Cerpen ~ Mencontek

Ica tertidur pulas saat Bu Stella menjelaskan pelajaran-pelajaran IPA. “Ca! Bangun Ca!” Bisik Siska membangunkan Ica. “Iya-iya aku bangun..” Jawab Ica dengan mengantuk. “Anak-anak! Sekarang ibu akan beri kalian ulangan! Materinya sesuai dengan yang ibu jelaskan tadi!” Kata Bu Stella dengan tegas.

“Duh.. Gimana nih? Tadi kan aku tidur” bisik Ica dalam hati. Ica sangatlah khawatir tidak dapat mengerjakan soal-soal tersebut. Ica akan bermaksud mencontek. “Aha! Aku kan punya cara jitu untuk mencontek!” Ulangan pun dibagikan. Ica mulai membaca soal-soal tersebut. Dan ternyata ia benar-benar tidak dapat mengerjakan soal-soal tersebut. Ia mulai melakukan cara jitunya tersebut. Cara pertama ialah meminjam penghapus dengan teman di belakangnya dan melirik ulangannya. Cara pertama pun sudah berhasil, tapi Ica tidak menyadari bahwa ia memancing perhatian Bu Stella. Ica memulai dengan cara ke-2. Cara ke-2 adalah mengembalikan penghapus teman di belakangnya tersebut, dan memperhatikan ulangan temannya tersebut. Cara ini berhasil lagi tetapi… “Ica! Kamu benar-benar mencontek! Ibu sudah memperhatikan kamu dan ternyata dari tadi kamu memperhatikan ulangan milik teman kamu tersebut! Karena itu ibu akan berikan ulangan ulang untuk kamu.”

Kringgg!! Kring!!
Bel pun berbunyi. Ica dan Siska segera menuju ke kantin. “Ca.. Kamu bakalan ulangan ulang ya? Jangan nyontek lagi loh, Ca.. Itu bisa menyebabkan kamu dikeluarkan dari sekolah ini..” Tanya Siska memperhatikan temannya tersebut. “Beneran, Ca? Kalau mencontek bakal dikeluarin? Kalau begitu aku akan belajar, deh! Agar dapat nilai baik tanpa mencontek!” Jawab Ica dengan semangat. “Nah gitu dong, sahabatku!” Jawab Sisca dengan riang.

Ulangan ulang pun Ica jalani dengan tenang. Ica pun dapat mengerjakan soal-soal itu dengan baik karena ia telah belajar dengan sungguh-sungguh. Tiba saatnya ulangan pun dibagikan. Ica mendapatkan nilai yang sempurna. Siska pun memberi selamat kepada Ica. Dan Ica pun sangat senang, karena ia mendapat nilai sempurna tanpa mencontek. Sekarang, Ica tidak pernah mencontek lagi.

 

sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-pendidikan/mencontek.html

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

Cerpen ~ Rindu Si Anak Pemulung

Entah apa yang sedang dia fikirkan, aku tidak tahu. Sedari, sejam yang lalu dia hanya duduk dan terus memperhatikan langit. Aku mencoba untuk memperhatikan juga apa kira-kira yang sedang diperhatikan anak itu. Aku mencoba memandang lebih dekat berusaha agar menemukan satu titik yang sekiranya apa yang ku lihat adalah apa yang sedang dilihat anak itu. Tetapi aneh. Yang ku lihat di depan sana hanya bentangan canvas biru ciptaan sang empunya langit. Malahan kini birunya langit sangat bersih, tanpa ada awan yang biasanya bergelantungan di sana.
Aku merubah posisi kepalaku kembali, hingga akhirnya kuputuskan untuk bertanya saja pada anak kecil ini. Apa gerangan yang sedang ia perhatikan. Terlebih yang menjadi pusat perhatianku adalah kegelisahan yang terpancar dari sikap, mata dan gerakan tangannya yang sedikit-sedikit melemparkan batu ke danau seakan sedang membuang sesuatu yang sangat ia benci. Ah, itu baru penilaianku saja.
“hei, adik kecil. Sedang apa disini, kok bermenung?”
akhirnya kata-kataku cukup membuat anak kecil yang kini ada di sampingku ini terperanjat. Bahkan spontan ia langsung berdiri dan nyaris terpeleset. Tetapi berhasil aku cegah. Alhamdulillah dia tidak terjatuh ke tepian danau.
“hayolo, hati-hati dik”
Ada rasa bersalah yang menyelimuti hatiku, kala kulihat dengan jelas lukisan kekecewaan di wajah itu. Adik itu ternyata habis menangis. Karena ku lihat jelas dari wajah dekil yang penuh dengan coretan-coretan daki yang sebagian telah terkikis oleh air matanya.
Pandanganku pun makin aku perluas, aku perhatikan seluruh tubuhnya. Hanya ada baju sobek dan celana sekolah dasar pendek yang membalut badan tipis situ. Pakaian itu begitu kotor dan kumal. Akhirnya aku bisa mendefinisikan sendiri siapa anak kecil yang masih saja berdiri di depanku saat ini. Dia adalah seorang pemulung, itu terlihat karena tidak jauh dari tempat ia duduk tadi ada sebuah keranjang terbuat dari rotan yang di dalamnya terdapat beberapa botol bekas minuman. Botol-botol tersebut terlihat lebih manis ada di dalam keranjang itu ketimbang merajalela di sepanjang jalan atau nongkrong dimana-mana, berserakan.
Saat lamunanku perlahan memudar, aku sadar adik tadi telah beranjak ke tepian anggar yang lainnya. Tidak jauh dariku. Aku hanya menyadari sekilas saat ia berpindah tempat.
Saat aku tanyakan lagi, adik itu menangis. Aku menjadi sangat kasihan padanya. Tetapi rasa penasaran akan apa yang terjadi dengannya lebih besar bagiku saat itu ketimbang harus mengerti dan meninggalkan dia sendirian disana.
Tetapi yang tak ku duga. Si anak kecil yang dari tadi kulihat sangat gelisah ini akhirnya membuka suara juga. “Ibu jahat…” Tangisnya akhirnya memecah. Seperti beriringan dengan riak danau yang bergejolak makin hebat. “kenapa dengan ibu adik?” Cukup kaget sebenarnya dengan ucapan itu. Perlahan aku tanya kembali, berharap akan ada jawaban lagi.
“ibuku jahat. Ibu pembohong kak!” kini nadanya malah lebih tinggi dari isakan tangisnya. Dan saat itu entah berapa butir kerikil kecil yang ia lempar ke danau. Hingga danau yang tidak bersalah malah harus rela menjadi objek kekesalan si anak tersebut.
Perlahan ku coba untuk merasuki pikiran si anak kecil yang sedang menangis ini. Aku mencoba menelusuri sendiri, apa kira-kira yang tengah terjadi dengan si anak kecil. “ibu kamu gak jahat kok dik” satu senyumku cukup membuat dia tidak percaya dan dalam menatapku. Dari matanya, telah berbicara bahwa kekecewaan yang ia rasakan sungguh besar dan penuh arti. Mungkin hanya dia saja yang lebih mengerti. Aku paham. Ada batas yang tidak bisa aku selami dalam menilai apa yang sedang orang lain rasa dan fikirkan.
