kajian teory tentang peningkatan speaking siswa

1. Tentang Conversation
Menurut Condra Antoni tentang keutamaan Pembelajaran Conversation (percakapan), ialah dalam pemahaman tentang pemerolehan bahasa (terutama konsep second language acquisition versi Stephen D. Krashen) bahwa pembelajaran bahasa kedua ataupun bahasa asing dimulai dari conversation, bukan dari aturan tata bahasa. Lebih dari itu, conversation mengajarkan tentang keharmonisan sosial dalam kehidupan. Maka bukan hanya dari aspek pembelajaran bahasa saja, akan tetapi juga dalam aspek sosial, conversation merefleksikan banyak hal tentang keharmonisan hubungan antar manusia.
Sebagaimana diketahui, bahwa dalam conversation ada subjek (speaker) dan objek (listener). Dalam conversation terdapat pembagian peran dengan jelas, yaitu peran sebagai subjek dan peran sebagai objek. Sebagai subjek adalah untuk menuturkan pesan yang harus disampaikan. Sebagai objek adalah untuk menerima detail pesan dengan jelas, lalu memastikan bahwa pesan yang diterima sama dengan maksud pesan yang disampaikan. Kepastian makna pesan yang diterima adalah penting mengingat untuk menghindari terjadi kesalahpahaman antara subjek dan objek.
Posisi sebagai objek dan subjek bukanlah posisi yang permanen. Sebab dalam conversation antara pembicara dan pendengar mengalami reposisi. Ada kalanya pembicara harus jadi pendengar, demikian sebaliknya. Hal ini tentunya mengajarkan bahwa dibutuhkan keluwesan dan fleksibilitas dalam interaksi. Tidak selamanya menjadi yang didengarkan. Adakalanya harus siap mendengarkan. Kedua posisi ini harus dijalani dengan maksimal untuk sebuah interaksi yang baik. Demikian juga halnya dalam hubungan sosial. Jalinan hubungan antarpersonal dan antarkomunitas hanya akan terjalin dengan baik jika masing-masing rela bertukar peran sebagai pembicara atau pendengar saat dibutuhkan.
2. Strategi Belajar Simulasi Mengajar Sosiodrama dan Bermain Peranan
Menurut Dra. Roestiyah N. K. (2008: 22) bahwa dalam pengajaran modern teknik simulasi telah banyak dilakukan, sehingga siswa bias berperan seperti orang-orang atau dalam kedaan yang dikehendaki. Simulasi adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksudkan dengan tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu. Maka siswa berlatih memegang peranan sebagai orang lain. Simulasi mempunyai bermacam-macam bentuk pelaksanaan ialah: peer-teaching, sosiodrama, psikodrama, simulasi game dan role playing.
Selanjutnya Roestiyah menjelaskan (2008: 90) bahwa kadang-kadang banyak peristiwa psikologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata-kata belaka. Maka perlu didramatisasikan, atau siswa dipartisipasikan untuk berperanan dalam peristiwa sosial itu.
Dalam hal ini perlu digunakan teknik sosiodrama, yaitu siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan social antarmanusia. Atau dengan role-playing dimana siswa bisa berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis itu. Karena itu kedua teknik ini hampir sama, maka dapat digunakan bergantian tidak ada salahnya.
Guru menggunakan kedua teknik ini dalam proses belajar memiliki tujuan agar siswa dapat memahami perasaan orang lain dan dapat toleransi. Dapat diketahui sering terjadinya perselisihan dalam pergaulan hidup antarmanusia; dapat disebabkan karena salah paham. Maka dengan sosiodrama mereka dapa menghayati peranan apa yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Siswa dapat belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dalam situasi itu mereka harus bisa memecahkan masalahnya. Dan kemudian siswa dapat mengerti dan menerima pendapat orang lain.
3. Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Sosiodrama dan Bermain Peranan
Dalam melaksanakan teknik ini, menurut Roestiyah (2008: 91) maka perlu mempertimbangkan langkah-langkahnya, yaitu:
a. Guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan teknik ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan social yang actual di masyarakat, maka kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan; masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya. Dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula.
b. Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat anak. Guru mampu menjelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu.
c. Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa menceritakan sambil untuk mengatur adegan yang pertama.
d. Bila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus mempertimbangkan apakah murid tersebut tepat untuk perannya itu. Bila tidak ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman seperti yang diperankan itu.
e. Jelaskan kepada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya, sehingga mereka tahu tugas peranannya, menguasai masalahnya pandai bermimik maupun berdialog.
f. Siawa yang tidak turut harus menjadi penonton yang aktif, di samping mendengar dan melihat, mereka harus bisa member saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah sosiodrama selesai.
g. Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam dialog.
h. Setelah sosiodrama itu dalam situasi klimak, maka harus dihentikan, agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Sosiodrama dapat dihentikan pula bila sedang menemui jalan buntu.
i. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya belum terpecahkan, maka perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.

Tulisan ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *