NENEK SIHIR TUA
Aku sempurna sangat sempurna ,aku memiliki apapun yang aku inginkan dan aku akan mendapatkan apapun yang aku kehendaki, aku cantik, kaya,dan aku memiliki segalanya. Siapa yang tak mengenalku, namaku selalu terpampang disetiap majalah, fotoku selalu menjadi potret motivasi bagi mereka yang lemah, oohhhh… sungguh sempurna Tuhan menciptakan diriku. Yah inilah aku Cathrine Wilson, putri tunggal dari Robert Wilson seorang milyarder terkenal diinggris, dan Aisyah, ibuku berdarah mesir, paduan dua negara itu membuat diriku menjadi lebih cantik. Aku bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan.
Pagi ini rambutku yang hitam kecoklatan bergerai dengan bebasnya, kuambil sebuah maskara dengan sentuhan tipis teroleskan pada lentiknya bulu mata arab. Gelang berbunyi bergerincing menghiasi putihnya pergelangan tanganku.
”kamu memang sangat cantik Cathrine “, sapa mama bepsa kepadaku.
Dengan senyuman tipis aku menanggapinya. Ku lebih memilih menengokkan kepala ke blakon rumah, sedikit ku amati jalannya lalu lintas, yang tak pernah sepi itu. Kuulurkan rambutku lebih dalam, ingin ku rasakan lembutnya angin sepoi di pagi itu.
“nak, ayo cepat turun calon suamimu sudah datang, ayo turun!”, ibu memanggil lembut.
Wajah cemberut langsung terlintas diraut wajahku. “tak senang”, yah.. aku memang tak suka dengan perjodohan orang tua yang memuakkan ini, apalagi sistem yang digunakan harus menggunakan adat islam yang kuno, aku tidak boleh bahkan menolak calon suami yang diajukan oleh kakekku, aku hanya boleh menurut dan menurut.
Kuturuni tangga perlahan dengan digandeng oleh ibuku, tampak ayah sumringah melihatku mau turun dan tak melarikan diri seperti biasanya.
21 April 2013 tepat, hari pernikahanku dengan laki-laki yang tak pernah kukenal sebelumnya, hanya wajah cemberut saja yang kuperlihatkan di pesta itu. Tak ada senyuman seperti layaknya gadis lainnya.
~skipp~
Aku mengambil bagiaannku disisi yang lainnya, harusnya aku potong itu, tapi ya sudahlah setengah bagian cukup bagiku, mama bepsa mengunjungi rumahku dengan pizza ditangan pagi ini, namun aku harus berbagi dengannya.
“bagaimana malam pertamamu, Cathrine..”
“tak terlalu menarik karena kami tak melakukan apapun…”, seketika saja mama bepsa menatapku dengan bengong tak percaya..
“whatttt!!!!!, terus apa yang kamu lakukan???”, mama bepsa melanjutkan pertanyaannya
“ya tidur.. tak ada yang menarik, aku tidur di ranjang dan dia tidur disofa, kau tahu mam, laki-laki pilihan kakek itu sama sekali tak menarik untukku”, jawabku ketus, kumulai merasa khawatir dengan kukuku, keliatannnya aku harus segera pergi ke salon.
“lalu dimana suamimu sekarang???”, tanya mama bepsa lebih banyak lagi
“kelaut”, ucapku ketus sembari mengambil tas merk terbaru yang baru aku beli. “aku kesalon mam”, lontarku sembari melangkah meninggalkannya.
Suara sirine mobil hampir membuat kupingku terasa pecah, terjadi kemacetan cukup panjang. Bus menabrak pembatas jalan, “dasar memuakkan”, umpatku pada bis itu. Akhirnya aku memilih untuk turun dari mobil dan berjalan kaki.
“Nyonya tolonggg kamiii, beriiikkaaaannn kaamiiii makkaaannn Nyonya, kamii anak terlanntaaaarrrr
“nyoonyaaaaa tolonggggggg berikan kami uangggggggg..”, beberapa pengemis segera mengerumuniku, mereka memohon- mohon kepadaku dengan sangat menjijikkan.
“cepattt pergi, cepaaattt,, “, usirku kepada mereka, tapi mereka seperti tak mau menyerah kepadaku dengan segala usaha mereka berusaha untuk terus mengeroyokku, tak sabar ku ambil sebilah kayu dan langsung kuayunkan pada salah seorang diantara mereka. Seorang anak langsung menjerit kesakitan dan jatuh terlunglai di hadapanku. Dengan perasaan takut satu-persatu mereka menjauhiku, tampak anak yang terkena pukulanku menangis kesakitan, wajahnya yang dekil serta pakaiannya yang kotor dan bau semakin membuatku jijik melihatnya.
“dasar anak jalanan, cepat pergi dari sini, atau kalian ingin mendapatkan yang lebih sakit lagi!!!”, ancamku seraya mengangkat tongkat kayu tinggi, merekapun akhirnya pergi. Dengan langkah lebih cepat aku berharap bisa menemukan restoran atau kafe sekedar untuk beristirahat, “dasar Bodyguard bodoh.. ngapain mereka cuti segala, awas akan aku pecat jika mereka kembali”.
~skipp~
Suasana rumah tangga yang harmonis, sepertinya tidak terjadi pada keluargaku. Banyak yang terjadi dari mulai percecokan, perdebatan dan sampai pada perselingkuhanku, akhirnya diakhiri perceraian setelah 3 bulan pernikahan kami. Tak ada yang menghalangi, walaupun suamiku masih berharap tak ada perceraian, namun aku sudah sangat bosan, aku lelah harus menjalin hubungan seperti ini, akhirnya kami berpisah.
Banyak yang terjadi di masa lajangku, aku tak mau mempertaruhkan hidupku hanya untuk seorang laki-laki lagi, aku untuk memutuskan untuk hidup sendiri hingga ajal sampai padaku. Bagiku kesenangan dapat aku dapatkan dari manapun, tidak hanya dari seorang pendamping. Sekarang hanya karier dan kecantikan saja yang harus aku pikirkan.
“Nyonya, bagaimana dengan hasil operasi kemarin..”, sapa dokter Daniel.
“fine dok, cukup bagus. Tapi kerutan di wajahku masih agak terlihat,, aku mau itu mendapat bantuan segera..”, jawabku sambil mengamati kerutan dibawah pelipis mataku.
“baiklah, kami akan segera menanganinya,, dan off course, anda ingin menambah silikon lagi..?”, katanya seraya mengamati payudaraku yang mulai mengendor.
“apapun dok, terpenting aku tak mau tampil memalukan nantinya”, senyumku simpul pada dokter kecantikan itu.
Aku harus menghabiskan sekitar 300 juta US, untuk perawatan tubuhku dan lainnya. Itu membuatku sedikit kesulitan dengan masalah biaya. Namun tak ada yang terlintas di otakku selain ingin menjadikan diriku lebih cantik lagi.
~skip~
Usia 40 tahun, cukup muda bagiku untuk terus mempercantik tubuh, dan untuk menutupi biaya perawatan, aku memilih bekerja pada sebuah laboratorium terbaik di kota Cardiff, Inggris, Sebagai seorang peneliti.
“Dok, bagaimana dengan zat ini, apa perlu dicampurkan”, seorang gadis muda bertanya padaku.
“itu asam benzoat, masukkan saja pada tabung reaksi di box itu, dan hati-hati, itu bisa melelehkan kulitmu.” Jawabku sinis tanpa melihatnya.
Tampak gadis itu berjalan dengan hati-hati, takut dengan perkataanku. Tiba-tiba suara sirine tanda bahaya berbunyi, tak hayal semua orangpun berlari ketakutan, termasuk gadis itu.
“ahhh,… panasss…, tolonggg”, teriakku seraya memegangi wajahku.
“Doktor.. doktor Chatrine.. doktor..”samar-samar aku mendengar suara itu dan tak sadarkan diri.
~skipp~
“mama.. Ada hantu mam,, ada nenek sihir,..”, teriakk anak kecil disampingku. Dengan ketakutan anak itu berlari mencari orang tuanya. Aku hanya melihatnya dan tak melakukan apapun. Tubuh yang renta membuatku lemah. Kuamati wajahku pada sebuah kaca rumah, sungguh mengerikan tak secantik dulu. Masih sedikit teringat perkataan dokter Daniel “Maaf Nyonya, kami menyerah…. wajah anda rusak dan itu terlalu parah”,
Yah.. aku divonis, aku divonis cacat wajah seumur hidup, tak ada yang bisa mengobatinya, bahkan hingga kuhabiskan seluruh hartaku, tak ada perubahan yang membanggakan.
“hey,.. nenek sihir tua pergi dari sini.. pergi”, teriakk anak-anak kecil sambil melempariku dengan bebatuan. Aww,perih terasa di kening keriputku.
“dasar.. anak-anak bodoh, tak berguna, sialan”, umpatku sambil mengangkat kayu yang setia menopang tubuhku sekuatnya. Dengan rasa takut mereka lari tunggang langgang, meninggalkanku dalam rasa yang terpuruk.
Kumemilih kembali kestasiun berlin agar bisa pulang. Keliatan mendung sudah mulai memenuhi langit kota ini, ”aku harus cepat”, pikirku saat itu. Dengan bantuan tongkat ditangan , rasa lelahku tak terbalas, semua kursi penumpang itu telah penuh bahkan semua tiketpun sudah ludes terjual habis. Hanya wajah kusut tua yang terlihat dalam raut wajah keriputku.
“nenek salah,, seharusnya dari tadi membeli tiket!!!”, oceh Alex si penjaga stasiun tua kepadaku.
“diam kau!!, aku tak perlu ocehanmu”, bentakku dengan wajah kesal.
“diam kau!!, aku tak perlu ocehanmu”, bentakku dengan wajah kesal.
Wajah angkuh menyelimuti wajahnya saat dia pergi begitu saja dari hadapanku, dan dengan bersiul keras si orang tua itu menyusuri jalanan kereta untuk membeli sepotong hotdog dipinggiran jalan.
~skipp~
Udara yang dingin dan basah menemaniku berselimut dimalam ini, terlintas kekesalan dihati seharusnya aku mendapatkan tiket itu, tentunya aku bisa sampai dirumah sekarang dan tidak tidur diemperan seperti ini.
“Nek, silahkan masuk saja nek, jangan diluar udaranya sangat dingin??!!!”, sapa seorang pemuda membuyarkan lamunanku. Wajah angkuh dan egois menahanku untuk menuruti kata-kata pemuda itu, namun dinginnya malam ternyata mampu mengalahkan keegoisan itu.
Dengan sedikit kagum dan heran aku menatap tempat itu,terlihat ada cukup banyak orang disitu, dan terasa ada perasaan aneh yang aku rasakan, rasa rindu yang mendalam terhadap sesuatu, entah apa itu, tapi kenyamanan itu yang aku rasakan sekarang.
“nenek, silahkan duduk disini, biar saya belikan minuman hangat.”, ungkap pemuda itu dengan seulas senyuman tulus dibibirnya. Hanya anggukan saja yang aku lontarkan, tak ada kata-kata. Aku masih tersihir oleh kenyamanan di tempat asing ini.
Secangkir kopi susu hangat kuteguk perlahan, sudah lama sekali aku tak merasakan perasaan diperhatikan lagi seperti dulu, aku merasa cukup nyaman bertemu pemuda ini.
“nek nama nenek siapa?? Alamatnya dimana, biar saya antarkan??”, tanya pemuda itu cukup iba terhadapku.
“nama nenek chatrine wilson, nenek tinggal dikota Bradfod, inggris”, jawabku dengan mencoba membalas senyumnya hangat. Namun ada tatapan gusar dan terkeejut dalam matanya saat mengetahui siapa namaku. Aku sedikit kikuk melihat perubahan pada matanya, namun dia meyakinkan, dia ingin menunjukkan seuatu kepadaku.
~skipp~
Aku masih tak percaya pertemuan tak sengaja dengan pemuda itu mengubah hidupku, bahkan keyakinanku. Ali Hussein nama pemuda yang mengagetkanku itu menceritakan bahwa kakeknya Ahmad Hussein mewariskan sejumlah harta miliknya kepadaku, sedikit teringat dalam memoriku saat aku meminta bercerai kepadanya dan tak perduli dengan rengekannya. Dia bercerita, kaakeknya sangat frustasi karena aku menceraikannya kakenya sangat mencintaiku, bahkan hingga penghujung hidupnya. Sekali saja ku ziarahi ke makamnya, ada rasa bersalah yang mendalam dan hanya tangisan saja yang mampu aku lakukan dan pengharapan maaf darinya.
Tanpa ragu aku memilih menjual rumahku satu-satunya dan seluruh harta warisan itu aku sumbangkan pada sebuah panti asuhan kecil di kota ini, sekarang aku senang karena aku masih bisa menjadi seorang tua yang membersihkan tempat nyaman itu lagi, tempat pertama kalinya pertemuanku dengan Ali, sebuah masjid kecil ditengah kota Bradfrod. Terasa nenek sihir tua ini telah menjadi lebih baik.
THE END