Cerpen islami ” Jilbab Ummi”

JILBAB UMMI

“An, sudah sampai.” Kata kakakku  membangunkanku. “Oh, udah sampai rumah?” Tanyaku  kebingungan. “Iya adikku.” Jawabnya.
Ku turun dari mobil berwarna merah milik kakaku itu. Terlihat di depanku istana penuh sejarah. Walau sudah reyot, tapi istanaku ini begitu ku rindukan. Ya, istana itu adalah rumahku. Rumah yang menjadi saksi sejarah keberhasilan kakakku. Rumah reyot ini juga yang menjadi sejarah dalam kehidupanku bersama Ummi. Rumah yang atapnya sudah banyak yang melorot, lantainya hanya berdasar coran semen, dan dindingnya pun masih terbuat dari bilik bambu. Tapi walaupun begitu, rumahku ini bagaikan surga untukku.

Hawa dingin menyambutku ketika ku buka pintu rumah lamaku ini. Tak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu. Ketika ku masuk, kakakku memanggilku. “An, kakak ke rumah Bulik dulu ya? gak enak kalau nggak mampir.” “Iya mas. Nanti aku nyusul.” Jawabku. “Gampang lah nanti nyusul. Masih ada sesuatu yang ingin aku lakukan disini.” Gumamku.

Ku langkahkan kakiku memasuki rumah. Mataku tertuju kepada pintu kamar usang yang terletak di pojok rumah. “Itu kamar Ummi” Fikirku. Ku masuk ke kamar Ummi. Kuedarkan pandangan ke sekeliling kamar. “Yup! akhirnya aku temukan.” Ku langkahkan kaki menuju lemari plastik yang ada di pojok kamar. Dengan tegang ku buka lemari itu. Kulihat, sebuah kain usang yang masih tersimpan rapi disana. Tak terasa air mataku meleleh. Aku merindukan Ummi. Aku merindukan kehangatan dan kelembutan belaian Ummi. Apa Ummi baik-baik saja disana? Apa Ummi masih mengingatku? Entahlah. Tapi kain ini benar-benar telah mengingatkanku padanya.

Ku ingat masa-masa indahku hidup bersama Ummi. Ummi ku seorang yang tegar dan pekerja keras. Setelah Abikku meninggal karena  serangan jantungnya, Ummi terpaksa menjadi kepala keluarga sekaligus ibu bagiku dan kakaku, Ahmad. Ummi bekerja sebagai buruh di industri makanan kecil di desaku. Karena industri ini hanya industri rumahan, jadi gaji yang Ummi terima hanya cukup untuk makan satu hari saja. Aku tak tega melihat Ummi ku bekerja terus menerus demi menghidupi kami. Maka, sering aku membantu Ummi dengan berjualan es lilin milik tetanggaku. Aku menjajakannya di sekolah. Setiap pagi akau mengambil es ke tetanggaku terlebih dahulu sebelum aka berangkat sekolah. Bayangkan teman. Seorang anak perempuan yang baru berumur 14 tahun dan masih duduk di bangku SMP sepertiku harus membawa beban 10 kg di tanganku. Apalagi jika dilihat dari jarak tempuh yang aku lalui untuk berangkat sekolah. Untung kakaku baik. Setiap pagi dia selalu membantuku membawakannya sampai sekolah. Capek memang. Karena kami dulu tak punya sepeda seperti yang lain. Jadi kami harus berjalan kaki melewati jalan terjal dan sesekali menanjak itu dengan membawa beban yang berat di tangan kami. Tapi, ini demi Ummi. Ummi telah bekerja keras untuk kami. Maka, kami harus membantunya. Kasihan Ummi.

Ah.. jadi kuingat. Hari itu sehabis shalat ‘isya berjama’ah di rumah, Ummi memberikan nasehat untukku dan kakakku yang hingga kini masih terngiang-ngian di telingaku. “Allah itu Maha Adil nak. Walau kita tidak dikasih materi seperti yang lain, tapi Ummi masih tetap bersyukur karena Allah telah memberikan anak yang sholeh dan sholeha seperti kalian. Kalian ingat kan pengajian Ustadz Rahmat tentang penciptaan laki-laki dan perempuan kemarin malam?” Kami menggeleng. Ummi hanya tersenyum. Karena Ummi tahu kami ketiduran saat pengajian itu berlangsung. “Dengarkan baiki-baik nak. Laki-laki itu diciptakan memiliki jantung, otot, tulan dan organ lainnya itu lebih besar dari perempuan. Karena apa? Karena laki-laki juga diberi tanggung jawab yang besar pula. Seperti menjadi kepala keluarga, imam, dan lain-lain. Ingat juga nak. Kalian tahu kan perempuan itu diciptakan dari tulan rusuk laki-laki. Kalian tahu kenapa harus tulang rusuk? Kenapa bukan tulan yang lainnya?” Kami kembali menggeleng. “Perempuan tidak dibuat dari tulang kepala karena perempuan tidak di takdirkan menjadi pemimpin. Perempuan juga tidak dibuat dari tulang kaki karena perempuan itu tidak di takdirkan untuk diinjak-injak oleh laki-laki. Perempuan diciptakan oleh tulang rusuk karena tulang rusuk itu letaknya dekat dengan hati. Jadi perempuan itu ditakdirkan untuk dilindungi dan dijaga dengan baik. Maka Ahmad, jika besok Ummi meninggal, tolong jaga Anna ya?”
“Loh, kok Ummi bilang begitu?” Tukas kak Ahmad
“Ummi kan juga manusia. Suatu saat Ummi juga akan meninggal menyusul Abi. Ingat nak di dunia ini tidak ada yang kekal kecuali yang Maha Kekal yaitu Allah SWT.” Jawab Ummi.
Ummi memang seorang yang cerdas. Aku bangga memiliki Ummi.
“Bagaimana Ahmad? Kamu mau janji kan sama Ummi?” Lanjut Ummi
“Ya Ummi. Ahmad Janji.” Jawab kak Ahmad
“Nah, kan Ummi jadi tenang” Lalu Ummi memeluk kami berdua.

Seperti biasa ketika adzan Subuh, Kami shalat berjama’ah. Setelah shalat, biasanya aku dan kakak membantu pekerjaan Ummi. Tapi hari ini Ummi melarang kami.
“Mandilah kalian. Biar Ummi kerjakan sendiri”
“Kenapa Mi?” Tanyaku heran
“Tak apa-apa. Mandilah. Ummi akan persiapkan sarapan spesial untuk kalian” Jawab Ummi.

“Kak, Ummi agak aneh.” Kataku sembari kami berjalan menuju kamar.
“Iya, Kenapa ya?”
“Entahlah” Jawabku pendek.
”Anna, Ahmad sini sarapan.” Panggil Ummi.
“Wah nasi goreng Ummi. Tumben Ummi masak makanan spesial. Ada apa Ummi?” Kata kakak sembari melahap nasi gorengnya.
“Tak apa. Makanlah yang banyak.”
“Ummi, kami berangkat.” Kataku setelah kami sarapan
“Iya hati-hati di jalan ya?”
“Iya Ummi, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam” Kata Ummi sambil tersenyum. Senyum yang sangat manis.

Teng… Teng… Teng… Teng… Teng…
Lonceng berbunyi 5 kali menandakan waktu pulang tiba. Alhamdulilah es yang aku bawa hari ini habis. Jadi aku bisa mendapat uang tambahan. Seperti biasa kakakku selalu menungguku di depan gerbang. Karena kebetulan sekolah kami berdekatan.
“Gimana? Habis?” Tanya kakak.
“Alhamdulilah. Habis” Jawabku senang.
“Ummi pasti senang.”
“Iya” Jawabku.
Ketika kami sampai di dekat rumah, “Lho kok ada bendera kuning?” Kata kakak.
“Jangan-jangan…” Kami langsung berlari. Kudapati Paklik di depan pintu rumah.
“Ada apa Paklik! Ummi mana! Ummi mana!” Kata kakak. Aku tahu dia pasti sangat khawatir.
“Ummi mu, meninggal dunia nak. Kata dokter Ummi mu terkena serangan jantung.”
“Apa?!” Kataku spontan. Tiba-tiba Blepp!!! Gelap.

Ku terbangun dari pingsanku. “Ummi… Ummii…” hanya kata itu yang bisa aku ucapkan. Kak Ahmad mendekatiku dan memelukku. “Ummi Cuma tidur kan kak? Ayo kak bangunkan Ummi. Ayo kak! aku ingin memberikan hasil kerjaku! ayo kak!” Teriakku.
“Tenang Anna. Tenang. Ada kakak disini…”
Aku hanya dapat menangis di pelukan kakak.

BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN…
Setelah Ummi telah tiada, kami tinggal di rumah Paklik kami. Paklik kami lah yang membantu kami membiayai sekolah. Setelah SMA, kakak melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi. Kakak sangat terobsesi dengan dunia kedokteran. Maka mengambil jurusan kedokteran. Kami tahu biayanya sangat mahal. Tapi untungnya kaka mendapatkan beasiswa dari sekolah. Jadi kami tidak memikirkan biaya sekolah kakak. Kakak kembali melanjutkan S2 nya di jurusan spesialis jantung. Karena kakak ingin menyembuhkan penyakit jantung yang telah merenggut nyawa orangtua kami. Sekarang, kakak sudah sukses. Kakak sekarang sudah dipanggil dr. Ahmad. Kakak sudah memiliki rumah dan mobil sendiri. Aku sangat bangga kepadanya. Kalau aku, Sekarang aku sedang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi dengan jurusan pendidikan. Sejak aku kuliah, aku pindah ke rumah kakak di kota. Tapi sebetulnya aku tak ingin pindah. Karena disini banyak kenangan indah yang tak mungkin kulupakan begitu saja.

Suatu malam aku bermimpi. Aku bertemu dengan Ummi. Di mimpiku Ummi hanya berkata “Pulanglah nak, lihat dan buka lemari Ummi” Mimpi itu terjadi berulang-ulang. Akhirnya ketika libur tiba, kami memutuskan untuk pulang. Dan kini aku telah pulang. Setelah ku buka lemari Ummi, aku hanya mendapati jilbab kesayangan Ummi. Jilbab yang merupakan warisan dari nenek Ummi. Jilbab yang sangat indah bila dipakai di wajah Ummi. Di sampingnya ada sehelai kertas. Entah kertas apa aku tak tahu. Ketika ku baca, ternyata surat wasiat dari Ummi. Begini isinya…

ASSALAMU’ALAIKUM WR.WB
Nak..
Setelah kalian baca surat ini, mungkin Ummi sudah tiada. Tapi yakinlah, Ummi akan selalu mendoakakn yang terbaik untuk kalian. Ummi hanya berpesan, tetaplah ingat pada ALLAH ya nak, Ummi yakin Allah akan selalu melindungi kalian.
Untuk Ahmad Nabeh annakku…
Ummi tak bisa kasih kamu apa-apa. Rumah ini pun bukan punya Ummi. Tapi punya Paklik mu. Maaf ya nak, Tapi Ummi akan selalu mendoakanmu
Untuk Anna Shofiyah putriku…
Ku cantik nak, Kau lebih pantas memakai baju yang ada di toko dari pada baju butut mu itu. Tapi sayang. Ummi tak punya uang. Maka Umi titipkan Jilbab kesayangan Ummi untukmu. Jilbab itu warisan dari nenek Ummi. Tolong jaga ya?
Ummi tak bisa kasih apa-apa. Tapi yang pasti Ummi sayamg kalian

WASSALAMU’ALAIKUM WR.WB
DARI

UMMI…

Air mataku meleleh membaca surat Ummi. Jilbab yang ada di genggamanku ku peluk erat. “Terimakasih Ummi…” Kataku tanpa sadar

Senja turun dengan damainya. Dengan diiringi kicauan burung yang berlari kembali ke sarangnya. Di suatu tempat yang indah, seorang wanita cantik tersenyum melihat tingkah laku putri manisnya di kamar pribadinya itu. Senyum yang begitu menawan. Sampai-sampai bidadari pun terkesima melihat senyumnya. Seorang laki-laki tampan memegang pundak wanita itu dan ikut melihat apa yang sedang dilihat bidadarinya saat di dunia itu ketika di dunia itu. Lelaki itu pun tersenyum. Tanpa sadar wanita itu pun berkata “Kami menyayangimu anak ku….”

SELESAI

Cerpen Karangan: Fitah Tisngatun Wulandari
Facebook: Fitah Althafunnissa

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

Naskah Drama islam

Pemain drama

1. Jajang
2. Zulia
3. Hidayah
4. Zulham
5. Marhan
6. Lia
7. Rahmat
8. Wildan
9. Ustadz Sholihin
10. orang 1
11. orang 2
12. orang 3
13. orang 4
14. maisarah
15. harits
16. hafsah
17. mas’ud

Adegan pertama 

kehidupan rumah tangga yang sederhana serta budaya betawi yang serba unik. Jajang si tukang insinyur tengah berkemas akan mencari lamaran pekerjaan.

Zulia
Bang … bang Jajang … hingga kapan kita akan hidup layaknya ini. aye kagak kuat lagi, bang. setiap hari makannya tempe ame lalapan. emangnya kita kambing ape ? makan lalapan terus-terusan. sekali-kali makan ayam kek. tuh kaya orang bule dong, makannya roti bulet dalamnye ade daging ame dedaunan gunakan saos. ( tiba – tiba Jajang nampak ) namanye ape bang ?

Jajang
Ah … norak lu. gitu aje kagak tahu. burger namanye.

Zulia
Ya maklumlah bang, aye kagak dulu makan tuh burger. kok abang tahu ? telah dulu makan yach ? ! tentu ke restoran, ya bang !

Jajang
Bagaimana akan makan ? pekerjaan aje kagak dapet – dapet. kok akan sombong.

Zulia
Abang sih tentukan – tentukan pekerjaan. kan banyak bang perusahaan perlu karyawan. karyawan pabrik, karyawan toko, karyawan …( tiba-tiba disela )

Jajang
Udahlah janganlah ngoceh terus-terusan. aye akan berangkat ngantar lamaran kerja.

Zulia
Bang, tabungan kite telah menipis nih. janganlah pulang – pulang beli koran terus-terusan. yang dicari hanya lowongan kerjaan aje. pikirin juga anak kita yang perlu biaya sekolah.

Jajang
Zulia … lu pagi – pagi bisanya ngomel terus-terusan. bukannya suami akan berangkat didoain kek. aye terus akan ngelamar kerjaan yang cocok dengan prestasi sekolah aye.

Zulia
Bang, beberapa orang sekolah tinggi, ampe bisa gelar sarjana. namun terus aje nganggur. terlebih ade orang kagak sekolah aje dapat kaya. terlebih saat ini ini, ade artis dangdut yang kagak sekolah tinggi bisa gelar profesor. rhoma irama, cici paramida, endang kurnia. ampe ki joko bodo lalu pakar supranatural bisa profesor hanya bayar satu juta. lain ame abang, dari aye pacaran ampe kawin, abang hanya bisa gelar sarjana tukang insinyur.

Jajang
Dose lu ngomongin orang seperti gitu. telah dech aye akan pergi. telah siang. jaga di rumah baik – baik. katakan ame anak-anak Bpk tidak dapat berbarengan berangkatnye.

Zulia
Ah … lelah begini terus tiap-tiap hari. kagak ade kemajuan. ( memanggil ) Hidayah … Hidayah … lama banget sih kagak berangkat – berangkat sekolah. telah jam berapakah nih ?

Hidayah
Ya mak, ini juga akan berangkat. ( mendekati mak ) untuk uang, mak. 50 ribu bikin jalur – jalur ame teman – teman. arti kerennya shooping. dengan kata lain bersihkan mata agar fresh.

Zulia
Tetap sekolah belagu sangat sih lu. sangat banyak lu minta. emangnya mak lu bank. bikin makan aje tetap ngutang sana – sini. ini, mak hanya ade 5000. itupun ngambil di dompet Bpk lu.

Hidayah
Mana cukup, mak. dikit banget sih. telah kagak zamannya mak. anak sekolah duit sakunya hanya 5000. malu mak ame teman. aye setiap sekolah kagak bisa jajan. jadi bawa bekal makan dari rumah. aye kerap diledekin ame teman – teman.

Zulia
Apa urusannya ame teman – teman lu. agar aje lu demikian. sesungguhnya lu itu contoh pelajar yang baik. ngerti situasi keluarga.

Hidayah
namun mak, banyak teman yang kerap ngatain aye. hari gini kagak punya handphon. so what gitu loh … ( menirukan style iklan )

Zulia
Ah … ada – ada saja sih lu. Zulham… cepetan berangkat sekolah. janganlah lupa minum dulu susunya.

Zulham
Tidak mau, mak.

Zulia
Memangnya mengapa dengan susu itu ?

Zulham
(menirukan iklan) ini mah teh susu.

Zulia
Itu telah jelas susu. minuman warna putih itu tentu namanya susu. bukan hanya teh.

Zulham
Pokoknya tidak mau. ini mah teh susu. susu yang bener, saya serta kau senang engkau.

Zulia
Wah … tidak mudeng. telah sana berangkat, kelak telat.. ( Hidayah & Zulhampergi ) anak zaman saat ini ini banyak yang lantas korban iklan. namun jika dipikir – pikir … bener juga yach kita ini butuh hidup serba ada. rumah gedongan, banyak perabotan, mobil mewah, handphon punya. uang berlimpah. bagaimana yach keluarga aye dapat merasakan seperti orang kaya yang serba wah … wah …

Adegan kedua 

Sesuatu keluarga yang amat islamy dengan kesederhanaan namun mereka kaya iman. suami isteri tengah terlibat perbincangan –bincang perihal keluarga betawi tetangganya. dua th. lantas, keluarga si Jajang telah beralih.

Marhan
Telah dua th. ini keluarga kita rasakan ketenangan. kita pantas bersyukur pada allah swt atas semua rahmat serta enaknya. walau situasi hidup kita sederhana namun serba kecukupan.

Lia
Terlebih tetangga kita ini telah lama tidak bertengkar lagi. terlebih dengan kesibukannya mereka jarang sekali di rumah. Jajang yang saat ini lantas direktur punya banyak perusahaan. isterinya Zulia juga kerap mengadakan arisan ibu – ibu di komplek. namun anaknya si Hidayah telah kerja sembari kuliah di kampus yang ternama. terlebih si kecil Zulhamsekolah di negeri.

Marhan
Ya … begitulah rizki seseorang. allah telah memastikan nasib hambanya. jangan sampai kita lantas iri dikarenakan pergantian kehidupan mereka.

Lia
Namun … yang ibu heran. apakah dapat secepat itu orang jadi berhasil ? didalam periode 1 tahun.

Marhan
mungkin, seluruh itu bergantung dengan motivasi usahanya. namun memanglah … Bpk juga tidak habis pikir. mengapa mereka dapat kaya secepat itu ? itupun kuasa allah. semoga kekayaan itu datang dari hasil usaha yang dibenarkan allah serta disalurkan untuk hidup di jalur allah juga.

Lia
Kita juga mesti berterima kasih pada mereka. Rahmatsaat ini telah bekerja pada Jajang. semoga anak kita bisa berhasil juga layaknya mereka.

Marhan
Benar juga, dari pada Rahmatmenganggur terus. tambah baik bila telah mapan maka secepatnya Rahmatsegera melacak jodoh dikarenakan telah cukup umur serta tanggung jawabnya. ( tiba-tiba Rahmatmasuk dengan terburu-buru serta panik ) Rahmat… Rahmat… ada apa anda ini ?

Lia
Rahmat… anda kanapa ? kelihatannya panik sekali. Rahmat… terangkan pada ibu. ada apa anda sesungguhnya ?

Rahmat
Saya mesti pergi. tak ada waktu lagi.

Lia
Apa yang kau kerjakan ini ? ibu tidak tahu, apa maksudmu ?

Rahmat
Saya tidak dapat menjelaskan seluruh ini. saya segera meninggalkan rumah ini sesaat waktu.

Marhan
Kau janganlah bicara sembarangan, ahmad. Bpk serta ibu mesti tahu seluruh ini. apa alasanmu pergi demikian saja. tolong terangkan.

Rahmat
Bpk … ibu … mengertilah dengan situasiku. kelak saja dapat saya terangkan. saya tidak dapat menjelaskan saat ini. namun izinkan saya pergi serta bila ada yang mencariku tolong katakan tidak paham perihal keberadaanku. maafkan saya … ( muncullah Wildan)

Wildan
Kau tidak dapat pergi demikian saja. kau mesti tanggung jawab. enak saja kau meninggalkan problem besar ini padaku.

Marhan
Ada apa lagi ini ? katakan wahyu, ada problem apa yang tengah menimpa kalian ?

Wildan
Saya minta pertanggung jawaban Rahmatyang sudah lakukan penipuan padaku serta teman-2ku.

Rahmat
bohong. saya sekalipun tidak lakukan kejahatan penipuan. saya bekerja mati-matian dengan kejujuran serta tanggung jawab besar pada bang Jajang. tak ada sedikitpun saya menipu kalian seluruh.
proposal mengajukan dana multi level itu dibikin oleh bang Jajang. saya juga jadi ditipu apalagi beberapa puluh juta dana penduduk hilang demikian saja dikarenakan ulah si bang Jajang.

Wildan
namun kau terus mesti tanggung jawab.

Rahmat
enak saja saya yang bertanggung jawab. kita ini keduanya sama ditipu.

Marhan
telah janganlah ribut. kelak seluruh ini diketahui orang.

Wildan
agar saja, seluruh orang telah tahu. seluruh orang yang tertipu saat ini ini tengah menyerbu ke rumah si Jajang rame – rame. tak hanya melacak keluarga Jajang juga pastinya melacak kau, ahmad.

Marhan
bila demikian kita segera ke sana.

Lia
janganlah pak. kelak bagaimana dengan nasib ahmad. dapat – dapat dipukuli serta dikeroyok massa.

Marhan
mustahil penduduk mengamuk serta main hakim sendiri. kita punya hukum serta keadilan yang butuh ditegakkan. baiknya kau mesti terangkan pada seluruh orang. Wildan! kau mesti membuat perlindungan ahmad. biarlah Bpk menghubungi tokoh penduduk serta aparat keamanan.

Wildan
baiklah pak marzuki. kami dapat segera ke sana. permisi bu laila.

Marhan
bu, kami pergi dulu. do’akan seluruh problem ini bisa dikerjakan ! assalaamu ‘alaikum.

Lia
walaikum salaam. hati – hati anakku. semoga allah membuat perlindungan kalian.

Adegan ketiga 

situasi bergejolak. penduduk yang jadi tertipu ulah si Jajang memberontak pingin menuntut pertanggung jawabannya. dimulai dengan demo massa.

orang 1
hey … Jajang keluar kau. kami menuntut janjimu. kau mesti bertanggung jawab. kau penipu.
Zulia … cepat keluar. kau juga pembohong besar.

orang 2
kekayaan kalian bukan hanya hasil keringat yang suci. Jajang … kau menggelapkan duit perusahaan. Zulia … si pembual yang menipu duit arisan ibu – ibu cepat kembalikan.
Hidayah … kau juga wanita pelacur. kuliahmu kamuflase cuma melacak status. serta kau Zulham…
perusak moral serta pemakai narkoba.

orang 3
Jajang … keluar. kami seluruh menanti di depan rumahmu. rumah hasil penipuan ( bicara ke penduduk ) kita leburkan saja rumahnya. rumah yang penuh dosa.

orang 4
baiknya segera kita bakar. tak perlu banyak ngomong. ayo bakar … bakar …

Wildan
hentikan … hentikan … tunggulah sebentar … janganlah sembarangan membakar …

orang 4
janganlah turut campur ! hai Rahmat… kau juga mesti bertanggung jawab …

orang 3
kau tidak pantas hidup … ayo bunuh Rahmatsekalian … ayo …

Marhan
hentikan seluruhnya … sabar … sabar … janganlah main hakim sendiri. itu tidak benar. terlebih main keroyokan. kita sebagai penduduk. sebagai rakyat kecil mesti punya nurani yang bersih. janganlah layaknya wakil rakyat bagian dewan yang saling berantem, gontok – gontokan tak ada juntrungannya. bicara untuk keperluan rakyat namun menindas rakyat untuk keperluan pribadi.

Rahmat
saudara – saudara … problem ini mesti dikerjakan dengan kepala dingin serta hati yang bersih. baiknya kita bicara baik – baik. saya dapat terus bertanggung jawab walau ini seluruh bukan hanya kekeliruan saya. namun kita seluruh tertipu oleh ulah si Jajang. mari kita berkumpul di balai desa.
mari seluruhnya … ( seluruh penduduk pergi berbarengan Wildanserta Rahmat)

Marhan
Jajang … saat ini keluarlah … janganlah takut … seluruh orang telah pergi … cuma ada saya, Marhanserta pak ustadz syahrul.

Ustadz Sholihin
( muncullah keluarga Jajang ) saya amat mengerti keluargamu serta saya juga amat tahu tekad penduduk yang kau kecewakan. saat ini baiknya ceritakan. mengapa seluruh ini dapat berlangsung ?

Jajang
Pak ustadz … saya memanglah bukan hanya pejabat … namun dengan seenaknya ngembat duit rakyat … dengan tipu muslihat … seluruh ini berawal dari istriku yang banyak menuntut. saya yang kaya layaknya ini dikarenakan menggunakan kemampuan sihir serta pertolongan dukun dengan kata lain pesugian. lantas saya mulai memakai kepintaranku untuk menipu seluruh orang.

Zulia
Benar apa yang dikatakan suamiku. masalahnya situasi ekonomi keluargaku yang miskin. anak kami senang dipengaruhi kekayaan temannya. terlebih iklan televisi itu yang kurang mendidik anak-2.

Ustadz Sholihin
masya allah … anda sungguh dimurkai allah. perbuatan itu amat dibenci oleh allah. semestinya kau melindungi keluargamu dari api neraka. harta serta jabatan cuma berbentuk sesaat didunia ini. namun amalan dapat membawamu di akherat kelak. agar kita miskin namun kaya iman. itu tambah baik dikarenakan sebagai bekal kelak di akherat. allah swt berikan keturunan anak padamu adalah titipan.

Bukannya anak ditelantarkan mencukupi nafsu bejat. terlebih hingga terperosok narkoba. anak itu sabagai amanat yang perlu dijaga serta dirawat baik – baik. begitupun perusahaan sudah mempercayakan dirimu sebagai pimpinan. janganlah menyalah-gunakan jabatan untuk keperluan keluarga. kau semestinya mencontoh prilaku rasulullah saw. dikarenakan nabi muhammad senantiasa memegang amanat. beliau amat jujur didalam melakukan tindakan. mari kita tengok histori kehidupan nabi muhammad saw saat berdagang.

Adegan keempat 

Situasi kota syam yang demikian ramai dengan perdagangan. saat maisarah selesai berdagang namun muhammad tengah bersua dengan sahabatnya.

Hafsah
Hingga kapan kita menanti konsumen di sini. namun barang – barang yang kita jual belum banyak yang laris.

harits
Laris atau tidak laris barang jualan kita. kita terus kembali ke makkah. namun mengapa yach …
barang – barang yang dibawa padagang muhammad serta maisarah cepat laris ?

Maisarah
wahai hafsah, berhubung dagangan kami telah bersih terjual serta tak ada sisa. maka kami segera kembali ke makkah. serta besok kita dapat bersua lagi di sini.

Hafsah
lantas di mana muhammad, wahai maisarah ? apa memanglah tak lagi pulang bersamamu ?

Maisarah
saya diutus oleh siti khadijah untuk senantiasa menemani muhammad yang dipercakan untuk membawa barang dagangan ke syam ini. lagipula kami beroleh laba yang tidak sedikit. maka saya berbarengan muhammad mesti mengemukakan ke siti khadijah dengan jujur. adapun muhammad sekarang ini tengah bersua dengan sahabatnya sebentar.

Harits
kelihatannya kalian pulang lebih cepat daripada pedagang yang lain. terlebih keuntungan kalian amat besar. sesungguhnya apa rahasianya hingga dagangan kalian dapat cepat laris ?

Maisarah
sederhanya saja. muhammad mengajarkan saya langkah berdagang yang baik. sebagai seorang pedagang yang memperoleh amanat dari siti khadijah, seorang janda kaya. muhammad senantiasa memegang amanat serta senantiasa berlaku jujur didalam melakukan tindakan.

Mas’ud
wahai, maisarah. engkau saat ini tengah ditunggu muhammad untuk segera diajak kembali ke makkah. dikarenakan hari makin larut. baiknya jumpai muhammad di persimpangan sana.

Maisarah
baiklah mas’ud. saya segera mencukupi pesan itu. nyatanya kau telah bersua serta bicara dengan muhammad. mari kita ke sana. mari …

Harits
(bicara pada hafsah) bila demikian kita juga segera kembali ke makkah supaya besok kita dapat kembali ke syam dengan harapan yang baik.

Adegan kelima 

Kembali ke situasi pembicaraan Ustadz Sholihindg keluarga Jajang

Ustadz Sholihin
Begitulah sesungguhnya kepribadian nabi muhammad saw. hingga setelah nabi muhammad pulang dari perjalanan ke syam itu, maka datanglah lamaran dari pihak siti khadijah pada beliau. lantas beliau mengemukakan perihal itu pada pamannya. sesudah terwujud kata setuju pernikahanpun dilangsungkan. pada saat itu umur nabi muhammad + 25 th namun siti khadijah + 40 th.

Didalam perjalanan hidupnya sejak periode kanak – kanak sampai dewasa serta hingga diangkat jadi rasul, beliau populer sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur serta memiliki kepribadian yang tinggi. tidak ada suatu hal perbuatan serta perilakunya yang tercela yang bisa dituduhkan kepadanya. berbeda sekali dengan perilaku perbuatan umumnya pemuda – pemuda serta masyarakat kota makkah biasanya yang suka berfoya – foya serta bermabuk – mabukan itu. dikarenakan demikianlah jujurnya didalam pengucapan serta perbuatan, maka beliau diberi julukan “ al – amin “, berarti orang yang bisa dipercayai.

Marhan
Bagaimana Jajang ? kau telah mengerti bagaimana semestinya manusia itu berlaku pada sesamanya. terlebih keluargamu kaum muslim. sepatutnya lebih bertaqwa pada allah swt sebagai sang pencipta kita. serta nabi muhammad sebagai rasulullah saw pantas kita teladani didalam kehidupan 1 hari – hari.

Jajang
Bila demikian atas nama keluarga, kami dapat segera bertaubat serta pastinya merampungkan problem ini melalaui jalur hukum. kami sekeluarga menyerahkan diri pada pihak yang berwajib.

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

BUKAKAN PINTU TAUBAT-MU
Oleh Uni (Murni)

Aku tersadar dari kekhilafan
Aku bersujud memohon ampunan-MU
Atas kesalahan yang ku perbuat

Dalam kesadaran aku terlupa mengucap syukur pada-MU
Aku lalai dari perintah-MU

Dalam sujud sujudku berdo’a
Memohon bukakan pintu taubat terucap
Astagfirullah ampunkan aku
Dalam tangisku penuh penyesalan terucap
Astagfirullah bukalah pintu taubat-MU

Aku salah aku hina tak pantas memohon ampunan-MU
tapi hanya engkau tempat ku untuk meminta
Engkau maha pemaaf
Engkau maha penyayang

Ya rabbi ampunkan aku maafkan aku bukakan pintu taubat-MU ya rabbi
Astagfirullah aku sadar aku menyesal tertetes air mataku dalam kekhilafanku

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

cerpen cahaya kecil di sepertiga malam

CAHAYA KECIL DI SEPERTIGA MALAM
Cerpen Karya Wiwit Jayanti

Penyair itu kode sedang bulan adalah refleksi dari suatu kode, refleksi yang menoreh berkas dengan tautan pensil yang bergoyang. Gerak jemari mengalur mengikuti imajinasi kelana. Menyusuri tiap sudut kehidupan, menerjang semu kearifan sipemilik tahta dunia. Yang memalingkan kesucian demi cinta Pada benda yang meraja. Tertawa berlari dari kewajiban. Bisanya hanya terjerat dalam lelap yang berjalan dalam angan.

Ketika refleksi semakin menjadi primadona alam, Adhwa tenggelam dalam muhasabah senja yang berlalu. Cinta-Nya membuatnya berlayar pada telaga kedamaian. Menyiram segumpal merah antara rusuk penuh sesak dan amarah. Balut gundah dalam rangkai tasbih. Kokohkan jiwa dengan seribu kalimat tauhid. Keyakinan bergema takbir dihati insan berkalang cerca. Tak ada yang tahu rasa apa yang dirasa, serinci apapun menjelaskan, karibpun tidakkan bisa merasa. Sujud panjang menyatu cinta, mengucil diri dalam pekatnya. Bahasa jiwa hanya insan dan pemilik-Nya yang paham.
Semua berputar pada poros dan lintasan yg akhirnya akan kembali melalui garis-Nya. Pembelaan terhadap takdir tak berujung pelangi. Takdir-Nya indah namun keterbalikan akan logika.

Cahaya Kecil Di Sepertiga Malam – Cerpen Islami
Ibnu hazm berkomentar “ cinta awalnya permainan dan akhirnya kesungguhan. Dia tidak dapat dilukiskan, tetapi harus dialami agar diketahui. Agama tidak menolaknya, syariatpun tidak melarangnya.” Karena itu, kata sebagian pakar “keterangan tentang cinta, bukanlah cinta”.
Cinta, kepedihan, kebahagiaan, ambisi, ataupun prestasi hanyalah realisasi dari sebuah naluri yang akhwat-akhwat bilang “permainan gharizah”. Seorang Adhwa tidak terlalu paham akan itu, Adhwa hanyalah seseorang perempuan yang berusaha menjadi baik namun jauh dari baik. Keistiqomahan bergoyang ketika diterpa angin kehidupan. Adhwa adalah perempuan belia cinta ilmunya.
***

Ketika lulus SMA ada niatan untuk kuliah meski kendala itu menyapa, disitulah manisnya cobaan. Pak suryo selalu berwejang “ nak kalau mau kuliah mantapkan hati, yang serius, dan fokuskan satu tujuan! ”.Hati punya kemantapan dan keyakinan akan itu. Dari dulu hanya satu niat yang mungkin semua anak-anak ingin lakukan untuk orangtuanya, mewujudkan impian menjalankan rukun islam yang ke-5. Kehidupanya yang tidak memungkinkan saat itu, Membuat rentan uji. Pemegang tahta dunia berkoar mengumandangkan kesejahteraan rakyat. Tapi menjadi benalu kehidupan buat segelintir mereka.Pangkal penghidupan diganggu antek-anteknya, berasas “penghijauan”. Ladang petani diganggu pada musim panen. Adwha menahan sesal, pak suryo abinya menguatkan. “Tidak usah dipikirkan nanti abi akan usahakan, urusi saja semua kepentingan buat kuliahmu”. Adwha hanya memegang ayat-Nya jika allah mempermudah urusan untuk para pencari ilmu. Adhwa bukan wanita bertajuk senja yang rela menanti sore dirumah orangtuanya. Proses tidak lagi terlalui tapi terlampaui secara halus meski bukan tujuan. Seseorang mengatakan “petani yang sukses bukan dilihat dari dimana ia berkebun, tapi siapa petaninya”. Semua bermula dari niatan yang berbanding terbalik akan cinta semu.
***

Semua bermula dari sebuah ketidak sengajaan. Ketika hati mulai berpaling dari degup cinta tak berarti, seorang laki-laki hadir pada momen yang membuat semua menjadi buram. Syariat tergadai, dan keistiqomahan ternodai. Permainan iblis terlampau manis seolah-olah itu sebuah pertemuan yang sudah direncanakan oleh Allah. Ia menelusup kejiwa insan yang lemah iman. Diantara sepertiga malam tertuang bait doa pada-Nya. Didoa terakhir handphonenya berbunyi. Sebuah pesan singkat tertata rapi di handphone kesayangannya.
”duhai jiwa-jiwa yang berselimut, bangunlah dan kerjakanlah sholat sebagai ibadah tambahan bagimu”. Adhwa yang baru selesai berrnunajat pada -Nya membalas dengan sederet kalimat singkat “ ya terimakasih, Alhamdulillah saya sudah, maaf anda siapa?”balasnya. Dan ternyata pesan singkat itu berakar. Sipemilik nomor itu membalasnya”anda akan tahu sendiri suatu saat nanti”. Adhwa menghela seraya mengetik balasannya“ ya sudah, siapapun kamu saya ucapkan terimakasih”.

Percakapan melalui sms semalam, tidak hanya sebatas malam itu saja. Ternyata keingintahuannya yang sangat besar membuat Adhwa penasaran dengan sosok religius. Adhwa tahu dari sahabatnya. Perkenalan dengan sosok religius berlanjut pada telpon seluller. Hingga suatu hari dia berani menelponku, hingga hari-hari berikutnya. Tapi , dari sahabatnya adhwa tahu kalau ia sudah punya pacar. Hubungan mereka telah terjalin selama 2 tahunan. Fakta itu membuatnya geram dan itu ia katakan pada sahabatnya yang juga tidak mengerti hal itu. Adhwapun tidak terlalu menanggapi sms dari sosok itu lagi. Hingga sahabatnya mengatakan jika ia dikabarkan sudah putus dengan pacarnya. Adhwa tak habis pikir kenapa ia melakukan hal itu? Yang ternyata selama ia berhubungan dengannya, sudah ada konflik diantara mereka. Keakraban itu kembali terjalin setelah fakta itu ia terima, egois memang tapi itulah yang terjadi. Adhwa hanya mengenalnya di telpon seluller.

Hari ini adalah terakhir adhwa melaksanakan ujian akhir nasional, yang semuanya fiktif. Letih dan terik panas matahari tersingkirkan oleh nafas kelegaan. Sesampai dirumah adhwa merebahkan tubuhnya dibilik. Ponselnya berbunyi, ternyata ada satu nama disitu” cahaya kecil disepertiga malamku”. Itu nama khusus untuknya. Adhwa tidak menduga jika ternyata dihari itulah ia mengatakan untuk mengajak serius menjalin hubungan lebih dengannya. Dia tidak ingin hanya sebagai teman. Virus merah jambu memburamkan pernyataannya saat diskusi kelas. Jika pacaran haram!. Itulah awal statusnya, dan awal kerapuhan menjalankan akidah. Saat itu adhwa belum bertemu ataupun mengenalnya secara pasti. Tapi keyakinannya agar menerimanya begitu kuat. Hingga perkenalan secara nyata terjadi setelah ia menjadi kekasih tak halalnya. Lembut dan halus setan merasuk dalam setiap jiwa manusia.

Adhwa menganggap jika hubungan itu wajar selagi kita tidak melakukan sesuatu yang melampaui batas, saling memberi motivasi dan mendukung. Selama berhubungan dengannya ilmu-ilmu baru selalu adhwa dapatkan. Setiap bertemu selalu ada topik yang dibahas terutama syareat islam karena ia sekolah di madrasah yang berbeda dengannya. Yang memilih disekolah umum. Ia mengenalkan banyak hal tentang dinnya. Itu anggapan adhwa saat itu yang mengindahkan semua keyakinan sebelumnya dan menghalalkan hubungan itu. Meskipun Bersentuhan ataupun duduk berdekatanpun adhwa merasa canggung. Setiap ketemuan adhwa menyuruhnya mengajak teman.

Mereka saling mengingatkan untuk ibadah. Setiap waktu sholat selalu ada inbox yang masuk. Pacaran islami yang terlintas dibenaknya. Dan ia tahu faktanya jika tidak ada pacaran yang islami setelah ia kenal bangku kuliah. Mudharat dan mashlahat tidak bisa digabungkan. Hati terkontaminasi, dan tidak terjaga. Jika seperti itu Lantas ibadah ini karena siapa? Karena dia atau karena Allah.

Setelah adhwa kuliah, hubungan mereka merenggang. Long distance istilahnya. Hingga suatu hari keresahan dihati ini mengetuk pintu hati yang berbelok. Hati meronta, karena pada hakikatnya hati itu suci. Tapi hanya saja terkadang perkataan hati tak dihiraukan, seorang penjahatpun tidak ingin melakukan kehinaan dimatanya. Tapi karena terpaksa, ia melakukan hal yang dilarang sekalipun. Adhwa mulai menguatkan hati, walau terasa sesak didada. Tiga layar penuh kalimat tersusun apik yang ia pikirkan sebelumnya. Dengan basmalah ia kirimkan pesan panjang itu kenomor “cahaya kecil disepertiga malamku”. Adhwa menangis, penyesalan ada tapi kekuatan untuk kembali pada-Nyapun lebih kuat. Adhwa menunggu jawaban darinya, tidak kunjung ditanggapi olehnya. Hingga tengah malam ia mendapati balasan yang sangat singkat yaitu kata “ ya “. Tanpa ekspresi sangat padat dan jelas. Sejak saat itu tak ada lagi inbox darinya.
***

Setelah sebulan berlalu ia kembali menghubunginya. Mereka kembali berhubungan melalui telpon seluller. Yang berbeda, mereka tidak punya hubungan serius lagi. Hingga hari itu ia mengatakan jika jangan smsan lagi karena perempuan dan laki-laki tidak baik smsan. Perubahan yang sangat drastis dari cahaya sepertiaga malamnya. Ada rasa senang, karena pada akhirnya ia mengerti konsep hidupnya. Hingga sekarang smsnyapun hanya sekedar sms tausyiah yang dikirimkan juga untuk semua. Setahun berlalu dia tidak ada khabar, sms tausyiah ataupun facebooknya tak ada status baru. Hati jika sudah dinodai sulit untuk dibersihkan, rasa itu terlampau kuat menggenggam ingatan tentangnya. Dan didapati khabar ternyata dia mondok satu tahun di jawa. Adhwa tak mungkin sms mendahuluinya dan nomornyapun sudah tidak aktif.

Hari itu selepas kuliah adhwa membuka akun facebook dan ia dapati inbox disana. Sebuah nama yang senantiasa terukir, dia cahaya kecil disepertiga malamku. Menanyakan khabar. Karena aku berselancar dengan ponsell, tidak cukup memori telpon selullerku untuk membalasnya. Hingga aku beranikan diri untuk menulis di wall nya. Percakapan kami berlanjut pada wallnya, tapi kata penutup darinya yang membuat adhwa bertanya-tanya. Dia mengatakan agar adhwa menjaga ibadah dan semoga menemukan kebahagiaan. Meskipun sudah dua tahun berlalu tapi nama itu masih terselip rapi dihati dan doa seorang adhwa . Disujud panjang qiyamul lail kerealisasikan rindunya dalam doa. Berharap tuhan memberikan jalan terbaik buat ia dan cahaya sepertiga malamnya.
****

Sekitar pukul 11.00 malam ia sms tiba-tiba. yang mengatakan jika ia menginginkan pacar yang seperti ibu satu untuk selamanya. Adhwa tersentak akan maksud dari pesan singkat itu. Ia mencoba mengerti makna dari pernyataan itu. Mugkinkah ia menginginkanku menjadi bagian dari hidupnya. Tapi, adhwa belum punya kesiapan akan itu. Adhwa terlalu sayang pada orangtuanya, ia harus mewujudkan impian mereka. Hingga ia temui sebuah status facebook yang adhwa pikir mengacu padanya “ apakah aku siap menunggu?”. Selang beberapa minggu dari itu adhwa harus menerima kenyataan status facebook yang menyatakan jika cahaya sepertiga malamnya sedang punya hajat untuk mengkhitbah seorang gadis. Ia hanya bisa beristighfar menenangkan hati.ia hanya bisa mendoakan kebahagiaan untuknya. Belum ada pernyataan pasti, meskipun hanya sebuah status facebook tapi sudah membuatnya merasakan perih yang teramat. Ini konsekuensi dari sebuah syariat yang harus digenggamnya.

Cinta biarlah terpatri, karena semakin berlari semakin ia merengkuh erat qolbu. Semua panyair menggambar cinta itu sebuah keindahan. Tapi adhwa merasakan kebalikannya. Kata-kata seorang akhwat menenangkannya”…pernikahan yang didasari rasa cinta itu tidak logis. Karena istikharahpun percuma, jiwa senantiasa membenarkan jika ia jodoh terbaik…”. Biarkan ia mengikuti alur kemana ia akan berlabuh. Allah tahu yang terbaik buat hamba-Nya. Adhwa menguatkan hati
“….Cahaya kecil disepertiga malamku, mungkin ini jawaban atas caraku yang salah Mencintaimu dalam sunyi. Sesal tinggal menggurui hati, rencana-Nya lebih indah untuk menjaga hati hamba-Nya. Akhir hidup itu sebuah keindahan, jika belum maka itu perjalann hidup yang masih panjang. Aku hanya bisa mengucap syukur atas semua kejadian hidup. Berterimakasih untukmu yang telah mengenalkan pada Dinku. ISLAM.”
***

Adwha kini telah menyelesaikan sarjana dengan segenap perjuangan orangtua yang menyayanginya. Ia mengajar privat dan ngaji untuk menyambung hidup dirantau selama kuliah. Perjuangan itu membuahkan hasil gelar sarjana pendidikan disandangnya dengan segenap bangga dihati. Setelah menyelesaikan strata satunya ia mondok selama satu tahun untuk menambah ilmu akhiratnya. Dan kini ia telah berekor ada buah hati dan suami yang menguatkannya. Tulang rusuk itu tak pernah tertukar meski sejauh bumi bergerak, mas fajar mengkhitbahnya melalui kedua orangtuanya yang sebelumnya tak pernah dikenalnya. Cinta SMA berlalu, seumpama sandal jika tidak jodoh meski dipaksa tidak akan pernah cocok. ALLAH telah memilihkan fajar untuknya dan itulah yang terbaik. Cinta suci menyambut dalam peraduan. Lagu almaedany diputar” menanti di belahan jiwa”

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

vnvng

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

sahabat terbaikku

SAHABAT TERBAIKKU

Sahabat …
di saat kita nikmati kebersamaan banyak hal yang terlewat kan begitu saja
keceriaan, canda dan tawa semuanya mengalir begitu saja
waktu yang tersisah seolah tak mampu menampung nya dan waktu yang sangatlah singkat membuat ku teringat kepada mu sahabat ..

Semua kenangan – kenangan itu tak terasa ,pergi meninggalkan segala kegembiraan
serta canda dan tawa mu satu persatu hilang sekejap mata
ada beribu senyum saat terlintas memory yang dulu kala

Sahabat …
semua yang pernah kita jalani hari demi hari , waktu demi waktu telah kita lalui semuanya.

Banyak hal yg pernah terjadi karena itulah jalan hidup yang kita miliki
kadang benci, kesal ,dan kecewa serta rasa senang dan sayang
sungguh luar biasa , apa yang telah kita lalui bersama ..

Ya Tuhan …
jagalah dan lindungilah
sahabat-sahabat ku
karena mereka adalah sahabat terbaiku selamanya
# MY BEST FRIEND FOREVER

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

kata islami

fgfhbvnm images jghmnh, sfbcvcv vnvng

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

cerpen nabi pun tersenyum

NABI PUN TERSENYUM
Karya Akhmad Gufrn Wahid

Seumpama segerombolan semut, motor-motor itu berderet sangat rapi menjulur kebelakang hingga hampir menyentuh gapura lima undak di selatan sana. Seperti dengusan lebah, manusia-manusia itu berdialog kesana-kemari tak tentu arah, dari dekat terdengar mendengus, dari jauh pun terdengar sama. Serupa TPU Keramat Jati pada malam Juma’t Kliwon, itulah isi kantong celanaku saat ini: Sepi, Kosong dan Angker.

Dari matahari belum menjamah tanah tadi hingga saat ini ketika panasnya menguapkan keringat, ketika sinarnya membiaskan bayangan tubuhku berada tepat di injakan kaki, ketika Adzan Dzuhur menggema dengan gagahnya, aku, belum selembarpun menggenggam rupiah.
Zaman ini, rupanya para lelaki telah berada di area mayoritas yang enggan memakai batu akik. Hanya dapat dihitung dengan satu tangan saja. Sisanya, aku haqqul yaqin, pasti anti pakai. Padahal, hukum memakai batu mulia ini hampir sama dengan hukum memelihara jenggot. Itu salah satu sunnah Rosul Muhammad S.A.W.

Nabi Pun Tersenyum
Hanya Pak Sudarmo—penjual tembakau—saja di sampingku yang rela melihat-lihat—sambil memegang—aneka batu akik yang kubeberkan didepanku. Itupun hanya bertanya-tanya saja, tak lebih.
“Ini, kau jual berapa ?” Tanyanya sambil meniup-niup ujung batu akik yang ada di jari telunjuknya.
“Itu asli dari Mesir, kang. Harganya Sepuluh ribu rupiah. Untuk kakang, kujual delapan ribu saja lah.” Mantabku.

Ia mengembalikan batu akik Mirah delima itu tanpa basa-basi. Ia ambil lagi yang lain. Lebih mewah. Batu Akik Kalimaya. Warna biru laut.
“Nah, ini pasti dari India, ya ‘kan ? kau jual berapa ini ?”
“Itu dari Bangladesh, kang. Ha, khusus untuk kakang, kujual lima belas ribu. Hitung-hitung penglaris, Kang. Sudah setengah hari penuh aku tak terima uang, Kang. Apalah yang bisa aku katakan nanti kepada istriku dirumah dengan tangan hampa ? dia pasti kecewa, aku yakin dia pasti kecewa, kang” Jelasku panjang lebar.
“Hahaha, ….”

Kenapa ia tertawa ? ada yang lucukah ?
“Heh, Lid. Nasibmu itu sama denganku sekarang. Lah, dengan apa aku beli batu akikmu ini ? akupun belum terima uang juga hari ini. Mungkin orang-orang sudah tak mau lagi merokok. Hahaha.” Ia terkekeh. Aku kesal. Sangat kesal.

Sorepun menjelang, kantong celanaku tetap tak ubahnya TPU Keramat Jati Malam 1 Suro Jumat Kliwon. Terbersit sebuah kalimat yang mengantarku pulang: Apa yang harus aku katakan pada istriku ? dan, akan makan apa besok dia dan anak semata wayangku ?
Rusmi—istriku—telah dari ba’da Ashar tadi menunggu kehadiranku di teras depan rumah. Luar biasa perempuan itu, dia harta berharga paling berharga yang kumiliki. Ia tersenyum ketika aku menyembul di pekarangan rumah. Ya Allah, sebentar lagi senyum itu akan cepat-cepat berubah menjadi mimik muka yang tak pernah kusuka darinya: Sedih. Aku tak tega melihatnya.
Ia mencium tanganku. Aku masih belum bisa menguasai diri. “Nasinya sudah kusiapkan di meja dapur. Aku dan Ndok sudah makan tadi. Itu sisanya. Nanti malam sudah ndak ada lagi, Bang.” Suaranya lembut, tapi semakin meretakkan jiwaku. Aku semakin memejamkan mata dalam-dalam. Kuhembuskan napas perlahan-lahan melalui hidungku.

Ndok Maisyaroh telah terlelap ketika Rusmi duduk disampingku. Telah menjadi kebiasaan sehabis Maghrib bagi kami berdua. Tapi malam ini berbeda. Aku semakin melemah. Tulang-tulangku serasa jatuh dan berserakan dilantai.
“Alhamdulillah, bang.” Ucapnya.
“Kenapa, dik ?.” Suaraku bergetar. Seperti berada di kutub utara.
“Tadi siang bu Sunni bayar hutang jahitan minggu lalu. Lumayan untuk belanja besok.”

Masya Allah, apa aku tak salah dengar ?
“Dua puluh dua ribu delapan ratus ….” sambungnya.
“Alhamdulillah, dik. Aku minta Maaf, tadi pembeli ndak ada sama sekali. Kantongku kosong. Untuk sementara aku tak membelanjakanmu besok.” Aku gemetar.
“Sudah, ndak apa-apa, Allah masih nunda ngasih rejekinya paling. bang”

Dengarlah suara itu. Tiba-tiba segumpal hujan turun membasahi getar-getir gelisahku. Pelangi nan anggun melingkari rongga-rongga hati dan jantungku. Semilir angin menghembuskan iramanya yang mengalun rendah. Suara itu, suara emas itu akan ku panggil kelak di padang mahsyar. Aku akan memanggilnya. Sungguh, aku akan memanggil nama perempuan disampingku ini.
“Harga beras naik, jadi besok hanya beli 2 kilo saja, bang. Sisanya tempe dan cabe.”
“Apa ndak sebaiknya beli telur ayam saja, dik. Bolehlah sekali-kali kita makan telur.”
“Kasihan Ndok Syaroh, bang. Sisa beli tempe dan cabe rencanaku ku belikan mainan boneka yang harganya empat ribu lima ratus itu, bang. Ndok ndak punya mainan sama sekali.”
“Apa ndak sebaiknya ndok dibelikan makanan ringan saja, dik!”
“Bolehlah sekali-kali kita belikan mainan itu, bang. Sekali saja.”

Ia melihatku tengah bermuka cemberut. Dua kali saranku tak ia hiraukan. Lalu ia menatapku dan tersenyum. Apapun sedihku, jika telah melihatnya tersenyum, semua akan reda. Reda tanpa alasan yang ku tak tahu sebabnya.
“Apa ndak sebaiknya kita sholat Isya’ dulu, bang!!.” Aku gemetar lagi. Jika seseorang dari negara antah berantah nun jauh disana bertanya Siapa lelaki yang paling beruntung didunia ini ? akan ku jawab pertanyaan itu dengan lembut dan pasti: Aku.

Malam berikutnya berbeda. TPU Keramat Jati itu telah tak kosong lagi. Meski hanya Sepuluh Ribu Rupiah. Tapi cukuplah untuk mendamaikan hati istriku.
“Ba’da Isya’ nanti ada undangan ke rumahnya abah Zamin. Bang. Muludtan.”

Subhanallah!!. Aku terperanjat. Ada apa denganku ? apa yang telah kuperbuat sehingga dengan teganya hampir melupakan bahwa malam ini 12 Robiul Awal ? Subhanallah!!. Kejamnya kehidupan dunia telah merebutku dari tak mengingat Lelaki Luar Biasa itu. Aku merasa telah melakukan dosa besar. Melebihi dosa berzina dengan iblis.
“Dik, apa tahun ini kau ingin bermulud ?”
“Bermulud hukumnya sunnah, bang. Orang tak punya seperti kita tak wajib hukumnya. Nabi tak akan marah meski kita tak bermulud. Yang paling penting rasa cinta kita pada beliau tak berkurang secuilpun, bang.”

Benar juga apa yang telah dikatakan istriku. Tapi, apa hanya sebatas ini saja pembuktian cintaku pada Nabi ? sebandingkah dengan cinta beliau yang dalam sakaratul mautnya saja masih mengingat aku dan saudara-saudaraku didunia ini ?. aku kalut dalam dilema. Tapi keyakinan itu meletup-letup. Aku memandangi istriku.
“Tahun ini kita bermulud, dik. Serahkan semuanya pada Allah. Aku yakin. Dan kau harus yakin!.” Rusmi tersenyum. Ia menyentuh dada kiriku. Aku mencium keningnya.
Bungkusan bermacam-macam makanan kutenteng pulang. Ndok Syaroh senangnya bukan kepalang. Ia tertawa riang. Aku senang melihatnya. Telah lama aku tak menjumpainya tertawa seperti itu. Semoga ia masih betah bersama kedua orang tuanya yang mati-matian berjalan di kerasnya batu-batu tajam kehidupan ini.
Seperti Inilah berkah yang orang muslim rasakan ketika bulan Maulud tiba. Yang miskin menjadi kaya, dan yang kaya menjadi semakin sejahtera. Pasti, aku yakin seyakin-yakinnya, di surga sana Nabi Muhammad S.A.W tersenyum ketika melihat umatnya didunia—seperti saat ini—bersedia berbagi dengan sesama atas kecintaan dan rindunya kepada Beliau.
Allohumma Sholli Ala Muhammad !!

Seminggu sudah muludtan digelar disana sini. Uangku sejauh ini masih belum mencukupi untuk bermulud. Aku kehabisan akal. Tapi, Rusmi istriku tersayang rupanya belum habis akalnya.
“Sudahlah, bang. Cukuplah kita beli minyak goreng dan cabe saja. Sisa ikan ayam kemarin masih banyak didapur, kita masih bisa menggorengnya. Nasi, Ayam Goreng dan Sambal sudah lebih dari cukup untuk mengundang Baginda Nabi kerumah kita ini.”
Aku tersenyum. “Tak salah Allah menganugerahkan engkau, duhai istriku yang genius dan cantik.” Ia tersenyum padaku. Dengan hatinya yang berbunga-bunga.

Kamipun menggelar Muludtan untuk pertama kalinya setelah 8 tahun kami menikah. Syair-syair Mahallul Qiyam Syariful Anam dilantunkan dengan penuh getir rindu bertemu junjungan Baginda Nabi. Hati ini pecah seketika ketika air mata mengalir dalam pelukan-pelukan lembut kasih sayangnya. Tubuh gagah ini bagai kurus tak bertulang kala batin terenyuh mengikuti rima-rima sedu sedan nan damai. Daun-daun gugur satu persatu oleh hembusan badai yang mengantarnya ke ruang bercahaya penuh rahmat dalam jiwa ini. Pohon-pohon bersholawat, tak ada hal yang merintangnya untuk tak mengagung-agungkan kekasih Allah itu. Bulanpun tak enggan bertasbih memuja memuji santun pinutun akhlaq budi pekertinya yang mempesona. Lelaki itu telah membawa segalanya dimuka bumi ini. Benar-benar Segalanya.
Aku menangis sesenggukan. Istrikupun jua.

Pagi harinya, kami berdua memilih berpuasa. Ada hal yang begitu indah diuraikan mengapa kami berpuasa. Selepas Sholat Dhuha aku memeluk istriku lembut. Ia menangis haru dalam dekapanku. Aku membisiki telinga kirinya dengan lembut dan penuh kasih cinta.
“Tunggu aku pulang, dik. Aku akan cari pengganjal perut kita waktu Buka Puasa nanti. Kau harus yakin, Rusmi. Kau harus tunggu aku, istriku.”

Ya Nur Aini, Ya Jaddal Husaini. Terimalah persembahan keluarga kami. Semoga Engkau masih bersedia dan tak bosan menganggap kami sebagai umatmu, Walaupun kami telah terlumur dosa yang sebegitu beratnya. Ya Rosululloh. Jika Engkau berkenan. Panggil nama kami berdua nanti di Singgasanamu yang Agung.

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

Cerita Rakyat Bawang Merah dan Bawang Putih

 

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

sumber:
Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

cerpen islam

KHALIFAH SEJATI DARI ARSY Karya Kiki Ayu Humairah Keberangkatanku ke negeri seberang bukan untuk menjauh dari ibu dan paman yang selalu ingin menikahkanku dengan saudagar kaya di daerahku, bukan juga melarikan diri atas segala beban keluarga yang disandarkan padaku, aku hanya ingin seperti anak seusiaku yang tidak terusik ketika mereka asik mencari ilmu, bermain kesanaa-kemari sesuka hatinya, namun aku seperti jaminan yang disodorkan paman untuk melunasi hutang-hutangnya. Sedangkan ibu tidak bisa membelaku sama sekali, mana mungkin aku yang masih begitu belia harus menikah dengan orang yang lebih pantas ku panggil ayah, yah . . .saudagar itu. Namun kini aku meyakinkan diriku berkat beasiswa kuliah di Malaysia membuatku sedikit terbebas dari ular-ular yang akan menerkaku terutama saudagar kaya yang sombong itu, pak lukman. Tapi aku tetap mengkhawatirkan ibuku, bagaimanapun juga ibu adalah orang yang sudah membesarkanku sendiri tanpa ayah yang aku sendiri tidak tau siapa ayahku. Banyak yang mengatakan aku ini anak haram tidak jelas asalnya, jika ku tanyakan ibu, maka ibu hanya menjawab enteng bahwa ayahku sudah mati namun sampai usiaku 18 tahun aku belum pernah lihat fotonya, dalam akte kelahiranku saja memakai nama pamanku yang turut andil dalam membesarkanku meski demikian paman lebih sering membebani ibu itu yang aku rasakan. Khalifah Sejati Dari Arsy Pagi itu begitu cerah, awan begitu bersahabat denganku namun kondisi ini sama sekali tidak bisa sepenuhnya mebuatku senang, ibu sama sekali tidak bahagia apalagi bangga dengan prestasi dan beasiswa yang ku dapatkan, dan paman begitu tau aku akan pergi sekolah ke malaysia malah memakiku dengan bahasa kasar dan menyakitkan, yang katanya aku tidak tau malu, tidak punya rasa terimakasih, tidak kasihan pada ibu, aku hanya anggap kata-kata paman sebagai angin yang sesaat kemudian aku kosentrasi dengan studyku, agar aku bisa membahagiakan ibu. Kini pesawat sudah meluncur jauh dari bumiku, bumi tempatku bernaung, jangankan diantar ke Bandara, keluar rumah saja ibu tidak memandangku sama sekali, hanya sekali bercap hati-hati itu saja dengan sangat terpaksa, ibuku memang orang yang keras kepala dan mudah sekali marah, namun aku tau ibuku adalah orang baik yang begitu mencintaiku meski tidak pernah ditunjukkan, itulah ibuku. Meski demikian aku sangat mencintainya. Setelah sampai di Malaysia, aku begitu bersemangat dengan dunia baruku, belajar, bersama orang-orang asing yang begitu menghargai aku tidak seperti dirumahku yang penuh dengan kata-kata kasar dan menyakitkan, dimalaysia aku tinggal disebuah asrama milik kampus, aku belajar dengan tekun agar bisa membayar hutang-hutang paman ke pak Lukman, dan supaya paman tidak memaksaku untuk menikah dengan pak lukman lagi, keadaan ini semakin membuatku tenang karena ternyata tidak sedikit pelajar indonesia yang dikirim ke malaysia dan mendapat beasiswa, aku memang sengaja menjauhkan diri dari glamornya hidup di kota agar lebih kosentrasi pada study, namun kenyataan berkata lain teman-temaku tidak sedikit yang mempengaruhiku, awalnya mereka menyuruhku melepas jilbab yang sudah jadi kewajibanku, aku menolak untuk menuruti mereka, namun mereka tidak kurang akal mereka mengajakku ke club malam dengan alasan untuk refresing dan aku masih bsa untuk menolaknya, kondisi semakin tidak kondusif namun aku tetap dalam koridorku yang tenang dan pada tujuan awal ingin melepaskan diri dari jeratan hutang dan menikah dengan pak lukman, kini tidak sedikit teman-temanku yang mengajakku untuk maksiat bahkan sampai ada yang membawa lelaki ke kamar asrama, aku begitu heran dengan mereka yang semakin mursal dan mengikuti alur hidup yang baru saja mereka kenal di sini. Ternyata tidak mudah, namun aku berhasil melewati semuanya, sampai hampir selesai aku kuliah aku tetap masih seperti dulu, yah seperti nawa yang dulu, aku tetap memakai jilbabku, aku tetap sholat lima waktu meski tidak ada adzan disini, aku tetap bertahan dalam koridor wanita muslimah yang dibentuk oleh guruku ngaji di kampung dulu, karena meski ibu yang tidak tau agama dan paman yang jauh dari agama namun ibuku ingin aku mejadi perempuan yang jauh lebih baik darinya, itulah ibu, meski dia seorang yang jauh dari agama namun tidak ingin melihat anaknya sepertinya, ibaratnya meski ibunya pencuri namun ingin anaknya jadi kiai, meski ibunya seorang pemulung namun ingin anaknya jadi pengusaha yang sukses, meski ibunya seorang pencuri namun ingin anaknya menjadi wanita muslimah yang jauh dari kejahatan. Ibu memang tidak sebaik orang tua pada umumnya namun dialah satu-satunya orang tuaku, untuk apa aku berjuan jika bukan untuk ibu, yang entah kemana lelaki yang mengaku ayahku namun rupanya saja aku tidak tau, dan Cuma ibu yang merawat dan membesarkanku. Sudah hampir tiga tahun aku berada di Malaysia dan tidak pulang sama sekali, hanya kadang aku sempatkan memberi kabar pada ibuku melalui televon tetangga yang rumahnya berdekatan, karena ibu tidak punya televon begitu juga paman, namun sudah sebulan aku tidak memberi kabar lagi karena sibuk dengan tugas akhirku, ketika aku sedang terlelap di asrama, handphone ku berdering kencang, nomor baru yang tidak ku kenal, aku angkat perlawan dengan ku awali salam, seseorang di balik televon itu nerocos tanpa membalas salamku. “nawa, ini bude ani, pulang ya nduk kasihan ibumu, ada laki-laki yang mengaku ayahmu datang lalu menyakiti ibumu” aku kaget mendengar ucapan orang yang ada dalam televon tersebut yang ternyata adalah tetangga yang sering aku mintai tolong jika ingin televon ibu di kampung. “bude nawa bingung dengan ucapan bude, kata ibu ayah nawa sudah meniggal, kalau lelaki itu mengaku ayah nawa berarti ibu sudah berbohong, lalu bagaimana dengan paman bude? Apa paman tidak menolong ibu?” aku begitu khawatir mendengar penjelasan dari bude ani yang mengatakan seorang lelaki telah menyakiti ibuku. “pulanglah nawa, kasihan ibumu tidak ada yang bisa membelanya selain kamu, kamu kan tau pamanmu itu seperti apa, sebenarnya sudah seminggu ini lelaki itu berada dirumahmu dan menyiksa ibumu, namun bude dilarang ibumu untuk memberi tahumu, maafkan bude nawa” ucap bude ani dengan nada terisak Tiba-tiba ada dendam yang tiba-tiba menelusuk dalam dadaku, betapa bencinya aku dengan laki-laki yang dideskripsikan oleh bude ani tadi, betapa bejadnya dia, sudah meningalkan aku dan ibu kini dia kembali hanya untuk menyiksa ibuku lagi, apa maunya?, jika aku bertemu dengannya akan aku ludahi dia, tidak pantas lelaki seperti itu dipanggil ayah olehku tidak heran jika ibu mengatakan ayah sudah mati, karena dia lebih baik mati daripada hidup dan meroepotkanku dan ibu, aku hanya memberi isyarat pada bude ani kalau aku akan pulang dengan segera, ini karena sudah waktunya aku tau siapa lelaki yang mengaku ayahku itu. Keesokan harinya aku terbang dengan pesawat paling pagi, sudah tidak sabar menghantam orang biadab itu. Ketika sampai, aku langsung beranjak memasuki rumah, aku melihat ibu yang terkapar dilantai dengan bibir sebelah kanan yang sedikit sobek dan berdarah serta hidungnya yang mimisan, aku kemudian merangkulnya, seorang lelaki setengah baya yang tinggi tegap menghampiriku dan ibu, dia tertawa sambil memandangiku dengan wajah bringas seperti singa. “hei kau, jadi ini anakku?? Cantik benar seperti ibumu waktu masih muda dulu, bahkan kau lebih cantik nak” ucap lelaki itu sambil memegang daguku, dengan spontan ku tangkis tangannya dengan wajah yang penuh amarah. “biadab, kau apakan ibuku?, kau tidak pantas memanggilku nak, aku bukan anakmu” “hahahahaha, ternyata kau belum tau? Aku memang bukan ayahmu, siapa ayahmu? Coba tanya ibumu, apa dia tau siapa ayahmu, aku yakin ibumu tidak akan bisa menjawabnya” ucap lelaki itu, namun ibu langsung berontak dari kelemahannya, sikap ibu langsung berubah menjadi bringas mendengar ucapan lelaki itu, aku bingung dengan maksudnya, aku mencoba memikirkan ucapan lelaki itu namun aku tetap tidak paham, hingga ku tanyakan padanya. “apa maksudmu berkata demikian?” tanyaku pada lelaki itu, namun sebelum lelaki itu menjawab ibu langsung memotongnya, “sudahlah nawa jangan kau dengarkan omongannya, dia hanya ingin menghancurkan kita nak” ucapan ibu semakin menjadi teka-teki untukku, lelaki itu semakin lebar tawanya, dan puas dengan melihat aku dan ibu,“. Tidak lama dari itu, lelaki itu berkata “kau ini apa tidak tau kalau ibumu dulu itu pelacur, dan melahirkan anak sepertimu?, mana mungkin dia tau siapa ayahmu, karena begitu banyaknya lelaki yang bersama ibumu, kau ini anak haram, seharusnya kau bersyukur aku mau mengakuimu sebagai anak.” Ucapan itu begitu mengiris hatiku, serasa empeduku telah pecah dan begitu pahit mendengarnya meski ucapan bajingan itu belum tentu benarnya namun tangis ibu seakan mengiyakan jawaban itu, dan aku begitu terpuruk, ya tuhan aku anak haram, yang tidak jelas ayahnya, sedangkan apa pantas aku menyalahkan ibuku?, siapa yang seharusnya ku benci, ibu atau siapa?, mana mungkin aku mebenci wanita yang sudah membesarkanku, aku hanya terkulai lemas, dan ibu merangkulku, memohon maaf atas kesalahan masa laluya, sedangkan lelaki itu tertawa puas melihat aku dan ibu tersakiti, sebenarnya dendam apa dia padaku dan ibu sampai menghajar ibu dan mengaku sebagai ayahku kemudian menuduhku anak haram, sedangkan tidak ada yang bisa membelaku dan ibu. Dan lelaki itu kemudian pergi keluar dari rumah kami, dengan tawa yang menghiasi bibirnya seperti telah memenangkan undian hadiah. Ibuku tidak hentinya meminta maaf padaku, aku tetap memikirkan, siapa aku ini, apa pantas aku dengan beasiswaku, prestasiku, sedangkan aku tidak memiliki latar belakang yang jelas. Malamnya ibu mengantarkanku dalam lalapnya tidur dengan kesedihan yang masih berlarut-larut, namun aku tetap tidak bisa menyalahkan ibu, karena ada banyak alasan ibu melakukan hal itu. Setelah ibu keluar dari kamarku, tidak lama paman pulang, entah kemana dia seharian sampai tidak tau yang terjadi padaku dan ibu, kemudian tidak lama, aku tidur seseorang dengan kasar membawaku, aku langsung tergopoh ketika seseorang mengangkatku dengan paksa, dia adalah lelaki yang tadi siang sudah menyakiti ibu dan aku, aku tidak tau mau dibawa kemana, aku memberontak namun tenagaku tidak begitu kuat, sedangkan ibu tisak bisa menahanku karena dikunci dikamarnya, aku teriak meminta tolong pada paman namun ternyata paman telah bersekongkol dengan lelaki itu, pamanlah yang membawa mobil, seangkan lelaki itu memegangiku di belakang. Aku tidak tau akan dibawa kemana, yang aku tau sesuatu yang tidak baik sedang menungguku, aku menangis di sepanjang perjalanan, namun tetap tidak mereka hiraukan tangisku. Ternyata aku dibawa kerumah pak lukman saudagar kaya itu, disana wajah buas itu menyambutku, aku semakin menangis, pak lukman sangat senang melihatku, lalu mereka membawa ke kamar yang sudah disiapkan sebelumnya, kamar itu wangi, namun bagiku hanya bau bangkai busuk para lelaki itu, ketika pak lukman akan melucuti bajuku, aku tendang sampai dia lemas, lalu aku melarikan diri namu aku tertangkap oleh paman dan lelaki biadab itu, sampai pada akhirnya aku jadi korban kebringasan pak lukman hanya untuk melunasi hutang paman dan juga kepuasan pak lukman, seakan sudah tidak ada harganya aku ini, sudah tidak jelas asal-usulnya, kini aku hanya akan jadi bulan-bulanan masyarakat karena sudah tidak suci lagi, jilbab yang dulu jadi kehormatanku kini sirna dengan bau busuk tubuhku. Melihat kondisiku ibu tak hentinya menangis setiap hari, ibu sangat mengkhawatirkan kondisiku yang seperti ini, takut kalau-kalau aku akan depresi dan tidak bisa melanjutkan hidupku, namun semakin aku tersakiti menjadikan mereka semakin senang, aku tidak tau apa maksud mereka apa, pamanlah dalang dari semuanya paman yang menjualku pada pak lukman, paman juga menjadikan aku sebagai wanita panggilan dengan ancaman akan membunuh ibuku jika aku menolaknya, dengan dandanan yang tidak sepantasnya tubuhku dijual oleh paman, dan keuntungannya untuk paman dan lelaki biadab tersebut, kondisiku yang sudah bebeda dari awal, bahkan mereka menghinaku dan ibu bahwa buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya jika ibunya seorang pelacur maka anaknyapun sama, kata-kata itu sangat sakit namun sua tidak bisa ku tolak, aku tidak punya kekuatan untuk menolak dan melarikan diri. Suatu hari ketika aku akan melakukan pekerjaanku, aku mampir ke sebuah mushola untuk bersuci kemudian sholat, seseorang dari jauh memperhatikanku, pemuda masjid yang sedang mengajar ngaji di mushola tersebut, aku hany diam menundukkan wajahku ada rasa malu dengan penampilanku ini, aku memang sudah lama melepas jilbabku semenjak berganti profesi, mungkin dia aneh melihat pelacur sholat, apalagi dandananku yang terlihat kurang sopan dimatanya, setelah sholat aku buru-buru keluar dari mushola tersebut, ada perasaan malu dan jijik pada diriku sendiri, beberapa lama setelah aku keluar dari mushola tersebut dia menghentikan langkahku, aku tersentak mendengarnya memanggilku, dari mana dia tau namaku sedangkan ini untuk pertama kalinya aku melihat pemuda tersebut, “ nawa ya?”, tanpa memandangnya aku berbalik, seorang pemuda bersih menyapaku tanpa aku tau apa maksudnya, kemudian dia menjelaskan bahwa dia adalah teman nawa waktu mendapat beasiswa keluar negeri dari pemerintah, namun dia dikirim ke Sudan sedangkan nawa ke Malaysia, pemuda tersebut memandangku heran, dan menanyakan kemana jilbab yang selalu menemaniku, kenapa aku sudah tidak mengenakannya lagi dan malah berpakain tidak sopan seperti itu, aku menangis mendengar pertanyaan itu, aku sangat malu, bukan hanya jilbab dan busana muslim saja yang ku lepas namun kehormatan yang susah payah ku jaga selama berada di malaysia kini telah aku jual, aku tidak memiliki semuanya termasuk harta paling berhargaku, sudah dirampas paksa oleh bajingan lukman itu, dan lelaki hidung belang yang membayar pamanku, aku nyaris mengatakan itu semua pada pemuda tersebut karena sudah lama juga aku tidak mengeluarkan isi hatiku hanya kepada tuhan saja, itupun dengan mencuri waktu sholat agar tidak dipukuli pamanku. Pemuda tersebut lalu seakan tau apa maksudku, dia tidak bertanya lagi namun kemudian dia ulurkan tangannya, “nawa, aku sudah tau apa yang menimpamu dan ibumu, aku sangat prihatin dengan semua itu, berharap aku bisa menolongmu dan ibumu, ijinkan aku menikahimu nawa?”. Aku ternganga mendengar ucapannya, aku kemudian menatapnya tajam, memberi isyarat ketidak setujuanku padanya, aku malu bahkan sangat malu apa pantas pelacur sepertiku menjadi istrinya, aku yakin ini hanya bagian dari keprihatinannya saja padaku, namun sekali lagi dia menegaskan bahwa dia memang sudah tau siapa aku sebenarnya dan juga siapa ibuku, aku pikir mungkin dia akan menyelamatkanku dari lembah setan yang saat ini menjeratku dan ibu namun apa boleh aku melibatkan rang lain dalam masalahku, menikah bukan suatu hal yang mudah untuk dijalani dan juga bukan karena prihatin dan kasiha saja, karena menikah adalah janji kita terhadap tuhan, aku yang sudah jauh dari agamaku mana boleh menikah dengan pemuda baik-baik dan alim sepertiku, sekali lagi aku tegaskan bahwa aku menolaknya. Kemudian aku pergi dari tempat itu tanpa megucap apapun setelah menolaknya. Malamnya di tempat yang biasa aku mencari hidung belang dia datang kembali padaku, namun kali ini dia tidak menanyakan perihaloertanyaan yang tadi malam yang mengagetkanku dia datang pada paman yang sedang mengawasiku dari jauh bersama lelaki yang dulu pernah mengaku sebagai ayahku dan kini bersekongkol dengan paman, setelah berbincang-bincang agak lama dengan paman, pemuda tersebut mendatangiku dan agaknya paman da lelaki itu tertawa bungah, entah apa yang dia katakan pada pamanku, lalu dia mendatangi aku yang sudah tida sabar ingin menanyakan apa yang terjadi pada pemuda tersebut, setelah pemuda itu datang “ada apa ini?, kenapa pamanku begitu senang, apa yang kau katakan padanya?”,. “aku melamarmu pada pamanmu, dia menertawakanku, au katakan padanya aku jika lelaki-lelaki hidung belang itu bisa membelimu hanya semalam saja, aku akan membelimu seumur hidup, dengan biaya semaunya.” “kau gila, aku tidak mau menikah denganmu, sudah jangan libatkan dirimu dengan masalahku, aku akan sangat membencimu” ucapku padanya, meski dalam hati aku begitu kagum denganya yang mau menerima kondisiku yang sudah tidak baik lagi untuk pemuda sepertinya, apalagi untuk dijadikan istri. Dia tetap tenang lalu menyodorkan kertas yang didalam surat tersebut berisi tentang perjanjiannya dengan paman bahwa dia akan menkahiku dengan tanpa syarat apapun jika aku tidak meninginkannya, paman langsung setuju tanpa melihat bahwa surat tersebut ditujukan persyaratannya untukku bukan untuknya, lalu peuda tersebut mengulurkan tangannya, “namaku alim, menikahlah denganku, akan ku cintai kau dan ibumu sepenuh hatiku”. Aku terenyuh mendengarnya, kemudian aku menerima lamaran itu dengan berbalut air mata, alim juga akan memasukan paman dan partner paman ke penjara, kemudian dengan acara yang begitu sederhana aku menikah dengan alim di mushola tempat alim mengajar mengaji, ternyata dia adalah seorang dosen disebuah universitas islam di Malang, dan setelah dia memasukkan paman kepejara diamengajakku dan ibu ke Malang, tempatnya bernaung yang sebenarnya, yah…dialah alim suamiku, seoran laki-laki yang mengeluarkan aku dari kotornya dunia malam yang ku jalani selama ini, untuknya “ketika dia memandangku aku merasa cantik, ketikadia tersenyum aku merasa sedang menari dihadapanya, ketika dia marah aku merasa sedang memegang tangannya dan memeluknya erat-erat, dan ketika dia mencintaiku mataku seakan dipenuhi air mata. Dia membuatku sadar aku dibuat oleh tuhan untuknya dan dia untuku, sang khalifah sejati dari arsy hadiah dari tuhan atas segala perjuanganku selama ini”

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar