Motivasi Pelajar;)

Memahami lebih baik dari sekadar membaca. Banyak yang ingin pintar, tapi tidak banyak yang mau belajar. Kalau pelajar tak mau belajar, belum menjadi pelajar sejati. Tidak ada mata pelajaran yang sulit, kecuali kemalasan akan mempelajari mata pelajaran tersebut. Orang tua kerja untuk menghidupi anaknya, anaknya sekolah agar mendapatkan kehidupan yang lebih layak di kemudian hari. Dengan belajar dan mendapatkan nilai baik adalah cara jitu pelajar untuk membahagiakan orang tuanya. Malas belajar hanya akan membuat suatu pelajaran semakin sulit dipelajari. Lebih baik belajar satu halaman per hari daripada belajar satu buku tapi cuma sehari. Bodoh itu takdir, tapi bisa diubah. Tentunya dengan belajar. Belajar adalah investasi berharga untuk masa depan dan tidak seperti harta yang suatu saat bisa habis. Bagi yang tahu bahwa belajar itu menyenangkan, belajar adalah aktivitas yang menyenangkan. Dengan belajar sesungguhnya kita telah membuka satu pintu menuju kesuksessan Aku datang, aku belajar, aku ujian, aku revisi dan aku menang! Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan, karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan. Kuolah kata, kubaca makna, kuikat dalam alinea, kubingkai dalam bab sejumlah lima, jadilah mahakarya, gelar sarjana kuterima, orangtua,calon istri/suami dan calon
mertua pun bahagia Tujuan sekolah bukan hanya sekadar mendapatkan ijazah. Ilmu yang terpenting yang harus didapat. Percuma dapat ijazah tapi sedikit ilmu yang didapat dari sekolah. Belajar butuh kesabaran.
Hilangkan rasa ingin cepat-cepat menguasai materi. Belajar butuh proses.

KISAH SAHABAT3

Litanur

Menu
BLEACH
Menu
ONE PIECE
Menu
HUNTER X HUNTER
Menu
DETEKTIVE CONAN
Menu
Edit ME
Menu
FAIRY TAIL
Download
SOFTWARE
Naruto
Ensiklopedia
Bleach
Ensiklopedia

kisah sahabat sejati
Published : 02.23 Author : Lita Nur
kisah sahabat sejati

Bunda, tolong mandikan aku sekali saja (Kisah sedih dari forum tetangga..)

Dewi adalah sahabat saya, ia adalah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ”Why not to be the best?,” begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Kampus, mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang ”selevel”; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Dewi diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.

Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah bertanya padanya, “Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya ?” Dengan sigap Dewi menjawab, “Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna”. “Everything is OK !, Don’t worry Everything is under control kok !” begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.

Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd. dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. “Contohlah ayah-bundamu Bayu, kalau Bayu besar nanti jadilah seperti Bunda”. Begitu selalu nenek Bayu, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Dewi kalau Bayu minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya dirumah apa bila ia merasa kesepian.

Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Dewi dan suaminya kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ”memahami” orangtuanya.

Dengan Bangga Dewi mengatakan bahwa kamu memang anak hebat, buktinya, kata Dewi, kamu tak lagi merengek minta adik. Bayu, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Dewi pada saya , Bayu selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya,” Bunda aku ingin mandi sama bunda…please…please bunda”, pinta Bayu dengan mengiba-iba penuh harap.

Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Bayu, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu agar mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan. “Bunda, mandikan aku !” Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja…?” kian lama suara Bayu semakin penuh tekanan. Tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Bayu bisa ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.

Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, “Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di Ruang Emergency”.

Dewi, ketika diberi tahu soal Bayu, sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Dewi langsung ngebut ke UGD.Tapi sayang… terlambat sudah…Tuhan sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya.. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut ia untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting. Dan siang itu, janji Dewi akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku.

Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Dewi dengan nada yang bergetar berkata “Ini Bunda Nak…., Hari ini Bunda mandikan Bayu ya…sayang….! akhirnya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak..” . Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil. . Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, “Inikan sudah takdir, ya kan..!” Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya dia pergi juga, iya kan?”. Saya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja. Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.

Sementara di sebelah kanannya, Suaminya berdiri mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.

Sambil menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Dewi berujar, “Inilah konsekuensi sebuah pilihan!” lanjut Dewi, tetap mencoba untuk tegar dan kuat.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak lama setelah itu tanpa di duga-duga tiba-tiba saja Dewi jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara anaknya sambil berteriak-teriak histeris. “Bayu maafkan Bunda ya sayaang..!!, ampuni bundamu ya nak…? serunya berulang-ulang sambil membenturkan kepalanya ketanah, dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri tanah pusara putra tercintanya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya.

Sepanjang persahabatan kami, rasanya baru kali ini saya menyaksikan Dewi menangis dengan histeris seperti ini.

Lalu terdengar lagi Dewi berteriak-teriak histeris “Bangunlah Bayu sayaaangku….Bangun Bayu cintaku, ayo bangun nak…..?!?” pintanya berulang-ulang, “Bunda mau mandikan kamu sayang…. Tolong Beri kesempatan Bunda sekali saja Nak…. Sekali ini saja, Bayu.. anakku…?” Dewi merintih mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu ia peluki dan ciumi pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Bayu.

Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin tercium kuat manusuk hidung membuat seluruh bulu kuduk kami berdiri menyaksikan peristiwa yang menyayat hati ini…tapi apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tak berguna. Bayu tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan oleh orang tuanya karena mereka merasa bahwa banyak hal yang jauh lebih penting dari pada hanya sekedar memandikan seorang anak.

Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua para orang tua yang sering merasa hebat dan penting dengan segala kesibukannya.

Semoga bisa jadi pelajaran buat kita semua…saya hanya melanjutkan berita ini…moga2 banyak yang baca dan makin peduli bahwa anak itu titipan Tuhan yang sangat berarti dan bermakna serta harus dijaga..

SUMBER:http://bloglitanur.blogspot.com/2013/04/kisah-sahabat-sejati_17.html

cerita sahabat2

Kisah Pengorbanan Demi Cinta
23 Mei 2013 ·

PENGORBANAN SEORANG SAHABAT

Hari ini adalah hari ulang tahun sahabatku, “Rina”. Dia, terlihat bahagia karena orang tuanya memberinya hadiah yang indah. Sedangkan, teman-teman juga memberinya banyak hadiah.
Tapi, diulang tahunnya kali ini aku tidak bisa memberinya apa-apa. Karena, keluargaku sekarang sedang kesulitan ekonomi. Aku berharap agar Rina mengerti keadaanku sekarang.
Dan, ternyata Rina mengerti keadaan ku sekarang. Rina memang sahabat yang paling baik yang pernah aku miliki.

Beberapa hari kemudian, Rina pun jatuh sakit. Aku ingin menjenguknya di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, ibu Rina berkata, “Rina sakit parah dan kemungkinan sudah tidak ada harapan untuk hidup lebih lama”. Dia terserang penyakit yang sangat parah dan tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Satu persatu organ tubuhnya rusak dan butuh donor yang cocok untuknya.

Aku pun sedih melihat sahabat ku harus menanggung sakitnya sendiri. Aku mencoba untuk pergi ke laboratorium untuk tes apakah organ tubuh ku cocok untuk Rina. Aku ingin melihat sahabat ku hidup sehat dan bahagia seperti dulu lagi. Aku mencoba membantunya sebisa yang aku bisa.

Tenyata, hasil tesnya cocok dan aku meminta izin kepada ibu untuk mendonorkan organ tubuh ku pada Rina. Tapi, ibu tidak menyetujui keputusan ku, karna ibu tidak ingin apabila nanti akibatnya terjadi padaku. Karena ibu sangat sayang padaku dan tidak ingin terjadi apa-apa dengan ku. Tapi, aku sangat ingin mendonorkan organ tubuh ku pada Rina. Aku berusaha meyakinkan ibu agar ibu menyetujui keputusan ku.
Dan akhirnya, ibu mengerti betapa Rina sangat membutuhkan donor itu. Tapi, ibu juga kelihatan kurang ikhlas. ”Tapi, ini demi Rina bu…” ucapku. ”iya nak ibu mengerti perasaan mu. Tapi apakah tidak bisa menggunakan cara yang lain nak…??” jawab ibu. ”Ayolah bu…!!” ucapku. ”Yaudah, terserah padamu ibu sudah mengingatkan mu pokoknya..” jawab ibu.

Setelah mendapat persetujuan ibu, keesokan harinya pun aku langsung diperbolehkan untuk pergi operasi. Alhamdulillah, operasi berjalan lancar dan selamat. Organ tubuh ku sekarang berada di dalam tubuh Rina. Kami, berdua merasa senang karena operasinya lancar.
Satu hari, dua hari, rasanya badan masih terasa sehat. Tapi lama kelamaan badan semakin hari semakin lemas dan sering juga sakit. ”Apakah ini akibat dari operasi kemarin..??” tanyaku dalam hati. Akhirnya aku harus menanggung hidup ku di atas kursi roda,
karena aku sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan.

Hari demi hari telah berganti, aku sudah mulai beranjak remaja. Sekarang aku sudah bersama dengan orang yang menyayangiku, yaitu “Roni”. Roni sangat sayang padaku dan aku pun juga sangat sayang padanya. Tapi, disisi lain Rina juga mencintai Roni. Aku pun bingung di antara dua pilihan. Disisi lain aku sayang dan mencintai Roni tapi, disisi lain juga aku sangat sayang dan merasa kasihan pada Rina.

Akhirnya, aku putuskan untuk merelakan Roni bersama Rina. Tapi, Roni membantah keputusan ku. ”Ron…kamu sayang sama aku kan..?? kalau kamu sayang sama aku kamu harus mau sama Rina ya..??” ucapku pada Roni. ”Tapi Rani, aku sangat mencintaimu, aku gak bisa bohongi perasaan ku. Aku sangat sayang sama kamu, aku sudah terlanjur jatuh cinta sama kamu..” jawab Roni. ”Roni, aku ini punya penyakit yang parah..aku juga tidak bisa membebankan kamu untuk mendorong aku terus.. lebih baik kamu sama Rina ya. Dia cantik, dia pintar, dia baik hati juga.” sambung ku. (Roni memegang kedua tangan Rani) ”Rani, walaupun kamu sakit, aku tetap sayang padamu. Aku cinta kamu apa adanya. Sungguh, aku ndak bohong..!!” jawab Roni. “udahlah Roni…Kamu sama Rina aja..” Jawab ku.

Aku pun pergi meninggalkan Roni dengan menangis. ”Roni, maafkan aku. Sesungguhnya aku juga tidak ingin kamu bersama dengan Rina. Tapi, ini demi Rina…” Ucap ku dalam hati.
“Rani…,Raniiiiii kamu mau kemana..” teriak Roni. ”Baiklah jika ini mau mu. Aku akan turuti mau mu. Tapi dengarkan aku Rani, aku akan tetap sayang padamu..” sambung Roni.

Keesokan harinya, Roni pun menyatakan cintanya pada Rina dihadapan ku. Aku pun senang walaupun hatiku sangat sakit dan sakit. Aku pun mengatakan selamat kepada mereka berdua. Wajah ku terlihat bahagia padahal hatiku menangis. Hatiku menangis tak masalah buat ku, yang penting sahabat ku bahagia.

Hari demi hari berganti, aku pun terus belajar mulai dari pelajaran yang aku terima di sekolah karena sebentar lagi ujian kelulusan. Aku berjanji akan melupakan kejadian yang telah berlalu.

Setiap Rina meminta bantuan selalu aku bantu karena, aku tidak ingin dia merasa sedih. Aku ingin Rina selalu bahagia walaupun nyawa taruhannya. Tapi, megapa Rina tidak pernah membantu ku sejak dia bersama Roni. Seakan-akan dia sudah lupa sama sahabatnya sendiri. Saat aku terjatuh Rina seakan-akan tidak mengerti bahwa aku terjatuh. Tapi itu sudah aku anggap sebagai cobaan dalam persahabatan.

Setahun telah berlalu. Aku sudah lulus dari SMA. Tapi, sayangya aku tidak bisa melanjutkan sekolahku ke tingkat yang lebih tinggi. Karena sakit ku kini makin parah. Semenjak aku mendonorkan organ tubuhku, aku menjadi sakit sakitan. Kini yang aku bisa hanya mengurung diri di dalam rumah dan tidak pernah keluar rumah. Roni pun selalu memberiku semangat untuk sembuh. Tapi, rasanya sudah tidak mungkin lagi untuk aku sembuh.
Dua tahun berlalu. Rani pun meninggal dunia. Roni pun menangis menyesali kenapa dia harus menuruti kemauan Rani dulu. “Seandainya aku sekarang bersama Rani, Aku akan coba membuat dia bahagia di akhir hidupnya. Tapi, kini sudah terlambat bagi ku untuk melakukan itu” ujar Roni dalam hati.

Rina pun juga menyesal. ”seharusnya aku tidak menerima organ tubuhnya dulu” ucap Rina. ”Seharusnya aku yang ada di dalam sini, bukan kamu Ran… Maafkan aku ya Rani, seandainya aku tidak menerima donor tubuhmu, kamu tidak akan seperti ini. Aku sangat benci pada diriku sendiri.., maafkan aku ya Rani..” sambung Rina.
“Sudahlah Rina.. Kita tidak boleh menyesali kepergiannya. Ini sudah rencana-Nya yang di atas, syukuri saja apa yang terjadi” Jawab Roni. Akhirnya, Rina menyadari ini sudah jalan hidup Rani. Rina hanya bisa mendo’akan Rani disana.
“Terima kasih Rani.. Atas pengorbananmu, aku dapat hidup bahagia. Sekali lagi, terima kasih” Ucap Rina..

SUMBER:https://www.facebook.com/KisahPengorbananDemiCinta/posts/459202260834086

kisah sahabat

Home
SMS Cinta
Kata Mutiara Cinta
Puisi Persahabatan
Kata Motivasi
Puisi Cinta
Kata Lucu
Pantun Lucu
Animasi Lucu
Humor Lucu
Pantun Jenaka

Kumpulan Cerpen Indonesia Terbaru 2014
Kumpulan Cerpen Indonesia Terbaru 2014

Kirim Cerpen
Cerpen »
Puisi
Kata Mutiara
Naskah Drama
Cerita Rakyat
Cerita Lucu
Kata Bijak
Teks Pidato
Gambar Lucu
Kata Galau

Home » Cerpen Persahabatan » Cerpen Sedih » Hembusan Terakhir Sahabatku – Cerpen Persahabatan Sedih
Hembusan Terakhir Sahabatku – Cerpen Persahabatan Sedih
HEMBUSAN TERAKHIR SAHABATKU
Cerpen Karya Mariani Yuni Susilo Wenti

Di pagi hari dengan cuaca yang tidak bersahabat, awan hitam menyelimuti langit biru yang cerah diseratai dengan rintikan hujan, Nindy siswi teladan SMA ATHENS yang kini duduk di kelas IX sudah bersiap–siap untuk pergi ke sekolah dengan Jazz kesayangannya.

Sesampainya di sekolah.
“Pagi pak!” Sapa Nindy kepada petugas keamanan dari dalam mobilnya saat memasuki gerbang sekolah.
“Pagi juga neng! Parkirnya di sebelah sana ya!” Jawab Pak Didi sambil menunjukkan arah dengan tangannya.

“Sip Pak!” Balas Nindy.
Nindy pun memarkirkan mobilnya. Setelah itu Ia segera menuju ruang kelasnya. Dari balik pintu sudah terlihat ketiga sahabat karibnya yang tak lain ialah Chacha, Sheila, dan Niken yang sedang membicarakan sesuatu yang kelihatannya begitu seru.
“Pagi semua!” Sapa Nindy ceria kepada teman-temannya.
“Pagi! Tumben lo baru datang, biasanya lo duluan yang datang daripada kita?” Tanya Sheila
“Iya tadi gue kesiangan, Maklumlah mendung. Yaa otomatis gue berangkatnya agak telat, terus jalanan macet, untung aja gue ggak telat.” Jelas Nindy.
“Ya namanya juga Jakarta, kalo eggak macet bukan Jakarta.” Tambah Niken.
“terus apa namanya?” Tanya Chacha.
“Nggak perlu di bahas Ok!” Jawab Niken. Diiringi tawa kecil yang lain.
“Eh gue ke kantin dulu ya, mau beli air mineral, lupa tadi ga kebawa. Ada yang mau titip?” Tanya

Hembusan Terakhir Sahabatku
Nindy menawarkan kepada sahabatnya.
“Nggak usah deh, makasih!” Jawab Sheila.
“Ya sudah gue keluar dulu ya!” Pamit Nindy.

Nindy pun meninggalkan kelas dan menuju kantin Bu Fira. Setelah Ia sudah mendapatkan air mineral, Ia kembali ke kelas dengan tergesa–gesa karena bel yang mennadakan tanda masuk sudah berdering.
“Duh abis deh geu kalo Pak Gozali udah sampai di kelas duluan.” Gumam Nindy dalam benaknya.
Karena terlalu tergesa-gesa, sampai Ia tidak melihat seorang pria tinggi dengan paras menawan sedang berjalan dari arah yang berlawanan. Nindy secara tidak sengaja menabrak pria tersebut hingga mereka terjatuh.
“Aduh!” Seru pria itu.
“Maaf, maaf! Gue nngak sengaja, gue lagi buru-biru nih.” Jawab Nindy.
“Oh iya iya gapapa kok. Kalo boleh tanya ruang Kepala Sekolah di mana ya?” Tanya pria tampan dengan sedikit terengah-engah.
“Ruangan Kepala Sekolah di sana, lurus aja ada tulisannya kok.” Jawab Nindy dengan penuh kepanikan sambil mengarahkan tangannya ke arah kanan.
“Ya makasih ya.” Ucap pria tampan itu.
“Ya sama-sama” Balas Nindy dengan suara lebih keras sambil berlari.

Tak lama kemudian Ia pun sampai di depan kelas. Dari balik pintu Ia sedikit mengintip ke dalam untuk melihat apakah Pak Gozali sudah sampai di ruangan atau belum.
“Ya Tuhan lindungilah hamba-Mu ini dari hukuman Pak Gozali.” Doa Nindy dalam benaknya sebelum memasuki kelas.
Ia pun secara perlahan-lahan memesuki kelas. Dengan perasaan berdebar-debar. Ia segera mengarahkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan trersebut untuk mengetahui keberadaan Pak Gozali.
“Alhamdulillah beliau belum datang, terima kasih ya Allah.” Ucap Nindy dalam benaknya sambil menempatkan tangan kanannya di dadanya.
“Kenapa lo kok kelihatannya tegang banget?” Tanya Sheila.
“Gimana nggak tegang, sekarang kan pelajarannya Pak Gozali. Kalo gue sampai telat masuk sedikit aja habis gue dijemur di lapangan. Dia belum datang kan?” Jelas Nindy.
“Belum kok! Mungkin karena habis hujan terus jalanan macet, jadinya becek deh!” Tambah Chacha.
“Iya tuh mungkin kejebak banjir.” Tambah Niken.

Tak lama kemudian datang sosok pria tinggi, bertubuh tegap, dan terlihat sedikit jutek dari balik pintu. Pria itu tak lain ialah Pak Gozali. Suasana kelas pun berubah sesaat dari yang sebelumnya sedikit gaduh menjadi sunyi ketika Ia datang. Tak ada seorang pun yang berani mengeluarkan sepatah kata kecuali Richo sang ketua murid yang memberikan komando kepada teman-temannya.
“Bersiap! Memberi salam!” Ucap Richo.
Mendengar perintah tersebut, serentak seluruh siswa mengucapkan salam. Setelah itu Pak Gozali mengabsen siswa-siswi. Lalu Beliau melanjutkan menjelaskan materi minggu lalu mengenai teknologi reproduksi. Di tengah penjelasannya tiba-tiba Ia mengajukan pertanyaan.
“Ada yang masih ingat, hewan apa yang pertama kali di cloning?” Tanyanya dengan sedikit penegasan.
“Domba Dolly pak!” Jawab Nindy.
“Benar sekali. Sekarang, siapa yang dapat menjelaskan bagaimana proses pengkloningan pada hewan tersebut?” Tambahnya.

Seluruh siswa hanya terdiam mendengar pertanyyan tersebut.
“Ya sudah, mungkin kalian lupa. Sekarang silahkan buat kelompok masing-masing empat orang dan diskusikan!” Perintahnya.
Mendengar perintah tersebut, seluruh siswa dalam ruangan tersebut langsung membalikkan kursi mereka. Begitu pula dengan Nindy dan Chacha, mereka memutar kursinya 180 derajat hingga mereka berhadapan dengan Sheila dan Niken.

Disela–sela diskusi Sheila melihat Nindy penuh keheranan.
“Woy kenapa lo? Kok dari tadi gue perhatiin lo senyum-senyum sendiri?” Tanya Sheila.
“Cie lagi seneng ya? Cerita dong!” Bujuk Niken diiringi tawa kecil.
“aduh gue bingung ceritanya dari mana, yang jelas perasaan gue hari ini seneng banget.” Jawab Nindy penuh kegembiraan disertai tawa kecil.
“Gue tau pasti lo sekarang lagi jatuh cinta ya?” Tebak Chacha.
“Ih apaan sih lo Cha? Nggak kok!” Jawab Nindy dengan sedikit malu.
“Ih pake ngebohong, sudah jujur aja! Lo itu nggak bisa bohong sama gue, dari mata lo aja sudah kelihatan klo lo lagi jatuh cinta. Mungkin lo bisa ngebohongin yang lain tapi gue enggak. Gue sahabat lo dari lo kecil, dari kita belum sekolah.” Jelas Chacha.
“Hehe Iya deh gue nyerah. ” Jawab Nindy dengan sedikit malu.
“Cie cie sama siapa Nin?”Tanya Niken dengan penuh penasaran.
“Gue nggak tahu dia siapa, kayaknya sih anak baru. Soalnya gue baru kali ini ngelihat dia.” Jelas Nindy dengan wajah sedikit kemerah–merahan.
“Cie…! Berarti lo jatuh cinta pada pandangan pertama dong? Cie cie” Ejek Sheila.
“Jarang-jarangkan seorang Nindy Aditya Putri, seorang putri sekolah jatuh cinta! Beruntung banget tuh orangnya.” Tambah Chacha.
“Ih apaan sih kalian! Udah ah udah jangan bahas sekarang.” Jawab Nindy sambil melirik ke arah Pak Gozali yang sedari tadi memperhatikan mereka.
“Pokoknya nanti certain ya siapa yang sudah membuat lo jatuh cinta.” Pinta Niken.
“Iya bawel.” Jawab Nindy
Mereka pun melanjutkan diskusi hingga jam pelajaran Pak Gozali selesai.

Kemudian mereka melanjutkan dengan mata pelajaran lain. Setelah pikul 16.00 WIB bel bordering, yang menunjukkan bahwa kegiatan KBM sudah berakhir. Siswa-siswi pun meninggalkan kelas dan bergegas kembali ke rumah masing-masing.

Keesokan harinya, seperti biasa Nindy sudah bangun saat sang fajar masih malu-malu menampakkan dirinya. Ia segera bersiap-siap pergi ke sekolah. Ia tidak dapat bersantai-santai karena kondisi jalan Ibu Kota tidak dapat diprediksikan. Setelah seluruh persiapan selesai, Ia tidak lupa untuk berpamitan kepada kedua orang tuanya yaitu Bapak Ferdy dan Ibu Lian sebelum Ia pergi ke sekolah.

Sesampainya di SMA ATHENS sambil menunggu bel, Nindy dan ketiga sahabatnya melanjutkan pembicaraan yang lalu mengenai siapa yang membuat Nindy jatuh cinta. Disela-sela pembicaraan, terdengar bel yang menunjukkan bahwa KBM segera dimulai. Tak lama kemudian seorang lelaki paruh baya memasuki kelas tersebut, yaitu Pak Cece, yang tak lain ialah guru BK. Serentak seluruh siswa memberikan salam kepadanya.
“Pagi ini kalian kedatangan siswa baru pindahan dari Bandung.” Ujar Pak Cece.
Kemudian Ia memanggil seorang laki-laki tampan dari balik pintu. Ketika lelaki itu masuk suasana kelas menjadi gaduh.
“TENANG-TENANG!! Saya harap kalian bias tenang!” Ucap Pak Cece.
Seketika suasana kelas menjadi lebih tenang.
“Sekarang silahkan perkenalkan diri kamu!” Pinta Pak Cece kepada murid baru tersebut.
“Selamat pagi semuanya! Nama saya Ryan Anugrah, kalian bisa panggil saya Ryan.” Ucap Ryan.
“Sekarang silahkan kamu cari kursi yang masih kosong.” Ucap Pak Cece mempersilahkan Ryan untuk duduk. “Untuk perkenalan lebih lanjut nanti kalian bisa tanya langsung.” Tambahnya.
”Sekarang pelajaran apa?” Tanya Pak Cece pada Richo.
“Olahraga Pak.” Jawab Richo.
“Ya sudah sekarang kalian ganti baju lalu langsung ke lapangan, guru kalian sudah menunggu disana.” Ucap Pak Cece sebelum meninggalkan kelas tersebut.

Kemudian Pak Cece meninggalkan kelas tersebut. Ryan pun segera menuju kursi yang masih kosong. Saat menuju kursi tersebut Ia melewati kursi Nindy, dan tersenyum padanya.
Tanpa disadari Nindy, Chacha sedari tadi memperhatikan tingkah laku Nindy yang sejak tadi tersenyum tepatnya ketika Ryan memasuki kelas.
“Dia ya orangnya?” Tanya Chacha.
“Maksudnya?” Tanya balik Nindy.
“Ia dia kan yang sudah membuat hati lo jadi berbunga-bunga?” Tebak Chacha.
“Hehe Iya.” jawab Nindy sedikit malu-malu. “Kok lo bisa tahu sih?” Tanya Nindy heran.
“Kelihatan dari tingkah laku lo.” Jelas Chacha singkat. “Ya sudah yuk ganti baju!” Tambah Chacha.

Kemudian mereka dan siswa yang lain mengganti pakaian putih abu-abu dengan pakaian olahraga. Setelah itu mereka berkumpul di lapangan. Sesampainya di sana mereka diperintahkan untuk bermain basket. Karena sudah merasa lelah bermain basket, mereka memutuskan untuk beristirahat. Di tengah istirahat, tiba-tiba Ryan menghampiri Nindy yang tengah asyik bersama ketiga sahabatnya. Ryan pun memperkenalkan dirinya kepada Nindy, Chacha, Sheila, dan Niken.
“Hai!” Sapa Ryan. Maaf ya kemarin gue ga sengaja nabrak lo sampai lo jatuh, ada yang luka nggak?” Tambahnya.
“Nggak papa ko, nggak ada yang luka. Lagi pula kemarin kan yang nabrak gue bukan lo” Jawab Nindy. “Kalo boleh tahu, kenapa lo pindah sekolah?” Tambahnya.
“Gue dulu ikut nenek gue, kasihan nenek gue sendiri. Belum lama ini Beliau meninggal, ya sudah gue balik tinggal sama orang tua gue, terus disekolahin disini.” Jelas Ryan.
“Oh maaf ya, jadi mggak enak. Lo cucu kesayangannya ya?” Balas Nindy.
“Nggak papa kok. Gimana ya gue kan cucu satu-satunya.” Jawab Ryan.
“Oh, pasti nenek lo sayang banget sama lo.”

Mereka pun melanjutkan pembicaraan hingga menyinggung topik yang lain. Di tengah-tengah perbincangan terdengar bunyi bel, mereka pun menyudahi obrolan dan segera mengganti pakaian. Setelah itu mereka melanjutkan pelajaran hingga akhir. Ketika bel berdering Nindy dan ketiga sahabatnya pulang bersama.
Di tengah-tengah perjalanan sambil mrndengarkan musik kesukaan mereka mereka membicarakan sesuatu.
“Cie Nindy, tadi ngobrolin apa saja sama Ryan?” Ledek Niken.
“Ih apaan si lo Ken! Tadi gue cuma nanya alasan dia pindah sekolah terus gue ceritain keadaan sekolah kita.” Jawab Nindy.
“Cha, lo kenapa dari tadi diam saja, terus muka lo kok agak pucat sih?” Tanya Sheila khawatir.
“Nggak papa kok cuma pusing sedikit.” Jawab Chacha lemas.
“Gue perhatiin, kok lo sering banget pusing? Sakit apa?” Tanya Nindy cemas sambil melirik ke arah Chacha yang duduk di sampingnya.
“Nggak, nggak ada sakit kok! Ya mumgkin karena kelelehan aja kali.” Jawab Chacha.

Nindy pun mengantarkan Chacha hingga pintu rumahnya, kemudian Ia melanjutkan mengantar Sheila dan Niken.
Sesampainya di rumah, kedua orang tua Chacha sangat khawatir melihat keadaan putri tunggalnya yang pucat pasi. Tanpa berfikir panjang, mereka membawanya ke rumah sakit tempat di mana keluarga Chacha memeriksa kesehatannya.

Sesampainya di rumah sakit, Chacha diperiksa oleh Dokter Indrawan yang akrab di sapa dokter Indra yang tak lain ialah dokter pribadi keluarga Nasution, keluarga Chacha. Setelah Chacha selesai diperiksa, Dokter Indra meminta Bapak Zainal Nasution dan Ibu Yulia Nasution menemuinya di ruangannya.
“Maaf sebelumnya saya harus mengatakan ini kepada Bapak dan Ibu, kondisi putri Anda sudah semakin parah, saya khawatir apabila operasi tidak segera dilaksanakan, hal ini bisa mengancam keselamatan putri anda.” Jelas Dokter Indra.
“Apa tidak ada cara lain untuk menyembuhkan putri kami selain operasi?” Tanya Ibu Yulia sambil menitihkan air mata.
“Tidak ada cara lain lagi karena kondisi putri Ibu sudah memasuki stadium akhir. Itu pun bila operasinya berhasil.” Jawab Dokter Indra.
“Maksud dokter?” Tanya Bapak Zaenal khawatir.
“Ia bila operasinya berhasil ada dua kemungkinan, yaitu Ia akan kembali seperti sedia kala atau ia tetap hidup dengan lupa ingatan atau yang disebut amnesia.” Jelas Dokter Indra. “Dan apabila operasinya tidak segera dilaksanakan atau gagal maka putri ibu tidak dapat diselamatkan atau ada keajaiban dari Yang Kuasa.” Tambahnya.
Mendengar perkataan tadi air mata Ibu Yukia mengalir semakin deras.
“Kapan operasi itu bisa dilaksanakan?” Tanya Bapak Zaenal.
“Itu tergantung kesiapan Anda dan putri Anda, saran saya lebih baik secepatnya.” Jawab Dokter Indra.

Di tempat yang berbeda tepatnya di ruang tunggu dalam waktu yang bersamaan, Chacha secara tidak sengaja melihat Ryan yang sedang berjalan.
“Ryan Ryan!!” Panggil Chacha.

Mendengar itu Ryan mencari asal suara tersebut. Ia mengarahkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan tersebut. Lalu Ia melihat sosok Chacha yang sedang berdiri. Ia pun menghampirinya.
“Eh lo Cha yang tadi manggil gue? Ngapain lo di sini?” Tanya Ryan.
“Ya gue yang manggil lo. Gue di sini habis check-up sekarang lagi nungguin orang tua gue, dari tadi belum keluar-keluar.” Jawab Chacha. Lo sendiri ngapain?” Tambahnya.
“Orang tua lo belum keluar dari mana? Tanya Ryan. Gue mau jemput bokap gue mobilnya lagi di bengkel.” Jelas Ryan.
“Dari ruangannya Dokter Indra.” Jawab Chacha.
“Dokter Indara siapa? Bokap gue kan dokter juga disini terus namanya dokter Indrawan.” Jelas Chacha.
“Dokter Indra yang ruangannya di sebelah sana.” Balas Chacha sambil menunjuk ke arah ruangan yang berda tak jauh dari tempatnya menunggu.
“Loh itu kan ruangannya bokap gue.” Balas Ryan.
“Serius lo?” Tanya Chacha seolah tidak percaya.
“Serius lah ngapain sih gue bohong.” Jelas Ryan. “Siapa yang sakit? Lo Cha?” Tambahnya.

Chacha hanya terdian mendengar pertanyaan tersebut. Ia bimbang apakah Ia harus mengatakan yang sejujurnya tentang penyakitnya atau tidak. Ia khawatir apabila Ia mengtakan yang sejujurnya orang-orang yang berada di dekatnya hanya iba terhadapnya. Belum sempat Ia menjawab, Dokter Indra bersama kedua orang tuanya datang dan menghampiri mereka.
“Eh itu orang tua gue sama Dokter Indra sudah keluar.” Ucap Chacha sambil menunjuk ke arah orang tuanya.
“Cha kok lo nggak jawab pertanyaan gue sih?” Tanya Ryan.
“Oh, enggak kok gue cuma sakit kepala biasa saja kok.” Jawab Chacha agak ragu.

Kemudian Dokter Indra bersama kedua orang tua Chacha datang menghampiri.
“Kalian sudah saling kenal?” Tanya Dokter Indra kepada putraya dan Chacha.“Pak, Bu perkenalkan ini putra saya.” Tambahnya.
Ryan pun bersalaman pada orang tua Chacha sebagai tanda perkenlan.
“Ya sudah kalau begitu Dok kami pamit pulang dulu karena sudah malam.” Ucap Bapak Zaenal.
“Ya hati-hati Pak!” Balas Dokter Indra diiringi senyum. “Chacha jangan lupa istirahat ya.” Pesan Dokter Indra kepada Chacha.
Chacha pun hanya mengangguk. Kemudian mereka meninggalkan tempat tersebut.

“Kasihan temanmu, di usianya yang masih terbilang muda Dia harus menghadapi kenyataan pahit.” Ucap Dokter Indra kepada putranya.
“Maksud ayah apa?” Tanya Ryan tak mengerti.
“Iya, dia mengidap kanker otak, sudah stadium akhir.”Jawab Ayah Ryan.
“Apa?” Ucap Ryan tak percaya.
“Ya sudah sekarang kita pulang dulu” Ajak ayah Ryan. “Nanti Ayah ceritakan di mobil.” Tambahnya.
Di perjalanan pulang, ayah Ryan pun menceritakan semuanya yang terjadi pada teman baru Ryan.
“Kamu sekarang sudah tahu apa yang terjadi pada Chacha, Ayah pinta tolong jangan kamu ceritakan hal ini pada siapa pun. Ayah merasa berdosa sekali sudah melanggar kode etik kedokteran dengan menceritakan kondisi pasien Ayah ke kamu.” Pinta Ayah Ryan
“Iya Yah, aku ngerti kok aku janji ga akan bilang ke siapa pun.”

Keesokan harinya Ryan menghampiri Chacha yang sedang duduk termenung di depan kelas.
“Boleh duduk di sini?” Tanya Ryan.

Chacha tidak menjawab, Ia hanya menggeser posisi duduknya sebagai isyarat bahwa Ryan boleh duduk di sampingnya.
“Maaf ya Cha sebelumnya. Gue sudah tahu apa yang terjadi sama lo.” Ucap Ryan mengawali pembicraan. “Kenapa kemarin lo bohong sama gue?” Tambahnya.
“Gue sudah menduga. Bokap lo yang ngasih tahu ya?” Tebak Chacha. Ryan pun menjawab dengan anggukkan kepala. “Gue nggak bermaksud bohong sama lo, gue cuma nggak mau kalo lo dan yang lain tahu penyakit gue, lo semua jadi kasihan sama gue. Karena umur gue sudah sebebtar lagi” Jelas Chacha sambil menitihkan air mata. “Lo harus janji sama gue jangan sampai ada yang tau tentang hal ini selain lo.” Pinta Chacha masih dengan derai air mata.
“Ya gue janji gue nggak akan bilang hal ini ke siapa-siapa. Yang harus lo tahu gue berteman dengan lo bukan karena gue kasihan atau iba sama lo tapi gue peduli sama lo.” Jelas Ryan. “Sekarang lo hapus air mata lo, gue yakin lo pasti bisa menghadapi semua ini.” Pinta Ryan. “Kalau lo ada keluhan lo bisa bilang ke gue nanti gue sampaikan ke ayah gue.” Tambahnya.
“Makasih Yan. Iya nanti kalo gue ada keluhan gue bilang ke lo.” Balas Chacha.

Tak lama kemudian bel pun berdering. Mereka memasuki ruang kelas untuk mengikuti pelajaran.
Hari demi hari berlalu, Chacha dan Ryan pun semakin akrab. Mereka sering terlihat mengobrol bersama. Hal itu membuat hati Nindy sedikit cemburu terhadap sahabatnya.
“Cha gue perhatiin kok lo sama Ryan semakin akrab ya?” Tanya Nindy. “Lo tahu kan kalau gue suka sama Ryan?” Tambahnya.
“iya gue tahu kok, lo cemburu ya? Jawab chacha dengan sedikit meledek.
“Gue lagi enggak mood ya buat bercanda.” Balas Nindy dengan sedikit kesal.
“Hehe santai aja Nin. Gue sama dia nggak ada apa-apa kok.” Jawab Chacha. “Gue cuma…” Nindy memutus pembicaraan.
“Cuma apa?” Cuma mau ngerebut Ryan dari gue?” Tanya Nindy kesal bercampur emosi.
“Ya ampun Nin, kok lo bisa berfikiran seperti itu sama gue?” Tanya Chacha dengan nada lebih tinngi dari sebelumnya.

Perseteruan di antara mereka pun tek dapat dihindari. Di tengah perseteruan tersebut tiba-tiba Chacha pingsan.
“Cha, Cha lo kenapa?” Ucap Nindy panik saat sahabatnya tergeletak di lantai.

Tak lama kemudian Nindy melihat Ryan yang sedang berjalan, Ia pun memenggilnya dan meminta bantuan.
“Chacha kenapa?” Tanya Ryan kepada Nindy panik.
“Gue juga nggak tahu tadi tiba-tiba dia pingsan.” Jawab Nindy masih panik.
“Ya sudah bawa dia ke rumah sakit, lo tolong kabarin ke orang tuanya ya.” Balas Ryan masih panik.

Kemudian mereka membawa Chacha ke rumah sakit. Ia pun langsung ditangani oleh Dokter Indra.
“Yah tolongin Chacha, tadi dia tiba-tiba pingsan!” Pinta Ryan.
“Ya” Jawab Dokter Indra. “Sekarang kamu berdo’a untuk kesembuhan temanmu ini” Tambahnya.

Chacha pun langsung dibawa ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.
“Ryan, itu ayah lo?” Tanya Nindy.
“Iya itu ayah gue.” Jawab Ryan.

Tak lama kemudian kedua orang tua Chacha datang bersama Niken dan Sheila. Mereka langsung menghampiri Nindy dan Ryan.
“Chacha di mana?” Tanya Ibu Yulia dengan penuh kepanikan.
“Dia lagi di ICU. Tante sebenarnya Chacha sakit apa? Kok tante terlihat panik sekali?” Tanya Nindy.
“Dia mengidap kanker otak.” Jawab Ayah Chacha.

Seketika suasana menjadi sendu setelah mereka mendengar perkataan itu. Mereka tidak menyangka Chacha mengidap penyakit yang mengerikan itu.
“Apa?” Tanya Nindy membangunkan kesunyian. Sheila, dan Niken serentak tidak percaya.
“Kenpa Chacha menyembunyikan ini semua?” Tambah Nindy dengan menitihkan air mata. “Sahabat macam apa gue? Masa orang yang berarti di hidup gue memikul beban yang berat gue nggak tahu?” Dengan air mata yang mengalir lebih deras. “Gue nyesel banget tadi gue sempet ribut sama Chacha hanya karena masalah sepele.” Ucap Nindy menyalahkan dirinya.
“Cukup Nin, kamu nggak perlu menyalahkan diri kamu sendiri. Ini sudah takdir dari Yang Kuasa. Chacha bukannnya nggak mau ngasih tahu hal ini ke kalian, Dia hanya takut bila dia cerita ke kelian, kalian menjadi iba dan kasihan terhadapnya.” Jelas Ibu Chacha yang juga menitihkan air mata.

Tak lama kemudian Dokter Indra keluar dari ruang ICU. Kedua orang tua Chacha beserta keempat sahabatnya menghampirinya.
“Gimana dok keadaan anak saya?” Tanya Ayah Chacha berusaha tenang.
“Kondisi putri anda semakin memprihatinkan. Presentase harapan hidupnya kini hanya 40%. Cara untuk menyelamatkan Chacha hanya dengan melakukan operasi. Itu pun bila berhasil.” Jelas Dokter Indra.
“Apa persyaratan yang harus kami penuhi agar operasi itu segera dilaksanakan?” Tanya Ayah Chacha.
“Anda silahkan ke bagian administrasi lalu menandatangani persetujuan operasi.” Jawab Dokter Indra.

Ayah Chacha pun segera menuju bagian administrasi untuk menyelesaikan persyaratan operasi. Tak lama kemudian setelah persyaratan telah dipenuhi Dokter Indra kembali bersama timnya untuk melakukan operasi.
“Operasi akan segera dilaksanakan, ini membutuhkan waktu sekitar 8 jam. Saya berharap kepada Bapak dan Ibu serta adik-adik untuk mendoakan agar operasinya berhasil.” Ucap Dokter Indra sesaat sebelum menuju ruang operasi.

Sambil menunggu jalnnya operasi, kedua orang tua Chacha beserta keempat sahabatnya tidah henti-hentinya berdoa untuk kelancaran operasi dan keselamatan Chacha. Setelah berjam-jam menunggu Dokter Indra pun keluar dari ruang operasi. Mereka pun langsung menghampirinya.
“Gimana Dok, apakah operasinya berhasil?” Tanya Ayah Chacha panik.
“Alhamdulillah, operasinya berjalan dengan lancar, sekarang kondisinya masih belum sadar.” Jawab Dokter Indra.

Tak lama kemudian Chacha pun sadar. Dokter Indra mengizinkan kedua orang tuanya untuk menemuinya. Mereka pun masuk ke ruang dimana Chacha dirawat bersama Nindy.
“Ibu, Ayah, Nindy maafin Chacha ya. Selama ini Chacha sudah banyak salah sama kalian.” Ucap Chacha.
“Iya Cha, maafin Ayah sama Ibu juga ya.” Balas Ayah Chacha.Ibu Chacha hanya menitihkan air mata tidak sanggup melihat kondisi putrinya yang terbaring lemah.
“Nggak ada yang perlu dimaafin Cha, seharusya gue yang minta maaf ke lo, gue sudah ngecewain lo, gue sudah berfikiran negatif ke lo, gara-gara gue lo jadi begini.” Balas Nindy juga dengan menitihkan air mata.
“Enggak Nin, ini bukan gara-gara lo, ini sudah takdir. Gue mau klarifikasi masalah yang tadi, gue sama Ryan nggak ada apa-apa, gue Cuma ngobrol tentang penyakit gue. Kalau ada keluhan gue cerita ke dia nanti dia sampaikan ke bokapnya.” Ucap Chacha masih dengan berbaring.
“Iya Cha gue sudah lupakan itu semua. Masalah yang tadi udah lupain aja. Sekali lagi maafin gue ya. Gue nyesel banget.” Ucap Nindy masih dalam tangis.
“Bu, Yah, Nin, sekarang hapus air mata kalian, aku nggak mau lihat ada kesedihan di sini. Ibu, Ayah sama Nindy harus janji jangan nangis lagi walau apapun yang terjadi.” Pinta Chacha.

Kedua orang tua Chacha dan Nindy hanya mengangguk sebagai isyarat mereka berjanji, sambil menghapus air mata yang membasahi wajahnya.
“Sekali lagi aku minta maaf ya, tolong sampoaikan maaf aku ke yang lain.” Pinta Chacha dengan sedikit terbata-bata.
Setelah mengucap kalimat tersebut, Chacha menghembuskan nafas terakhirnya. Saat mengetahui garis pada elektrokardiograf membentuk garis lurus 1800, tanpa berfikir panjang Nindy langsung berlari mencari Dokter Indra agar dapat memberikan pertolongan kepada sahabat yang sangat disayanginya itu. Namun sia-sia. Segala cara telah dilakukan namun hasilnya tak seperti yang diharapkan. Nyawa Chacha sudah tidak tertolong.

Kedua orang tua Chacha dan seluruh temannya berusaha untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan, walau air mata sempat menghiasi wajah mereka. Mereka berusaha untuk menerima takdir dari Sang Khalik. Mereka berdoa agar ruh Chacha diterima di sisi Allah dan mendapat tempat yang layak di sisinya.

Baca juga Cerpen Persahabatan dan Cerpen Sedih yang lainnya.
Share This To :

Artikel Terkait :

Pelangi Beri Aku Warna – Cerpen persahabatan PELANGI BERI AKU WARNACerpen Karya Anggun Langi Sripati Dewi Tak selamanya benang itu selalu rapi, seringkali pintalan benang … [Readmore]
Sahabat Menjadi Duri – Cerpen Sedih SAHABAT MENJADI DURI Cerpen Karya Kholifah FauziahSemilir angin memecah keheningan yang ada , deruh air membuyarkan lamunan ku … [Readmore]
Kuraih Bahagia Dengan Duka – Cerpen Sedih KURAIH BAHAGIA DENGAN DUKACerpen Karya Ari Setiadi, S.Pd.Suatu pagi, Kampung Warung Awi—Kecamatan Cililin Bandung dilanda mendun … [Readmore]

Ditulis Oleh: Gyan Pramesty – Published at : September 10, 2013
Label: Cerpen Persahabatan, Cerpen Sedih
‹Newer Post Older Post›
Paling Banyak Dibaca

Kumpulan Kata Kata Cinta Terbaru Update 2014
Kata Kata Cinta – Ribuan bahasa menerjemahkan kata “cinta” sebagai sesuatu yang berkaitan dengan sebuah hubungan dan kasih sayang dan ribu…
Kumpulan Kata kata Bijak Paling Bijak Terbaru 2014
Kata kata Bijak – Menurut ramalan bangsa China kuno, tahun 2014 merupakan tahun kuda berelemen air, dimana kuda sendiri sering digunakan s…

Artikel Terbaru

Hanya Aku – Cerpen Remaja
Butiran Ayat Cinta di BBM – Cerpen Islam
Drama – Cerpen Remaja
Cinta Di Toko Buku – Cerpen Cinta
Kumpulan Kata Kata Galau Terbaru 2014
Kumpulan Kata kata Mutiara Romantis Update 2014
Gambar Animasi Bergerak Lucu Terbaru 2014
Gambar Lucu – Kumpulan Foto Lucu dan Gokil 2014
Kumpulan Kata Kata Cinta Terbaru Update 2014
Kumpulan Kata kata Bijak Paling Bijak Terbaru 2014
Kumpulan Kata Kata Mutiara Terbaru Update 2014
The Wanted?! – Cerpen Misteri

DMCA Protection | TOS | Privacy Policy | Disclaimer | Copyright Disclaimer | Contact Us
Copyright 2012-2014. Hak Cipta Di Lindungi Undang-undang
Hembusan Terakhir Sahabatku – Cerpen Persahabatan Sedih
Back To Top

sumber :http://www.lokerseni.web.id/2013/09/hembusan-terakhir-sahabatku-cerpen.html

*Andalah yang harus mandiri, Anda yang bertanggung jawab untuk diri sendiri. Anda bukan korban, Anda hanya berpikir sebagai korban untuk menutupi kelemahan Anda

*Tidak usah risau dengan berbagai kekurangan Anda. Fokuskan pada kelebihan Anda, kemudian tingkatkan lagi sehingga Anda sangat mahir pada bidang itu. Memiliki satu keahlian strategis, bisa menjadi Anda seorang yang sukses baik dalam bidang karir, bisnis, maupun profesional. Zaman sekarang, zamannya spesialis

*Masalah utama yang menyebabkan kita suka menunda-nunda adalah lemahnya dalam memutuskan prioritas. Pekerjaan kita banyak, maka kita harus memiliki prioritas, sehingga ada pekerjaan yang jelas harus kita lakukan. Saat tidak ada prioritas, maka semua akan mengambang, semua akan tertunda, sebab pikiran kita bingung

*Kombinasi keyakinan dan penyerahan diri kepada Allah adalah obat mujarab dari putus asa. Nggak mungkin, orang yang yakin dan tawakal akan putus asa.

*Percaya diri bukan sekedar dianggap hebat, namun memang sudah hebat sejak lahir. Hanya saja persepsi diri kita yang menghalangi kehebatan kita masing-masin

*“Jika sore tiba, janganlah tunggu waktu pagi, jika pagi tiba, janganlah tunggu waktu sore. Manfaatkan masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu dan manfaatkan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu.

Just another Blog MTsN Baranti Sites site

Featuring WPMU Bloglist Widget by YD WordPress Developer