Tidak terasa sudah satu jam saja aku berdua duduk di tepian danau ini. Bercengkrama dengan alam, menyaksikan cerita si anak kecil. Ternyata ia begitu menyesali kepergian ibunya yang telah terlebih dahulu menyerahkan diri ke haribaanNya. Ada janji manis yang masih ditunggu si anak kecil dari sang ibu. Ada rasa rindu yang ia tidak tahu dimana tepian berlabuhnya. Ada rasa sepi dan sakit sendiri yang begitu melanda, menyiksa tubuh lusuh si anak ini. Kini dia hidup sebatang kara. Temannya pun tak banyak, hanya beberapa pemulung dan tentunya keranjang pemberian ibunya. Hanya benda itu yang selalu ia bawa kemana-mana. Benda itu yang memberi makan untuknya. Ya, memang lewat keranjang itu saja, ia bisa mengganti tumpukan sampah dengan beberapa rupiah.
Dahulu semasa hidup, kemanapun melangkah ia selalu bersama-sama dengan ibunya. Menjadi masalah atau faedah bagi orang lain ia tidak peduli. Segala yang ia kerjakan yang penting halal. Itu pesan yang selalu dituturkan ibunya, ketika memang tidak sedikit orang yang memandang sinis pada penampilan dan bau peluh menyengat yang berasal dari pakaian dan isi sandangan keranjang mereka. Ada yang mengejek juga, memandang hina, menutup hidung dan segera pergi menjauh. Hal itu sudah menjadi sangat biasa bagi mereka. Toh, apa yang mereka kerjakan sebenarnya juga bermanfaat bagi mereka yang acuh pada kebersihan dan sesukanya membuang sampah sembarangan. Jarang sekali kan ada orang memberikan jasa seperti ini -memulung.
Penyesalan itu makin membanjir ketika si anak kecil ingat dengan semangat yang selalu ia dapatkan dari ibunya. Sentuhan lembut dan pelukan sang ibu selalu setia menjadi sandaran atas setiap kesedihan maupun juga kebahagian yang ia rasakan. Tetapi itu dulu. Kini tidak lagi. Segala asa, harapan dan cita-citanya harus kandas dimakan masa. Begitu juga dengan janji-janji ibunya untuk selalu bersama dan bahkan berjanji akan menyekolahkan dia lagi. Hal itu selalu menjadi semangat yang membara baginya. Meski kini tampaknya api yang dulu berkobar-kobar itu perlahan mulai meredup dan hanya menunggu angin yang lebih kuat saja lagi untuk memadamkannya.
Kini aku telah mengerti dengan gulana yang dirasakan si anak kecil ini. Aku pun malah ikut menangis. Tetapi tidak serta merta aku ikut menumpahkannya di depan si anak kecil. Tangis itu hanya aku simpan di hatiku. Mencoba untuk menahan dan menekannya kuat-kuat, agar tidak muncrat seketika.
Ada rasa pilu yang ikut merasuki hati ku saat setelah aku mendengarkan cerita si anak kecil yang ternyata bernama Abdi itu. Ia begitu merindukan ibunya. Ia yang sangat mencintai dan menyayangi ibunya, namun ia tidak akan pernah bisa lagi bersama di dunia dalam menetaskan mimpi-mimpinya.
Haru biru itu akhirnya pecah saat aku tersadar bahwa terik mulai terasa menyengat kulit. Akhirnya aku putuskan untuk pergi, bukan meninggalkan si Abdi sendirian, tetapi bermaksud ingin membawanya ke sebuah warung nasi untuk makan bersama. Aku tidak tahan melihat anak semalang itu. Di dalam perjalanan masih banyak yang diceritakan oleh Abdi padaku. Ikhlas dan sabar, hanya itu yang bisa aku kata itu yang bisa aku sematkan di hati Abdi. Aku yakinkan padanya untuk terus mendoakan Almarhum ibunya. Kemudian menjadi anak yang shaleh adalah salah satu cara yang akan membuat ibunya tetap tersenyum disana. Subhanallah, Abdi menerima kata-kataku. Setidaknya, kini ia sedikit lebih baik dari awal aku bertemu dengannya. Yaitu beberapa jam yang lalu
 
sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/rindu-si-anak-pemulung.html
Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

Cerpen ~ Hijabku

Matahari di hari ini, bukan seperti matahari yang seperti biasanya, panas. Namun hari ini sinarnya begitu cerah dan bersahabat. Aku yang dari tadi duduk-duduk santai di depan halaman sekolah, sambil ku sandarkan kepalaku di kursi. Kunikmati sinar matahari, hembusan angin yang segar, dan ku biarkan rambutku terurai. Seperti biasa, saat hari sabtu tiba, aku sengaja pulang terlambat karena aku menunggu satu di antara mahasiswa yang biasa lewat depan sekolahku, aku bukan cuma kagum, sepertinya aku telah jatuh hati padanya. Keramahannya, senyumnya, cara bicaranya, buat aku kagum dan rasanya ingin memilikinya. Namun tak sedikit pun ada rasa berani untuk mendekatinya. Apa karena aku wanita yang tak mungkin mendahului? bisa jadi.
“Apa salahnya kamu deketin dia?”
Satu di antara sahabatku menegur aku yang sedang memperhatikan dia.
“Kalau suka deketin gih!. So akrab juga boleh, dari pada merhatiin dari jauh mulu, sana ayo samperin!”.

Dengan rasa percaya diri aku samperin dia, ternyata apa yang aku takutkan benar-benar terjadi. Dia cuekin aku, sedikit pun dia mengabaikan sapaanku, aku seorang wanita yang mencoba memberanikan diri menyapa laki-laki yang biasanya tak pernah aku lakukan. Hasilnya dicuekin, sakit, sakit banget. Aku membalikan badanku dan kembali kepada teman-teman, namun ketika aku melangkahkan kakiku dia memanggilku.
“Ukhti… memanggilku? kalau ukhti seorang muslim, tau bagaimana menyapa yang baik seperti yang Rasulluloh ajarkan? Asallamualaikum”.
Rasanya senang, hati serasa gugup, mukaku pucat, tanganku mendadak dingin, apa ini? Entahlah.
“Waalaikumsallam. Maaf sebelumnya, namaku bukan ukhti tapi Fuzi”.
“Maksudku dalam bahasa Arab, ukhti itu sebutan bagi seorang akhwat wanita. Ada apa de? kamu mengenaliku?”
“Oh aku jadi malu, kakak ngomongnya pakai bahasa Arab sih, haha (sambil tertawa kecil) . Mmm kak, boleh minta nomer HP nya gak?”.
“Tidak”.
Aku diam cukup membuat sakit jawaban simpel itu.
“Tidak mungkin aku tidak kasih nomer HP ku, boleh dong. Kalau ada apa-apa ade boleh hubungi saya”. cetus dia melanjutkan pembicaraannya.
Huh hampir saja aku mati rasa, apa kata orang-orang nanti Fuzi minta nomer cowok terus gak dikasih? Ga kepikiran dan gak mau mikir. Untung aja dikasih.

Setelah bertukaran nomer HP, aku senang mengenalnya, aku rasa dia laki-laki yang baik dan sholeh.
“Kakak calon ustad ya?”,
“InsyaAllah kalau Allah meridhoi kenapa tidak?”.
“Keren, pantes ceramahin aku mulu, hehe”.
“Harusnya ini menjadi kesadaranmu de, kamu telah berhenjak dewasa. Kamu seorang wanita harusnya kamu tau betapa pentingnya menutup aurat, dan rambutmu itu adalah mahkotamu, sampai kapan mau dibiarkan terlihat oleh non mukhrim?”.
“Aku belum siap”.
“Mau sampai kapan nunggu siap berhijab? kita gak kan pernah tau sampai kapan kita hidup di dunia ini”.
“Aku mau memperbaiki hati dan sikapku dulu, baru menutup aurat ku”.
“Salah, tutup auratmu dahulu. Dengan menutup auratmu itu merupakan salah satu contoh menghindari dosa besar, jika kamu menutup auratmu, maka ketika kamu ingin melakukan sesuatu yang tidak baik, kamu ingat dengan jilbab. Menutup aurat itu wajib hukumnya, Fikirkan baik-baik”.
“Iyah nanti aku fikirkan terimakasih”.

Aku menutup telfon tanpa salam padanya. Baru kali ini ada orang yang berani nyeramahin aku sampe ngotot mulu, fikirku mulai sebel padanya dia bawel dan sok baik. Hobby nya ceramahin aku mulu tiap kali kontak, entah itu lewat via sms atau telfon sama aja. ( urhatku pada Nia temen sebangku aku).

Namun aku sadar sebenarnya niat dia baik, aku yang terlalu keras kepala dan kurang mengerti agama. Bahkan saat aku ketemu dengannya aku masih belum mengenakan jilbab, dan lagi-lagi alasanku bilang belum siap. Dan Ku ingin berhijab bukan karena orang lain, tapi karena diri sendiri dan karena Allah. Namun hari demi hari sepertinya aku mulai diberi hidayah, akhir-akhir ini aku sering membeli baju panjang, rok panjang, jilbab, sampai teman-teman aneh melihat aku yang sekarang tiba-tiba berubah. Aku mulai mau mengenal lebih dekat tentang Islam dan wanita muslimah. Dengan cara browsing dan sering membeli buku-buku islami.

Aku Fuzi Adhawiyah siap tampil beda di hadapan keluarga, teman dan semuanya dengan lebih baik, anggun, manis, soleha, Fuzi akan mengamalkan apa yang selama ini Fuzi pelajari. Sampai pada saatnya beberapa bulan tak bertemu dia karena aku sibuk memperbaiki diri dan belajar agama aku kehilangan kominikasi dengan dia, rasanya rindu ingin bertemu dengannya, kata-kata yang selalu bikin aku ingat dari dia adalah
“Wanita yang keluar rumah dan menutup auratnya, juga harus tetap menjaga dandannannya, dia dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di hadapan laki-laki”.
Lalu aku kirimkan sebuah pesan singkat padanya

“Asallamualaikum, aku cinta Allah dan aku buktikan dari apa yang aku lakukan, mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya. Termasuk pentingnya wanita menutup auratnya”,
Fuzi Adhawiyah..

“Waalaikumsalam nak, harap ukhti tidak kaget. Yang punya nomor ini sudah tiga hari yang lalu saat hari juma’at telah pulang ke Rahmatulloh karena sakit jantung yang dideritanya”.
Ibunda Rizki Fauzan..

Sakit, rasa tidak percaya dan sedih menjadi satu. Rasanya hancur dia penyemangatku orang yang aku cinta telah kembali ke pelukan Allah, namun setelah aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, dia benar benar telah tiada, Kak Rizki batinku terus menangis, merintih rindu. Kau pergi begitu singkat tanpa meninggalkan pesan apapun padaku kak, hanya mimpi itu. Bermimpi dia membelikanku jilbab cantik berwarna putih. Namun aku yakin kau telah bahagia di alam sana, rinduku menyertaimu, kelak nanti aku akan menyusulmu.

sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-cinta-islami/hijabku.html

 

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

PUISI ISLMIAH “JALAN ALLAH”

JALAN ALLAH

Inilah jalan Allah
Jalan yang tidak semua orang mampu menjalani
Berbagai onak dan duri harus kau lalui
Badai dan taufan akan kau hadapi
Fitnah dan ghibah akan kau dengar setiap hari

Kenikmatan duniawimu untuk sementara akan
dicabut
Agar engkau tidak disibukkan dengan masalah yang remeh
Hingga mencapai suatu batas kesanggupanmu
mengenal Tuhanmu
Titik nadir kehidupan adalah titik awal menuju
kebahagiaan

Bukankah cinta harus ada pengorbanan?
Bukankah kerinduan terfokus hanya pada satu
tujuan?
Bukankah kasih sayang perlu kepedulian?
Bukankah kedamaian diraih dengan perjuangan?

Ya Rabb….rengkuhlah hamba dalam belaian-Mu
Ya Rabb….dekaplah hamba dalam pelukan-Mu
Ya Rabb….tuntunlah hamba senantiasa menuju
kepada-Mu
Hingga ujung waktu…

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

PUISI ISLAMI “KERINDUAN”

KERINDUAN

Sapaan hening dan dingin semilir angin malam
Membelaiku dalam kerinduan yang teramat dalam
Nyanyian simphoni sang rembulan dan bintang
gemintang
Membuat hamba larut dalam kerinduan

Duhai Kekasih…
Begitu lama Engkau perjalankan hamba seperti
Ibrahim
Mencari gerangan dimana Sang Kekasih
bersemayam
Kini itu semua..telah kulalui dengan ijin-Mu Ketika Engkau membisikkan…”Hadapkan wajahmu
dengan hanif”

Duhai Sang Pujaan…
Hampir 40 tahun lamanya…Engkau tutup tirai elok wajah-Mu
Namun itu semua…semata-mata karena
kebodohanku
Yang bergelimang dalam hijab-hijab kesombonganku

Wahai Yang Maha Indah
Sekian lama Engkau Musa-kan hamba
Dengan ketidakpercayaan tentang keberadaan-Mu
Namun kini…Engkau dudukkan hamba…di “bukit
Tursina”
Hancur lebur…terurai…hampa…menjelma menjadi cahaya
Bersimbah penyesalan dan tangisan, bersujud di
hadapan-Mu

Wahai Dzat Yang Maha Lembut
Begitu lama Engkau Muhammad-kan dalam
kegelisahan‘Tuk menemukan Yang Sejati…Illahi Robbi
Kini…Engkau dudukkan hamba…dalam “Gua Hira”
Lautan cinta yang tak terukur kedalamannya Samudera cinta yang tak bertepi

Aahhh…Mengapa sekarang baru terjadi
Bodohnya hamba, dungunya hamba
Setelah kuhabiskan waktu begitu lama
Dalam keterombang-ambingan yang fana

Terima kasih…duhai Kekasih
Di sisa-sisa usiaku…Engkau perkenankan aku
Untuk mengenal-Mu…berada di dalam wilayah-Mu
Ya Ghofar…Ya Rahman…Ya Rahim…Ya Quddus..
Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku..
Kuserahkan dengan tulus…kepada-Mu

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

PUISI ISLAMI “KERINDUAN”

KERINDUAN

Sapaan hening dan dingin semilir angin malam
Membelaiku dalam kerinduan yang teramat dalam
Nyanyian simphoni sang rembulan dan bintang
gemintang
Membuat hamba larut dalam kerinduan

Duhai Kekasih…
Begitu lama Engkau perjalankan hamba seperti
Ibrahim
Mencari gerangan dimana Sang Kekasih
bersemayam
Kini itu semua..telah kulalui dengan ijin-Mu Ketika Engkau membisikkan…”Hadapkan wajahmu
dengan hanif”

Duhai Sang Pujaan…
Hampir 40 tahun lamanya…Engkau tutup tirai elok wajah-Mu
Namun itu semua…semata-mata karena
kebodohanku
Yang bergelimang dalam hijab-hijab kesombonganku

Wahai Yang Maha Indah
Sekian lama Engkau Musa-kan hamba
Dengan ketidakpercayaan tentang keberadaan-Mu
Namun kini…Engkau dudukkan hamba…di “bukit
Tursina”
Hancur lebur…terurai…hampa…menjelma menjadi cahaya
Bersimbah penyesalan dan tangisan, bersujud di
hadapan-Mu

Wahai Dzat Yang Maha Lembut
Begitu lama Engkau Muhammad-kan dalam
kegelisahan‘Tuk menemukan Yang Sejati…Illahi Robbi
Kini…Engkau dudukkan hamba…dalam “Gua Hira”
Lautan cinta yang tak terukur kedalamannya Samudera cinta yang tak bertepi

Aahhh…Mengapa sekarang baru terjadi
Bodohnya hamba, dungunya hamba
Setelah kuhabiskan waktu begitu lama
Dalam keterombang-ambingan yang fana

Terima kasih…duhai Kekasih
Di sisa-sisa usiaku…Engkau perkenankan aku
Untuk mengenal-Mu…berada di dalam wilayah-Mu
Ya Ghofar…Ya Rahman…Ya Rahim…Ya Quddus..
Shalatku, ibadahku, hidup dan matiku..
Kuserahkan dengan tulus…kepada-Mu

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

kata-kata inspiratif

“Jangan pernah ragu dengan potensi yang ada dalam diri anda.
Cobalah lihat kupu-kupu, seandainya saja ia memiliki keraguan-keraguan,
maka ia akan hidup dan mati sebagai seekor ulat bulu
yang hanya bisa merangkak.”
 
 
“Jika Anda tidak bergerak untuk mulai membangun mimpi anda,
seseorang justru akan memperkerjakan anda untuk
membantu membangun mimpi mereka.”
 
 
“Adanya sebuah tikungan pada jalan,
bukanlah akhir dari jalan tersebut.
Terkecuali jika anda gagal untuk berbelok.”
 
 
“Akan jadi apa hidup tanpa resiko dan kegagalan?
Maka kesuksesan tidak akan memiliki kebanggaan apapun.”
 
 
“Hidup hanya menemui kita separuh jalan.
Separuh perjalanan yang lainnya,
membiarkan kita untuk menemukan apa kesanggupan kita.”
 
 
“Tarikanlah tarian yang anda tarikan.
Jangan tarikan tarian yang penari tarikan.”
 
 
“Masa depan adalah milik mereka
yang percaya pada mimpi mereka.”
 
 
“Kekhawatiran seperti kursi goyang,
memberikan anda sesuatu untuk dilakukan,
namun tidak membawa anda kemanapun.”


“Tempatkan hati, pikiran dan jiwa anda
ke dalam aksi yang terkecil sekalipun.
Itulah rahasia kesuksesan.”

“Seseorang terkadang bertemu dengan takdirnya
di jalan yang dia hindari.”

“Logika akan membawa anda dari A ke B.
Imajinasi akan membawa anda kemanapun.”


“Orang yang sukses tidak bisa bersantai di kursi,
mereka bersantai dalam kerjaan, mereka tidur dengan sebuah mimpi,
mereka terbangun dengan komitmen, dan bekerja ke arah sasaran.
Itulah semangat hidup.”


“Janganlah takut. Beranilah untuk mengambil resiko.
Pergilah ke mana tidak ada jaminan.
Keluarlah dari area nyaman meskipun
jika itu berarti terasa tidak nyaman.
Jalan yang jarang dilalui terkadang penuh

dengan barikade, gundukan, dan medan tak dikenal.
Tapi di jalan tersebutlah karakter Anda diuji.
Dan memiliki keberanian untuk menerima bahwa Anda tak sempurna,
tak ada yang sempurna, tak seorangpun yang sempurna.
Dan itu bukanlah masalah.”
 
 
“Hidup seperti perjudian. Anda tak bisa memenangkan setiap permainan.
Tapi jika chip ada di tangan Anda, maka Anda selalu masih memiliki harapan.”

 
“Berhentilah berpikir dari segi keterbatasan.
Dan mulailah berpikir dari segi kemungkinan.”
 
 
“Bukan karena berbagai hal itu sulit hingga kita tidak berani,
melainkan karena kita tidak berani hingga berbagai hal menjadi sulit.” 

 
“Terkadang kita melupakan bahwa kebahagiaan
bukanlah hasil dari mendapatkan sesuatu yang kita miliki,
tapi lebih pada menyadari dan menghargai apa yang kita miliki.”
 
 
“Jangan memilah-milah dunia anda ke dalam hitam dan putih,
karena ada banyak hal yang tersembunyi di dalam keabu-abuan.”

 
“Layaknya surfing,
hidup adalah tentang pemilihan ombak dan keseimbangan.
Jangan pernah biarkan ombak terbaik dalam hidup
berlalu begitu saja.”
 
 
“Anda terlahir sebagai sesuatu yang asli.
Jangan mau meninggal sebagai sesuatu yang tiruan.”
Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

kata-kata mutiara kehidupan

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

kata-kata mutiara

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar

kata-kata motivasi

Dipublikasi di Uncategorized | Tinggalkan Komentar