuku yang beranjak keluar rumah.
“oh ibunya Alma, ada Alma nya gak?” Tanya Alvi.
“Alma nya lagi sarapan, sebentar ya tunggu dulu aja. Sini masuk” jawab ibuku.
“iya, terimakasih” sahut Alvi.

Ketika aku sedang asyik asyiknya sarapan, Alvi mengagetkanku.
“Alma, makan terus kau ini” ujar Alvi sambil tertawa. “yee, ngagetin saja kamu ini. Aku laper tau” sahutku sambil melanjutkan sarapan. “kok gak bagi-bagi aku sih” Tanya Alvi sambil menyengir kuda. “kamu mau, nih aku ambilin ya” jawabku sambil mengambil piring. “hahaha.. tidak, aku sudah makan, kau saja sana gendut” sahut Alvi sambil tertawa terbahak bahak. “ ya sudah” jawabku kembali sambil membuang muka. Tak berapa lama kemudian, sarapanku habis lalu Alvi mengajakku bermain games.
“sudah kan, ayoo main sekarang” ajak Alvi semangat.
“aduh, sebentar dong. Perutku penuh sekali ini” sahutku lemas karena kebanyakan makan.
“ah ayolah, makanya jangan makan banyak-banyak. Kalau gitu kapan mau dietnya” ujar Alvi menyindirku.
“ya sudah ya sudah.. ayoo mau main apa?” ajakku masih malas.
“Vietcong yuk tempur tempuran” jawab Alvi semangat seperti pahlawan jaman dulu.
“hah, okedeh” sahutku sambil menyalakan laptop milik ayah.

Kemudian, aku dan Alvi bermain games kesukaan kami berdua. Kami bermain bergantian, besar besaran skor, dll tidak berapa lama ibunya Alvi memanggilnya untuk pulang. “Assalamualaikum, ada Alvinya gak?” Tanya ibunya Alvi sambil tersenyum denganku. “ada-ada.. Alvi! ibumu mencarimu” kataku kepada Alvi yang sedang asyik bermain. “iya.. sebentar lagi, emangnya kenapa?” Tanya Alvi. “aku tidak tau, sana kamu pulang dulu. Kasian ibumu” ujarku sambil mematikan permainan. “huh… iya iya” sahut Alvi beranjak pulang kerumahnya.

Tak berapa lama, Alvi mengagetkanku saat aku sedang asyik melanjutkan permainan yang sedang aku mainkan. “Alma!!” panggil Alvi sambil menepuk pundakku. “Apa??” jawabku kaget. “aku pengen bilang sesuatu nih, hentikan dulu mainannya” ujar Alvi. “iya!!” jawabku agak kesal. “jadi gini.. dengarkan ya… ternyata aku akan pindah 3 hari lagi” cerita Alvi. “hah? Kok dipercepat??” sahutku memotong pembicaraan Alvi. “aku juga tidak tau, kau sudah memotong pembicaraanku saja. Sudah ya aku harus pulang ini.. bye!” ujar Alvi beranjak keluar rumah. “tunggu!! Kau serius??” tanyaku dengan penuh ketidak percayaan. “serius.. dua rius malahan” jawab Alvi sambil memakai sandal. “oh ok.. bye!!” sahutku kembali. Setelah Alvi pulang kerumahnya, aku langsung lari masuk kedalam kamar & mengunci diri. Aku tidak tau apa yang harus kulakukan sedangkan sahabatku sendiri ingin pindahan. Terlintas dipikiranku untuk memberikan Alvi sahabatku sebuah kado yang mungkin isinya bisa membuat Alvi mengingat persahabatan antara kita selamanya walaupun sampai akhir hayat nanti kita tak akan dipertemukan lagi. Ku ambil buku diary & kutuliskan cerita-cerita persahabatanku dengan Alvi. Tak lama kemudian , terpikirkan suatu hadiah yang akan kukasih dihari dia pindahan nanti lalu, aku ambil uang simpanan yang kusimpan didompetku & ku piker-pikir uangnya cukup untuk membelikan hadiah untuk Alvi.

Besoknya sehabis pulang sekolah, aku langsung berlari ke toko sepatu dekat rumahku. Ku lihat-lihat sepatu yang cukup menarik perhatianku, tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang menghampiriku.
“hai nak, kamu mencari sepatu apa?” Tanya seorang bapak yang menurutku adalah pemilik took sepatu tersebut.
“i..iya pak, maaf ada sepatu futsal tidak?” tanyaku sambil celingak celinguk kesegala rak sepatu.
“oh, ada kok banyak.. untuk apa? Kok perempuan nyari sepatu futsal?” Tanya pemilik sepatu itu sambil tertawa melihatku yang masih polos.
“bukan untukku pak, tapi untuk sahabatku” jawabku dengan polosnya.
“teman yang baik ya, memangnya temanmu mau ulang tahun?” Tanya pemilik toko itu. Entah kapan pemilik toko itu berhenti bertanyaku.
“iya” jawabku berbohong karena tak mau ditanya-tanya lagi.
“ok, sebentar ya. Bapak ambilkan dulu sepatu yang bagus untuk sahabatmu” ujar pemilik toko sepatu itu sambil berjalan ke sebuah rak sepatu.
“sip, pak” sahutku.

Tak lama, si pemilik toko sepatu itu kembali sambil membawa sepasang sepatu futsal.
“ini nak!!” kata pemilik toko sepatu itu.
“wah bagus sekali, berapa pak harganya?” tanyaku sambil melihat lihat sepatu yang dibawa oleh si pemilik toko itu.
“bapak kasih murah nak untukmu.. ini aslinya Rp. 60.000 jadi kamu bayar Rp.20.000 saja nak” jawab si pemilik toko itu sambil tersenyum.
“terima kasih banyak pak, ini uangnya” sahutku.
“iya nak, sama-sama” ujar sipemilik toko tersebut.
Setelah itu, aku kembali kerumah & mulai membungkus kado untuk Alvi. Mungkin ini hadiahya tidak seberapa, kutuliskan juga surat untuk Alvi.
Malamnya aku masih memikirkan betapa sedihnya perasaanku nanti jika sahabatku pindah pasti tidak bisa bermain bersama lagi seketika air mataku menetes & tiba-tiba ibu mengetuk pintuku. “Alma, ayo kerjakan dulu PRmu nanti kemalaman” ujar Ibu dari depan pintu kamar tidurku. “i..iya” sahutku sambil mengelap tetesan air mata yang membasahi buku yang sedang aku baca. Saat itu pikiranku masih campur aduk entah harus senang, sedih atau apa. Aku tidak bias konsen mengerjakan PR malam itu.

Besoknya disekolah, aku sering bengong sendiri sampai-sampai guruku bertanya kenapa aku seperti itu. Ku jawab saja dengan jawaban yang sangat singkat karena aku sedang memkikirkan bahwa besok lah dimana aku akan berpisah dengan sahabatku sendiri. Sepulang sekolah, aku langsung berlari memasuki kamar lagi, mengurung diri hingga malam. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahku & kuintip lewat jendela kamar. Tak lama kemudian juga Ibu memanggilku untuk keluar kamar sebentar.
“Alma, ayoo keluar sebentar. Ada Alvi nih” ajak ibu sambil membuka pintu kamarku.
“iya…” jawabku beranjak keluar kamar.
“nah kamu sudah disini, jadi begini besok kan Alvi mau pindah ayoo berpamitan dulu” ujar ibuku.
“Alma!!” peluk ibunya Alvi kepadaku. “maafin tante sama Alvi beserta keluarga ya jika punya salah sama kamu, ini tante ada sesuatu buat kamu” kata ibunya Alvi sambil memberiku sekotak coklat.
“i..i..iya” sahutku tak bisa menahan perasaan & sejenak kuingat bahwa aku juga punya hadiah untuk Alvi.
“Alvi, ini ada hadiah buat kamu. Terima ya” ujarku mulai menangis.
“iya. Alma jangan nangis dong” jawab Alvi.
“aku..” sahutku semakin sedih.
“sudah kamu tidak usah sedih nanti suatu saat kalian bisa ketemu kembali kok, ibu yakin” kata ibu sambil menghapus air mataku.
“ya udah, Alma jangan nangis ya… oh iya ini tante kasih no telp. Tante biar nanti kalau Alma kangen sama Alvi bisa sms atau telepon ya” ujar ibunya Alvi sambil menghapus air matanya pula yang hendak menetes.
“iya..” jawabku sambil masih menangis.
Malam pun tiba, Alvi dan keluarganya pun berpamit & harus segera pulang. Aku pun kembali ke tempat tidur & mulai menangis. Ku gigit bantal yang ada didekatku tak tahan aku melihat hal tadi.

Esoknya, tepat dipagi hari. Suara mobil kijang mengagetkanku & bergegas aku keluar. Ku lihat Alvi & keluarganya sudah bersiap-siap untuk berangkat, tubuhku mulai lemas ibu pun mengagetkanku untuk segera bersiap siap sekolah. Sebenarnya aku ingin tidak sekolah dulu hari itu tapi bagaimana juga pendidikan yang utama. Aku bergegas kesekolah tapi sebelum itu, aku berpamitan dengan Alvi lagi.
“Alvi!!” panggilku dari jauh.
“Alma!!” jawabnya sambil mendekatiku.
“jaga dirimu baik baik disana ya kawan, semoga banyak teman-teman barumu disana & jangan lupakan aku” ujarku mulai meneteskan air mata.
“iya, kamu tenang. Kalau kamu sedih kepergianku ini tidak akan nyaman” sahutnya sambil memberiku tissue.
“iya… terima kasih” jawabku kembali sambil menghapus airmata dengan tissue yang diberikan oleh Alvi.
“oh iya Alma, thanks ya buat kadonya itu bagus banget… aku juga udah baca suratnya… terima kasih banyak ya… akan kujaga terus kado mu” ujar Alvi menatapku.
“iya.. sama-sama karena mungkin itu kado terakhirku untukmu kawan” sahutku sambil tersenyum tak menunjukkan kesedihan lagi.
“kau memang sahabat terbaikku selamanya” kata-kata terakhir Alvi yang ia ucapkan kepadaku. Disitulah aku berpisah & disitulah aku harus menempuh hidup baru, juga makna dari sebuah persahabatan tanpa menilai kekurangan seorang sahabat.

~Selesai~

PROFIL PENULIS
Hi~ my name is Nurul Alma Febriyanti, but you can call me Alma. I was born on 13th of February 1999. this is my first short story telling that I have been published. I hope all of you like my short story… enjoy it! ;D and if you want to know more of me, you can follow my twitter >> @alma_fbrynt

cerpen pentingnya musik dalam hidupku

Aku adalah salah seorang manusia yang sangat menyukai musik, saat hatiku gundah hanya musik yang dapat menemaniku, saat senang pun hanya musik yang aku inginkan di dekatku.

Teman tak sedekat musik, namun musik dapat sedekat sahabat, hanya musik yang dapat mengerti segala suasana. Awalnya aku pikir musik adalah hal yang biasa, tapi ternyata musik itu luar biasa.

Di saat aku kehilangan teman yang sangat ku sayangi, musik dapat menggambarkan perasaanku saat itu. Teman yang dulu selalu ada untuk ku di saat aku senang maupun sedih. memang ia pergi karena tuntutan pendiddikan. Baru ku sadari ia bukan sekedar teman namun sahabat yang sangat aku banggakan, aku cintai, aku harapkan. saat ia pergi pun ia hanya meninggalkan sebuah lagu kenangan yang sangat menyentuh hatiku.

Hari demi hari, sedikit demi sedikit aku dapat menghilangkan rasa sedihku hanya dengan mendengarkan lagu darinya. “Teman, walaupun kau pergi jauh aku yakin kau baik-baik disana dan tak pernah melupakanku”. Entah mengapa keadaanku semakin memburuk, bukan hatiku namun jiwaku bukan karena temanku. Namun karena penyakit yang aku derita. Ya Tuhan cobaan apalagi ini? Apa aku sanggup menjalani ini semua? Dapatkah akau turunkan mukjizat agar aku semangat menghadapi segala cobaan ini. Teman, lagumu masih dapat ku dengar, hangatkan kebersamaan kita masih dapat ku rasakan. Kepedulianmu masih bisa aku dapatkan.

Aku hanya berserah diri padamu Tuhan, aku semakin tak sanggup menghadapi cobaan darimu. Saat dokter menyatakan bahwa umurku hanya sebentar lagi, saat itu juga aku ingin mendengarkan lagu dari temanku lebih lama, lebih sering lagi karena saat orangtua ku mulai ketakutan luar biasa kehilanganku, aku harus mulai lebih kuat menjalani hidup, lagu darimu teman yang dapat menemani sisa hidupku selain orangtuaku.

Sesungguhnya aku tak ingin temanku tau tentang penyakitku ini. kanker darah yang dapat membunuhku kapanpun ia mau. Aku tak ingin mengganggu pendidikannya yang dapat membanggakan orangtuanya. lagumu masih kudengar sampai saat ini karena itu satu-satunya menghilangkan rasa rinduku pada temanku itu.

Hari ini mungkin adalah puncak dari segalanya, akhir dari kehidupanku, keadaanku makin memburuk, sangat buruk dari hari hari sebelumnya. Dokter tak mampu lagi merawatku. permintaan terakhirku adalah bunyikan “lagu itu” agar aku merasa bahwa “dia” temanku ada di sampingku di saat aku mulai menghembuskan nafas yang terakhir dan menutup mata untuk selamanya. “Maafkan aku teman, aku tak dapat menunggumu datang kembali, aku tak dapat menepati janjiku untuk tetap setia bersamammu, terimakasih ayah, dan terimakasih ibu, terimakasih dokter, terimakasih teman. kalian telah membantuku mempunyai mereka yang sangat berani untukku. Teman, lagumu akan terus ku kenang…

Mataku pun terpejam untuk selamanya disaat temanku datang untuk menjenguk ku dengan membawa sebuah lagu di dalam kotak suara.

Cerpen Karangan: Viona Lianita
Facebook: Vidi Lianita

cerpen : antara sahabat dan pacar

Di hari minggu Syila, Azmi, Nufi, Zain, Jihan dan Iran seperti biasanya keenam sahabat itu berkumpul, mereka tidak pernah bermain di hari-hari sekolah karena itu waktunya untuk belajar. Mereka hanya bermain di hari minggu. Pada hari minggu itu mereka pergi ke taman bungan di Bandung, disana mereka bermain-main dengan bahagia, dan tiba-tiba Farel mantannya Ilma yang lagi suka dengan Syila datang.
“hay semuanya” sapa Farel kepada teman-temannya.
“hallo! Mau apa kamu kesini?” jawab Azmi dengan kesal karena iya suka dengan Syila
“eh, Azmi kok gitu sih? Dia kan datang baik-baik” kata Syila yang juga suka dengan Farel
“iya, aku cuman mau ngomong sesuatu kok sama Syila” kata Farel
“ada apa rel?” jawab Syila
“Syila, mau gak kamu jadi pacar aku?”
“aku… mau rel” jawab Syila dengan muka memerah
“cieee” kata sahabat Syila serentak
“ih!” Azmi kesal dan pergi
“loh Azmi mau kemana?” kata Nufi.

Dan mereka semua pulang jalan kaki, sedangkan Syila diantar motor oleh Farel. Keesokan harinya di sekolah, Syila tidak seperti biasanya, mulai dari tidak menyapa teman-temannya, tidak menanyakan tentang pr yang kemarin, dan ia pun setelah nyimpan tas langsung pergi ke kelasnya Farel tanpa izin kepada teman-temannya, sahabatnya pun mulai kesal dengan sikap Syila yang sangat berubah semenjak jadi pacarnya Farel. Saat diperhatiin, ternyata Syila suka ikut Farel ke tempat-tempat yang dipakai oleh anak-anak nakal, iya dibonceng dengan motor dengan kecepatan yang sangat cepat. Pada saat sahabat-sahabatnya mengintip apa yang dilakukan Syila, dengan kebetulan Farel sedang menawarkan Rok*k kepada Syila, serentak sahabatnya berteriak kepada Syila.
“Jangan mau Syila! itu berbahaya!” sahabat-sahabat Syila berteriak sangat keras sehingga mengagetkan Syila dan Farel
“Teman-teman, ngapain kalian kesini?” Syila sedikit membentak
“semenjak kamu pacaran dengan farel, kamu berubah Syila!” jawab Azmi
“heh! Bilang aja kamu cemburu!” jawab Farel
“udah udah! lagian aku gak akan nerima rok*k dari kamu Farel!” jawab Syila
“ya sudahlah ayo kita pergi dari sini!” ajak Farel kepada Syila
“hey! Awas kalau kamu bawa motornya ngebut!” kata Jihan kepada Farel
“Udah deh gak usah ngurusin kita!” kata Syila membentak sahabatnya sendiri

Farel membawa motor dengan sangat kencang, tiba-tiba motornya menabrak sebuah pohon dan terguling, Farel dan Syila pun dibawa ke rumah sakit, Farel mengalami luka bakar karena terkena knalpot, sedangkan Siyla membutuhkan donoran darah. Ketika sahabat Siyla tau bahwa Siyla kecelakaan, mereka langsung pergi ke rumah sakit tempat Siyla dirawat.
“Syila!!” serentak mereka memanggil Syila
“Kalian? ada apa kalian kesini? Bukannya kalian benci denganku?” jawab Syila
“Syila, kami rindu padamu, dan kami khawatir padamu, apa yang terjadi padamu?” Tanya Azmi
“Sahabatku, aku telah mengalami kecelakaan, dan sekarang aku butuh donoran darah, tapi aku tidak tau bisa mendapatkan itu dari mana” kata Syila sambil menangis
“tenanglah, kami akan membantumu dengan cepat” kata Nufi menenangkan Syila
“tapi kalian bisa dapat darah dari mana?” kata Syila
“sudahlah lebih baik kamu istirahat saja” jawab Zafir
“terimakasih temanku” kata Syila perlahan memejamkan mata

Semua sahabatnya bingung siapa yang mau mendonorkan darahnya untuk Syila. Akhirnya mereka dapat ide dan memutuskan untuk mengecek darah masing-masing, dan sepakat bila ada darah yang cocok harus mendonorkan darahnya untuk Syila. Tidak disangka suatu hari Syila mendapatkan donoran darah, dia tidak tau siapa yang telah mendonorkan darahnya, saat mendapat informasi dari suster, bahwa yang mendonorkan darah kepada dia sedang berbaring di kamar nomor 11. Karena tidak jauh dari kamarnya, ia langsung beranjak dan pergi dari ranjangnya menuju kamar 11. Tidak disangka ia mendapatkan seorang lelaki sedang berbaring lemas, dan ternyata dia adalah Azmi yang selama ini jatuh ccinta kepada Syila. Syila pun menghampiri Azmi.
“Azmi? apakah kau yang mendonorkan darah kepadaku?” tanya Syila
“iya Syila, dia yang mendonorkan darah untukmu!” jawab Firda yang tiba-tiba masuk
“ini juga berkat sahabatmu yang lain Syila” kata Azmi
“Terimakasih ya teman-teman telah menolongku ternyata sahabat itu lebih baik daripada pacar” kata Syila,
Mereka pun bergenggaman tangan, Syila memutuskan Farel dan jadian dengan Azmi..

=== THE END ===

Cerpen Karangan: Syahida Inayatullah
Facebook: Syahida Inayatullah

cerpen : aku tidak punya teman

Jam menunjukan pukul 06.55. Seorang gadis muda tampak berlari-lari dari arah barat. Hampir saja ia terjatuh ketika tersandung sebuah batu kecil. Ia terus berlari walau ia tahu bahwa jalanan licin karena hujan semalam. Hingga tiba ia di sebuah tikungan sempit dalam gang dan ia terpeleset, alhasil kali ini ia jatuh dengan sukses. Namun tak menunggu waktu lama, ia segera bangkit, membersihkan rok panjangnya sebentar dan berlari kembali. Sampai juga ia di tempat yang dituju, sekolah.

“Pak satpam tunggu sebentar! Jangan ditutup dulu gerbangnya.” katanya dengan wajah panik saat melihat satpam sekolahnya menutup gerbang depan.
“Oh, kamu Nessa, sudah berapa kali kamu terlambat minggu ini, hah?! Sebenarnya aku enggan mengijinkan anak yang terlambat walau hanya satu menit untuk masuk. Tapi kali ini kau ku bolehkan masuk dan ingat, tak ada toleransi lagi lain kali.” pak satpam yang terkenal galak itu membuka gerbang kembali dan mengijinkan gadis itu masuk.
“Terimakasih banyak pak!” teriak gadis itu kegirangan sambil berlari masuk kelas. Sekilas Nessa melirik Rio, teman basketnya yang menawan.

Vanessa Alexandra Ibrahim merupakan nama lengkap dari Nessa, gadis yang sekarang duduk di kelas XI SMA. Ia anak pertama dari lima bersaudara, semua adiknya laki-laki. Ia tinggi kurus berkulit sawo matang dengan potongan rambut pendek lurus hampir seperti anak lelaki. Sudah beberapa hari ini ia datang terlambat ke sekolah, entah apa sebabnya.

Hidup Nessa mungkin bisa dibilang tak begitu menyenangkan seperti teman-teman sebayanya. Saat SMP, kedua orangtuanya bercerai, ayahnya meninggalkan mereka tanpa uang sepeser pun. Ibunya memutuskan untuk pindah ke kota lain dan memulai hidup baru walaupun sederhana. Di sekolah, Nessa bergabung dengan tim basket, olahraga favoritenya yang telah ditekuni semenjak SD kelas empat.

“Hai Nessa, enggak terlambat lagi? tanya Nina, teman sebangku sekaligus sesama tim basket SMA dengan nada bercanda.
Nessa hanya menjawab dengan senyuman. Ia segera mengeluarkan buku matematika, pelajaran pertama hari itu. Pak Sato guru matematika mereka terlihat masuk kelas.
“Ulangan minggu kemarin sudah bapak periksa dan akan bapak bagikan hasilnya sekarang, selamat Nessa kamu satu-satunya yang mendapat nilai sempurna, seratus.” kata Pak Sato mengawali pertemuan hari itu.
Sebagian anak bertepuk tangan untuk Nessa. Ada yang menatap iri padanya. Ada pula yang melongo tidak percaya. Bagaimana mungkin seorang anak miskin yang selalu datang terlambat dan bau keringat bisa mendapat nilai matematika terbaik di kelas. Begitu pikir sebagian anak. Sementara sisa anggota kelas yang lain tidak peduli apa yang terjadi. Sementara Nessa hanya tersenyum garing. Ada sesuatu yang sangat mengganggu pikirannya. Tapi hanya ia pendam dalam hati.

Sepulang sekolah seperti biasa ia bermain basket di lapangan basket yang tidak jauh dari rumah maupun sekolahnya. Ia bermain bersama tim basket sekolahnya dimana ia dipercaya sebagai kapten. Walaupun tidak ada jadwal latihan, ia selalu menyempatkan diri untuk bermain basket walaupun hanya seorang diri.
“Aku pulang dulu teman-teman, dah.” pamit Nessa saat latihan selesai.
“Oh ayolah Nessa, baru jam 03.00 sore, duduk-duduk dulu sama kita sini.” ajak salah seorang teman kepada Nessa.
“Maaf aku tidak bisa, aku harus pulang sekarang.” tolaknya
“Boleh aku antar pulang?” tiba-tiba Rio menyela pembicaraan.
“Oh wow!” Nessa kaget dan tak percaya tapi ia segera menolak.
“Eh maaf, aku bisa pulang sendiri kok, rumahku deket.”
“Ya udah kalau gitu,” jawab Rio.

Hari selanjutnya Nessa tidak masuk sekolah. Tidak ada kabar sama sekali, hingga datang sebuah pesan singkat ke handphone Nina bahwa ibu Nessa telah meninggal dunia. Satu kelas kaget dan pulang sekolah mereka melayat ke rumah Nessa untuk memberi ucapan belasungkawa. Namun tak seperti yang mereka duga, Nessa sama sekali tak menampakan kesedihan. Ia tampak tegar dan bahkan tidak menangis.

Esoknya, saat ia sedang berjalan ke lapangan basket, seorang anak perempuan dengan sengaja menyilangkan kaki di depan Nessa hingga ia terjatuh.
“Ups, maaf sengaja.” katanya tanpa merasa bersalah sama sekali.
“Hei, apa maksudmu!” dengan muka marah Nessa bangkit menghampiri gadis yang bernama Viana tersebut.
“Hei kamu, anak yatim miskin, item, jelek dekil dan bau kambing mulai sekarang nggak usah deketin Rio lagi. Rio itu calon pacar gue tahu!” Viana menyerang Nessa dengan kata-katanya.
“Rio itu temen aku, masalah buat loooe!” jawab Nessa santai.
“Heh anak bau, pergi sana, kamu nyebelin banget tau nggak si.” Viana menghardik Nessa.

Nessa tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia langsung pergi, namun bukan ke lapangan basket seperti tujuan awalnya tadi. Ia berlari ke pinggir danau yang teduh dan sepi. Dan diam-diam ia meneteskan air mata. Yap, Nessa si tegar, ia menangis.
“Ya Tuhan, kenapa. Kenapa semua ini terjadi? Kenapa kau ambil segalanya dari hidupku! Kau bawa pergi ayahku, Kau ambil ibuku dan semua kebahagianku!” secara tak sadar Nessa mulai berteriak dan mengeluarkan segala unek-uneknya karena memang tak akan ada yang mendengar.
“Kenapa semua orang bisa hidup tenang dan bermimpi, sementara aku? Bahkan tak ada satu pun orang yang mau mendengarku. Tak ada yang mau mendengar! Tak seorang pun bisa memberi jawaban. Aku bahkan tak punya teman.”

“Aku mau kok ndengerin kamu.” tiba-tiba suara lain muncul dari belakang.
“Nina, kamu lagi ngapain disini?” kata Nessa kaget saat melihat Nina tiba-tiba muncul.
“Sebenernya tadi aku lihat kamu sama Viana di jalan, lalu aku ngikutin kamu sampai sini. Jangan anggap kamu nggak punya sahabat. Aku disini mau kok ndengerin semua curhat kamu.”
“Nina…” Nessa tertegun sejenak lalu memeluk Nina sambil menangis lagi.
“Nin, aku enggak setegar yang kamu lihat selama ini. Selama ini aku itu palsu. Aku cuma menjalan peran dari status yang terlanjur dilabelin ke diri aku. Aku anak pertama dari lima bersaudara, aku enggak mungkin nangis saat ibu meninggal, aku pengin ngajarin adik-adik aku buat tegar. Hidup itu keras. Setelah ayah pergi, aku harus nyari uang buat biaya hidup keluarga aku. Aku sama sekali nggak punya waktu buat main nggak jelas. Aku datang terlambat dan penuh keringat karena aku harus lari dari rumah setelah belajar dan ngerjain PR dari jam tiga pagi. Cuma itu waktu aku buat belajar, selebihnya aku rela jadi buruh cuci dan juga aku sibuk ngerawat ibu aku yang sakit-sakitan. Aku belajar keras karena aku nggak mau nyia-nyiain uang yang keluar untuk sekolah. Basket itu cuma pelarian dari semuanya. Basket itu sahabat aku satu-satunya yang bener-bener bikin aku bahagia. Aku capek Nin, aku capek.” panjang lebar Nessa menjelaskan semuanya.
“Aku emang nggak bisa selalu ada di samping kamu Ness. Tapi aku harap kamu bisa lebih terbuka sama aku, sahabat kamu, percayalah kamu itu enggak sendiri. Kamu punya banyak temen di luar sana, kamu hanya perlu untuk membuka mata dan hatimu untuk melihat semuanya lebih jelas. Memang tidak semua hal berjalan seperti yang kita harapkan, tapi yang pasti semuanya akan baik-baik saja. Ikhlaskan saja jalani semuanya walaupun aku nggak bisa ngrasain apa yang kamu rasain tapi aku bakal terus support kamu, biar kamu kuat. Teruslah pegang mimpi kamu. Kamu bakal sukses kalau kamu yakin.” Nina berucap panjang untuk mendukung Nessa.
Semua baik-baik saja. Mereka berdua pun pulang dengan tersenyum.

Cerpen Karangan: Rossa Kurnia Sasongko

Just another Blog MTsN Baranti Sites site

Featuring WPMU Bloglist Widget by YD WordPress Developer