Cerita Semangat Pagi Guruku

Jam 7.45 WIB ku lihat seorang lelaki tua yang belum terlihat tua berjalan gagah penuh semangat di jalanan desa. Dengan baju rapih dan rambut klimisnya, tidak lupa dengan parfumnya yang menyengat bahkan ketika dia sudah berlalu bau parfum itu masih tercium jelas.
Pak Sari nama lelaki itu, seorang guru SD yang sudah berpuluhan tahun mengajar di SDN Darussalam Kota Tangerang dekat rumahku.

Perjalanan yang lumayan jauh ditempuhnya berjalan kaki dengan semangat menyapa setiap orang yang dilaluinya dengan senyum ramahnya. Padahal umur sudah tidak memungkinkan untuk itu. Tapi semangat mengalahkan usia tuanya untuk tetap mengajar para siswanya.

Aku Kiki siswi yang pernah sekolah disana lebih tepatnya alumni SDN Darussalam Kota Tangerang. Kira-kira sudah 6 tahun aku lulus sekolah SD dan sekarang aku sudah tamat sekolah SMK di 2013 ini.

Bertahun-tahun lamanya pak Sari belum terlihat perubahan darinya. Tetap tegas, gagah, semangat dan bau parfumnya yang menyengat itu 😀 juga terkadang dengan guyonan khasnya.
Dan sudah selama itu juga aku tidak pernah masuk ke sekolah itu lagi yang sudah berubah 100% dari 6 tahun lalu. Dan tanggal 15 Juli 2013 ini aku masuk kesana mengantarkan adikku Sevi yang duduk di kelas 2.

Kuperhatikan guru-guru disana banyak yang tidak ku kenal. Perhatianku tertuju pada satu guru yang kuceritakan di atas.
Pak Sari dengan wajah ceria tapi tetap gagah berbicara di depan murid-muridnya yang berbaris di lapangan. Pak Sari menjelaskan tentang kelas baru mereka karena hari itu adalah tahun ajaran baru.

Aku coba membandingkan pak Sari dengan guru-guru yang lebih muda disana tapi tetap saja yang lebih beraura adalah pak Sari bakan yang lain terkesan biasa saja.

Semoga sosok pak Sari bisa menjadi inspiratif bagi guru-guru yang lain dan remaja seperti aku :).

THE END

Cerpen Karangan: Nurhikmah Hakiki

Cerita Syukurku

“Apa kata mereka kalau yusuf akan menikah dengan orang yang cacat” cerca kakak yusuf, sedangkan bu zainab hanya terdiam di sudut ruangan sambil memandang foto yusuf dengan pandangan kosong. “Sudahlah bang kita serahkan semuanya pada yusuf toh itu semua yusuf yang akan menjalaninya”. Sambung dewi, kakak ipar yusuf. “Ya kalau wanita yang dia kenalkan tidak separah si Fara, sudah buta, bicaranya gagap, biasanya orang gagap itu pendengarannya kurang, di tambah kakinya pincang, apa yang akan di harapkan dari dia untuk memenuhi keperluan diri sendirinya saja dia masih butuh orang lain, itu akan menghambat yusuf sendiri, kalau tidak di bantu malah kasihan dia.” “Tapi bang kita tidak boleh langsung menghujami yusuf seperti itu barangkali yusuf punya maksud tersendiri”. Sambung dewi lagi. “Tapi itulah kenyataannya de”, yusuf yang bicara sendiri kalau wanita yang akan dia nikahi cacat. “Tapi kita belum melihatnya dam.” Akhirnya bu zainab angkat bicara. Tiba-tiba dengan senyum khasnya yusuf datang membawa bungkusan berwarna hitam. “Assalamualaikum…” salam yusuf memecah keheningan ruang tengah, semua menjawab salamnya tidak terkecuali aulia keponakan satu-satunya yusuf, anak dari kak adam dan mba dewi. Seperti biasa setelah pulang yusuf selalu harus menjadi kuda-kudaan untuk aulia keliling ruangan, dengan canda tawa semua keluarga sehingga menghangatkan suasana ruangan.

Setelah lima menit berlalu aulia turun dari pundak yusuf, itu berarti aulia saatnya mandi. Yusuf duduk di sebelah ibunya dan berkata “Bu, yusuf minta tolong sama ibu dan kaka untuk mengantar yusuf ke rumah Fatimah Az Zahra (Fara) hari ini, yusuf sudah melamarnya lewat pamannya kemarin, dan yusuf janji hari ini akan datang untuk menikahinya.” semua orang kaget mendengar perkataannya, akan tetapi itulah kenyataannya dengan meyakinkan anggota keluarganya akhirnya mereka berangkat menuju rumah fara tidak lupa lagi-lagi yusuf membuat keluarganya kaget, dia mengeluarkan barang bawaannya yang ada di dalam kantong hitam, “ibu, tidak pantas kalau kita berangkat ke sana dangan tidak membawa apa-apa, ini ada tabunganku selama ini sekiranya pantas di bawa kesana.” Sambil menyodorkan bungkusan itu pada ibunya, dan ibunya membukanya ternyata isinya uang dan sejumlah perhiasan. “Bu, itu jumlahnya tidak seberapa karena mampuku hanya sampai sebatas itu, uang itu berjumlah 50 juta, yusuf mau minta pendapat ibu dan kakak kira-kira pantas atau tidak.” “subhanallah… Yusuf, itu sudah lebih dari cukup, bahkan itu lebih menurut kakak” sambung kaka adam. “suf, ibu hanya bisa mendukung semua keputusanmu, sekiranya fara pantas di banding dengan 50 juta itu ibu hanya bisa berdoa semoga langkahmu di ridhoi Allah, ibu selalu merestuimu, ibu tahu siapa kamu nak,” “terima kasih bu, sebenarnya 50 juta itu tidak ada apa-apanya di bandingkan fara bu” jawab yusuf.

Sambil mereka persiapan berangkat ke rumah fara, aulia bertanya pada omnya, “om… emange ketemu sama tante fara di mana, ko seperti orang sudah kenal lama.” “om sebenarnya belum pernah lihat tante Fatimah AzZahra,” lagi-lagi keluarga kaget. “lho, terus ko kamu sudah yakin sama fara itu dari mana dek, malah ini sudah minta menikah segala,” mba dewi juga ikut herah dengan adek iparnya ini. “fara adalah anak orang biasa yang kuliah di IAIN Walisongo Semarang mba, dia murid kyai Adnan yang juga kyainya yusuf,” sambil senyum senyum yusuf melanjutkan ceritanya “yusuf kepikiran dengan ibu, karena ibu sudah bilang pingin lihat yusuf menikah, terynata kyai bisa membaca kegundahanku, beliau menawarkan seorang wanita yaitu fara, akan tetapi dia cacat. Yusuf sempat kalut, seorang kyai adnan menawarkan pada yusuf orang yang komplit cacatnya, hati siapa yang menerima, ahirnya dengan berbagai alasan yusuf menolak wanita tersebut, dan kyai bisa mengerti dengan hal itu.

Tiga bulan berlalu, yusuf berfikir pastilah fara sudah mendapatkan jodohnya, dan yusuf menemui kyai lagi dengan persoalan yang sama, akan tetapi kyai adnan masih juga menawarkan fara pada yusuf, saat itu yusuf tidak bisa berbuat apa-apa lagi, yusuf malu sama kyai adnan” “karena malu ahirnya kamu menerima orang cacat suf?” Tanya kaka dam. “tidak kak, bukan karena malu aku menerima fara, tapi karena yusuf berfikir, yusuf seperti orang egois, tidak bisa menerima orang cacat padal orang cacat adalah makhluk Allah juga, bu… fara sudah tidak punya ayah dan ibu sejak kecil, maka semoga dengan hadirnya yusuf di kehidupannya dapat menggantikan orangtuanya.” “ya nak, ibu tahu maksudmu, semoga dia menjadi ladang ibadahmu.” “terima kasih bu, fara adalah sepupu dari kyai adnan, jadi nanti yang menikahkan adalah kyai adnan, yusuf selalu ingat nasehat kyai adnan, beliau berpesan bahwa Allah akan memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita minta. jadi semoga fara adalah apa yang yusuf butuhkan. dulu yusuf menginginkan wanita yang cantik, tinggi badannya, pandai, tapi Allah memberi fara yang komplit”. “Tapi dek, apa kamu tidak ingin melihatnya terlebih dahulu, bukankah Rosulullah juga menganjurkan untuk melihat wanita yang akan di nikahi.” Kata mba dewi. “Tidak mba, insya Allah yusuf sudah sreg dengan fara, akan yusuf jadikan kelebihan pada diri fara apa yang menjadi kekurangannya. Dan semoga kekurangan yang ada pada yusuf bisa di ma’lumi oleh fara, karena kami ingin saling melengkapi, dan mampu menutup kekurangan yang ada pada kami dengan kekurangan dan kelebihan kami berdua, mohon doanya kak, mba.” “insya Allah kami selalu mendoakanmu dek”. Mba dewi yang nota bene orangnya gampang menangis seketika itu juga tanpa kuasanya dia menangis, sambil memeluk mertuanya, bu zainab.

Persiapan telah selesai, saatnya mereka berangkat menuju rumah fara, tidak banyak yang ikut karena memang sangat mendadak, akan tetapi rencana ibunya yusuf setelah akad usai, sekitar satu minggu kemudian akan di lakukan resepsi pernikahan di rumah mereka, tujuannya untuk menyiarkan dan memperkenalkan istri yusuf kepada para sanak saudara dan para tetangga. Akan tetapi kak adam menolak untuk itu karena hanya akan mempermalukan keluarga mereka, yang mempunyai menantu cacat. Tidak dengan mba dewi, dia mendukung penuh dengan rencana ibu mertuanyanya dengan alasan agar mereka tidak membicarakan keluarga mereka di kemudian hari, cukup hari resepsi itu.

Dan mereka telah sampai di rumah fara yang bersebelahan dengan rumah kyai adnan, tampak dari depan ramai di padati orang-orang, bahkan ini di luar dugaan yusuf, lebih-lebih di mata keluarganya. Sekitar dua ribu orang memadati pelataran mesjid yang juga halaman rumah farad an kyai adnan, sepuluh group rebana telah berjajar dari halaman depan sampai dalam masjid melantunkan sholawat tanda mempelai laki-laki telah tiba, semua orang berdiri terpaku pada satu wajah yaitu yusuf, laki-laki beruntung yang mendapatkan fara keponakan kyai adnan. Tiba adnan di dalam masjid dengan di damping kak adam, di depan mihrob telah tersedia sebuah meja yang di balut penutup meja berwarna putih, yang di atasnya ada sebuah al quran, semua orang hening sambil menunggu kyai adnan sebagai wali belum tiba. Sementara di rumah fara ramai wanita-wanita yang sedang menyiapkan makanan untuk walimatul ‘arsy, sementara di dalam kamar fara sedang di dandani sama budenya yang tidak lain adalah bu nyai istri dari kyai adnan, yang bernama Syarifah.

Lima menit kemudian fara keluar dengan di gandeng bude rifa untuk lebih dulu sungkem pada ibunya yusuf. Ketika fara keluar semua mata tertuju padanya tanpa mengerdipkan mata sedikitpun, mereka tak rela melewatkan melihat fara barang sedetikpun, tidak terkecuali ibu dan mba dewi, ketika fara tersenyum pada mereka bagai mereka di ajak senyum oleh bidadari dari kayangan. Wajahnya yang oval, putih, bersih, bibirnya yang tipis dengan lipstick yang senada dengan warna bibirnya membuat semua orang iri ingin memiliki bibir seperti itu. Dengan tinggi badan 150 cm dan berat badan 40 kg membuat fara semakin anggun dengan balutan baju berwarna putih. “Subhanallah… ini bidadari atau menantuku” ucap bu zainab tanpa sadar. Sambil tersenyum sipu fara menjawab “ini menantu ibu, fara”. Kemudian fara mencium tangan bu zainab di lanjutkan menyalami mba dewi dan mereka berbincang bincang bersama yang lain. Suasana hati bu zainab tidak terlukiskan gembiranya begitu melihat menantunya yang begitu cantik, halus suaranya, lembut akhlaknya. Tidak sia-sia ia merestui anaknya untuk menikahi fara yang katanya cacat komplit, ternyata dia kebalikan dari cacat itu, dia tidak sempurna akan tetapi pas untuk anaknya, yusuf. Beda dengan mba dewi, dia malah kebingungan melihat fara yang begitu cantiknya walau dalam hatinya juga merasakan kebahagiaan, karena yang ia tau fara adalah gadis cacat, dan dia yakin kalau beritanya mutasil dari kyai adnan sendiri, dan tidak mungkin kyai adnan berbohong, akan tetapi mba dewi tidak menampakkan kebingungannya di depan semua orang.

Dan di dalam masjid acara akad nikah di mulai karena kyai adnan telah tiba di tempat. “Apa kamu siap suf?” “Insya Allah siap kyai” jawab yusuf dengan tenang. Acara berjalan dengan lancar, tidak ada hambatan sedikitpun. Hutbah nikah yang di sampaikanpun begitu hidmah dan mengena di hati para tamu undangan. Begitu juga di hati yusuf karena ada ayat al quran yang di bacakan, yang intinya bahwa seorang suami akan menjadi pakaian bagi istrinya yaitu untuk melindungi wanita dari fitnah, dari mata yang bukan haknya, dan menjaga kehormatannya. Begitu juga seorang istri menjadi pakaian bagi suaminya. Dan tidak ketinggalan Allah menyuruh hambanya (suami) untuk mendatangi istrinya dan bercocok tanam di ladang masing-masing dengan baik, tentunya mempunyai maksud dan tujuan yang baik pula. Semoga Allah menghimpun mereka agar menjadi lebih baik. Amin…

Hutbah telah selesai, kini saatnya mempelai putri dan putra bertemu, yusuf menuju rumah fara dengan di gandeng kyai adnan. Dalam perjalanan menuju rumah fara, kyai membisikkan sesuatu ke telinga yusuf “suf, saya titip fara, tolong jaga dia jangan karena dia keponakanku, tapi jagalah dia karena Allah, terimalah kekurangannya, syukurilah kelebihannya, dia lemah butuh tangan untuk menjaganya, dia kecil butuh badan kuat untuk membawanya.” “iya kyai, semoga yusuf bisa membawa amanah ini, mohon doanya untuk kami dan anak cucu kami kelak.”

Dan tibalah yusuf dan kyai di ruang depan, inilah saat yang mendebarkan di mana yusuf akan melihat sendiri bahwa istrinya cacat komplit, dalam hati yusuf hanya satu bagaimana perasaan ibu setelah melihat menantunya tadi, apakah ibunya baik-baik saja, dimana dia dan ibunya, dan apa yang terjadi, ini di luar kuasa manusia, ibunya menggandeng bidadari dari ruang tengah yang turun dari kayangan, dalam diamnya yusuf kembali bertanya pada dirinya sendiri, “siapakah yang di gandeng ibu, kenapa ibu tersenyum, apakah dia istriku? Ah itu tidak mungkin, kata kyai istriku cacat komplit, sedangkan dia komplitnya saja, kenapa mba dewi juga ikut tersenyum, sebenarnya ada apa ini.” Masih Dalam lamunannya, tiba-tiba ibunya menyapa yusuf “Anakku, ini istrimu Fatimah azzahro, dan fara ini suamimu lihatlah dan ciumlah tangannya.” Dengan perlahan tapi pasti fara melihat suaminya dengan iringan senyuman yang tulus. Di sisi lain jantung yusuf berdetak keras sekali bahkan seandainya di loudspeaker fara pun dapat mendengarnya. Ketika fara mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan tiba-tiba “maaf… Aku tidak bisa, karena Fatimah azzahro istriku cacat komplit, dia buta, dia juga gagap, dari gagapnya itu telinganya tidak berfungsi, dia juga lumpuh kakinya, jadi ini bukan istriku”. Semua orang tersenyum mendengar perkataan yusuf, termasuk fara sendiri. Kemudian kyai menjelaskan bahwa fara memang cacat, dia buta matanya dari hal yang tidak di Ridhoi Allah, dia gagap dari omongan yang tidak berguna, dia juga tuli dari mendengarkan hal yang dapat membakar telinganya di neraka, dia lumpuh dari langkah menuju tempat maksiat. “yusuf inilah istrimu, Fatimah az zahro yang kau butuhkan itu” kata kyai adnan. Semua orang tersenyum gembira, dan fara menyalami dan mencium tangan yusuf sambil mengucapkan salam “Assalamualaikum mas yusuf…” “Waalakumsalam mba fara…”. bagai satu beban telah rontok beserta akar-akar nya itulah yang di rasakan yusuf ketika kulitnya menyentuh yang halal baginya.

Kebahagiaan telah bersama hari-hari mereka, di rumah yusuf telah di adakan resepsi pernikahan sebagai tanda syukur mereka terhadap sang pencipta yang telah memberikan beribu kenikmatan kepeda manusia, rasanya belum cukup ucapan Alhamdulillah dan resepsi itu di banding kenikmatan yang telah di laimpahkan.

Hari-hari indah hanya milik yusuf dan fara, tidak ada hari yang membosankan bagi pasangan ini. Hari yang suram dan membosankan hanyalah milik mereka yang belum pandai bersyukur, suatu malam ketika semua telah menutup mata yusuf terbangun dari tidurnya secara tiba-tiba, otomatis fara kaget dan bertanya “Ada apa mas…?” “Tidak ada apa-apa mba, saya Cuma teringat tadi saya memberi pengajian pada ibu-ibu tentang ayat 223 surat al baqoroh, saya takut kalau saya termasuk hamba yang belum mengamalkannya” jawab yusuf dengan tegang, sehingga fara pun ikut tegang. Dalam hati fara tersenyum geli mendengar ucapan suaminya, akan tetapi ia akan mengikuti permainan suaminya dengan pura-pura belum paham. “Memangnya ayat itu menjelaskan apa mas sehingga engkau ketakutan seperti ini?” kemudian yusuf menjelaskan isi kandungan ayat tersebut sehingga suasana menjadi adem dengan seketika, sebagai seorang istri sholeha lagi pandai fara paham akan kewajiban dan haknya, mukodimah telah berjalan mulus, memang selama menjadi pengantin baru keduanya belum pernah saling memberikan shodakoh karena terhalang dengan fara yang haid. Tapi malam itu fara telah suci, jadi mereka akan berlayar menuju pulau yang kata semua orang adalah pulau terindah di dunia ini. “Mas… saya boleh mengajukan permintaan sebelum kita saling menshodakoi” “Tentu dindaku yang ayu, engkau adalah hartaku jadi akan aku penuhi selama aku mampu” “Tolong panggil saya ade’ jangan mba’, karena dari kecil aku belum pernah di panggil ade’” “hanya itukah permintaanmu ade’ku sayang” “iya mas…” senyum keduanya mengembang secara bersamaan, dan pandangan mereka saling tabrakan, pandangan yang sudah di liputi rohmahNYA, maka pandangan itu MUTLAK milik mereka berdua, semoga Allah memberi nikmat yang lebih karena syukur mereka. Amin…

Pekalongan, 3 maret 2011/30 Robiul awal1432

Cerpen Karangan: Uzmilatul Khoiroh

Cerita Cinta Ibarat Kupu-Kupu

Cinta ibarat kupu kupu, semakin dikejar semakin menghindar. Tapi, jika kau biarkan terbang maka ia akan menghampirimu. Begitulah cintaku ini tak menentu. Walaupun aku tak pernah mengejarnya namun dia tak juga datang padaku. Tak ada seorang pun yang mencintaiku, terkadang dunia ini memang tak adil. Ataukah hanya kita saja yang belum tau letak keadilan Tuhan.

Aku adalah seorang gadis berkacamata bulat rambut dikepang dua, dan mungkin memang tak terlihat menarik sedikitpun, di sekolah aku dianggap cewek culun, jelek, huh ku tak peduli apa kata mereka. Aku menyukai seorang kakak kelasku. Dia cowok terpopuler, sedangkan aku hanyalah sosok cewek yang tak ada istimewanya apapun, hanya sedikit yang mampu mengenaliku. Hanya Ana dan Beti yang mampu akrab denganku.

Saat istirahat banyak kuhabiskan untuk memandangi Farhan, kakak kelas yang kutaksir, aku memandanginya melalui jendela pada perpustakaan di lantai dua gedung sekolahku. Dari sini terlihat Farhan sedang bermain sepak bola dengan teman temannya. Banyak sekali supporter teamnya dia, mayoritas mereka cewek. Ya Farhan memang seorang Idola, yang berbeda jauh denganku, aku hanyalah Cewek Biasa-biasa saja.

Dengan melihatnya saja aku sudah bahagia, bagaimana kalau dia melihat ke arahku. Argh.. sepertinya tak mungkin dan belum pernah terjadi. Apalagi memilikinya, oh sungguh mustahil.

“Sa! Ngapain lu bengong?” Panggil Ana memecah kesunyian siang ini. “Biasa Na, lu tau sendiri kan gue lagi ngapain?” “Iya iya, lu nggak boleh terus terusan begini, toh dia nggak pernah lirik elu, mendingan lu move on aja!” Terocos Ana. “Move on gak segampang balikin telapak tangan, neng…” Sergahku. “Tapi lu harus usahain move on!” Sangkal Ana tak mau kalah dariku. “Mana mungkin aku bisa melupakannya.” “Itu terserah kamu deh Sa, gue capek lah debat sama elu, ujung ujungnya gue harus ngalah lagi” Ucap Ana pasrah, dibarengi gelak tawa kami berdua. Lalu Ana mengajakku turun menuju ke kelas.

“Jadi gimana biar dia bisa melirikku?” “Ya kamu harus merubah penampilanmu itu Raisaaa!” Ujar Beti penuh semangat. “Kamu mau bantu aku?” “Dengan senang hati, gue kan sahabat elu.” “Makasih iya sebelumya.”

Pulang sekolah ini aku bertemu dengan Farhan, dia sendirian sedang memotret pemandangan sekitar, dia memang hobi memotret. “Awaaass kak! belakangmu mobil!” Teriakku khawatir. Untungnya Farhan mendengarku dan segera menepi. “Thanks ya Sa!” Ucap Farhan sambil tersenyum lebar memamerkan sederet giginya yang berkawat. Oh dia tau namaku, dia tau namaku, Horeee! Jeritku dalam hati. “Kenapa ngelamun gitu? Makasih dah ngingetin.” Tanya Farhan membuyarkan lamunanku. “Eh iya kak.”

Aku pulang dengan hati berbunga bunga, dan malamnya kuceritakan pada Ana dan Beti perihal Farhan Tau namaku. Mereka terkejut dan ikut senang mendengarnya. Sedangkan aku memang masih sedikit tak percaya.

Hari ini ada pemetasan drama di sekolah, aku berperan menjadi snow white. Tentunya aku akan berkostum seperti snow white. Kulepaskan kacamata bulatku yang tak pernah menyingkir dari wajahku, dan ku lepas ikatan tali rambutku, lalu temanku mengguntingkan rambutku sebahu. “Wow… kamu cantik banget Sa!” Ujar Beti setelah melihat penampilan baruku ini. Dia menyuruhku berkaca, ternyata aku berubah drastis. Ana dan Beti terus terusan memujiku hingga rasanya ku seperti menembus atmosfer.

Saat pementasan drama ku memerankan snow white dengan penuh penghayatan hingga mirip seperti aslinya. Ketika dalam adegan memakan apel beracun, tak disangka, pangeran yang datang menyembuhkan ‘snow white’ adalah Farhan! Ini seperti mimpi, mimpi yang kenyataan. Atau itu hanya ilusiku dan sebenarnya dia bukan Farhan, dan kenyataannya memang bukan Farhan pangeran itu. Kulihat Farhan hanya duduk di kursi penonton, sambil bersama kamera digital kesayangannya. Entahlah dia memperhatikanku atau tidak.

Di balik panggung pertunjukan, ku mendapatkan sepucuk surat dan apel yang tergeletak di atasnya. Isi suratnya begini:

“Aku telah mencicipi apel ini, kurasa ini bukan apel beracun..”

Kulihat apelnya memang terlihat sudah digigit sedikit. Tatapan mataku menuju ke sampingku, ternyata ada Aldo, cowok jelek yang sedang makan apel merah. Ah mungkin dia yang nulis surat itu, gumamku dalam hati. Aku pun berlalu menuju ke kantin.

“Eh itu anak baru ya?” “Ah aku juga tak tau, bisa jadi!” Mereka semua yang ada di kantin menatapku. “Eh dia manis sekali, siapa dia?” “Dia snow white tadi.” “Wow.. kamu siapa?” tanya seorang cowok padaku. “Aku Raisa.” “Raisa siapa aku kok nggak kenal sebelumnya? Kamu murid baru ya?” Tanyanya lagi. “Bukan, aku Raisa yang dulunya sering dijuluki culun.” “Apaa? yang benar saja?”. Aku tak menggubris lagi pertanyaan seperti itu.

“Hai Sa, kenalin ini murid baru, dia temen gue namanya Dika dan dia suka sama lu!” Ucap Farhan kepadaku. Aku diam seribu bahasa, lalu menatapnya yang kutahu saat itu sedang menatap mataku. “Eh.” Lalu ku pergi meninggalkan mereka berdua tanpa basa basi lagi.

Beti dan Ana pun membuntutiku. “Snow white yang cantik, ngapain kamu nggak suka murid ganteng macam Dika?” Tanya Ana. “Gue sukanya sama Farhan, ngapain dia nggak bilang kalau dia cinta aku??” “Lupakan Farhan, kamu move on sama Dika aja!” Raisa pun berpikir, dan tetap saja dia tak mau move on.

Hari ini Valentine’s Day, banyak sekali cowok cowok yang ngasih coklat pada Raisa, dia hanya mampu berucap terimakasih ketika menerima semua coklat itu. Tiba tiba Farhan datang membawa bunga mawar putih berjalan menuju ke arahnya. “Ini buat kamu Sa.” “Makasih banyak ya Kak.” “Oh ini dari temanku, Dika yang naksir sama kamu.” “Eh, maaf kak.” Dia lalu membalikkan tubuhnya dan pergi sambil berlari kecil.

“Yang sabar ya Sa, Farhan malah nggak ngasih kamu apa apa.” “Iya Na, gue harus move on kali ya?” “Eh jangan memaksakan diri deh Sa kalau masih suka sama Farhan.” Esok harinya Dika menembakku, namun ku menolaknya, dia terlihat sedikit kecewa padaku.

Saat bersepeda sore, kulihat Farhan sedang duduk di tepi danau, sebuah pemandangan tak biasa. Ternyata dia menitikkan air matanya. “Kak kok di sini sendirian, dan nangis pula?” Tanyaku padanya. “Tidak kok” katanya sambil mengusap matanya. “Dek sebenernya kemarin aku yang gigit apel itu dan ninggalin surat itu, aku kagum sama peranmu sebagai snow white yang keracunan apel, saat kumakan apel itu tak beracun kok.” ucapnya disambut gelak tawa, dan ini membuat perasaanku semakin menjadi jadi. “eh? ku kira Aldo yang mengigit apelnya.” “Kamu suka Aldo kah?” “Aku itu cuma suka sama satu orang.” “Siapa?” Tanya Farhan penasaran. Kutarik nafasku dalam dalam, dan kuucapkan “Cuman kak Farhan!”

“Maaf dek ya.” “Maaf kak aku lancang, kenapa kakak minta maaf padaku?” “Aku telah bersalah, kenapa aku menyiakan cintamu sejak setahun yang lalu, dan aku tak mengetahuinya juga.” “Kakak tau dari mana kalau aku mencintai kakak dari setahun yang lalu?” “Aku mengetahuinya dari Ana yang berbicara padaku, katanya kamu memimpikanku.”

“Ah sudah lah kak, tak usah dibahas.” “Ini dek buat kamu.” Kata Farhan sambil menyodorkan foto fotoku. “Hah jadi kakak suka motret aku diam diam ya selama ini?” “iya hehehe.” “Makasih banyak ya kak.” “Iya. Maukah kamu jadi pacarku?” Ucap Farhan terang terangan. “Apa kak? aku gak salah denger kan?” “Maukah kamu jadi pacarku?” Kata Farhan mengulangi kalimatnya. “Iya. mana mungkin aku menolakmu kak, I love You…” “Love you too.”

Cerpen Karangan: Lena Sutanti
Blog: lena-sutanti.blogspot.com

Cerita Kesetiaan Ku dan Doa Ku Untuk Mu

Matahari mulai menampakkan sinarnya yang merah merona dan perlahan menjadi warna emas. Seorang pemuda sedang menikmati suasana paginya dengan wajah lesu, dia menggenggam Al Quran sambil termenung, fikirannya selalu memikirkan Zahrah wanita yang ingin dia lamar. Tapi perbedaan derajat dari orangtua menghalanginya untuk memiliki Zahrah.

“apa yang engkau fikirkan Fadly?” tanya seorang Ustad yang mengisi pengajiannya pagi ini.
“ustad, ku berniat ingin melamar Zahrah tapi aku hanya lulusan SMA, dari segi derajat pun orangtua Zahrah adalah orang yang berada sedangkan aku? Aku tidak memiliki apapun.”
“apakah kau yakin ingin melamar Zahrah?”
“yakin ustad” jawab Fadly mantap
“kau memiliki hal yang jarang di miliki orang lain, kau memiliki iman. Dan ingat kau memiliki Allah, jika memang Zahrah adalah jodoh mu maka Allah akan memudahkan jalanmu. Pergilah ke rumah Zahrah hari ini dan beritahukan aku hasilnya besok, semoga Allah memudahkan urusanmu”

Fadly pun pergi ke rumah Zahrah dan menyatakan niatnya, namun hasilnya nihil, Fadly ditolak tanpa rasa hormat sedikitpun.
“kau itu orang miskin, tidak boleh menikahi orang kaya. Anakku kelak nanti makan apa? Kau juga baru lulus SMA sudah mau nikah? Menghasilkan uang sepersen pun kau tidak mampu”
Zahrah yang mendengar perkataan ayahnya hanya bisa menangis di balik pintu kamarnya dan berdoa agar Allah meembukakan pintu hatinya. Selama ini Ayahnya nyaris tidak pernah shalat selalu sibuk dengan urusan bisnisnya. Fadly hanya dapat beristighfar dan menahan air matanya untuk tidak jatuh di hadapan orangtua Zahrah.

Keesokan harinya Fadly menemui Ustad Fajar dan menceritakan kejadian kemarin, Ustad Fajar merasa iba terhadap Fadly.
“apakah kau tetap ingin melamar Zahrah setelah kejadian kemarin?”
“iya Ustad”
“jadi apa yang akan kau rencanakan?”
“merantau dan menjadi seseorang yang sukses”
“baiklah, tapi akankah Zahrah tetap menunggumu?” pertanyaan itu membuat Fadly termenung sejenak.
“insyaAllah”

10 tahun kemudian…
Suasana gaduh ketika tiba-tiba ayah Zahrah jatuh dari tangga, seisi rumah panik dan langsung melarikannya ke rumah sakit. Pasien tidak sadarkan diri hingga seminggu membuat tim medis dan keluarga bertanya-tanya, padahal dari hasil CT-scan tidak ada kerusakan bagian anggota tubuh.
“maaf bu, bukannya saya mau lancang. Mungkin saja ini akibat dari kesalahan masa lalu suami ibu” ucap seorang perawat. Ibu Zahrah pun mengingat ketika Fadly di hina oleh suaminya, dia ingin meminta maaf pada Fadly namun Fadly pergi entah kemana? Sekarang menyisakan penyesalan yang mendalam.
“suster, adakah dokter yang ahli dapat menolong suami saya?” tanyanya penuh harap.
“mungkin pemilik rumah sakit ini bisa membantu ibu. Saya hubungi dulu”
Dengan harap cemas menunggu jawaban dari sang perawat.
“ibu silahkan menunggu di ruangan, 5 menit lagi dokter akan datang”

—

Cklaaak.. Bunyi pintu ruangan menyadarkan ibu Zahrah dari lamunannya, nampak seseorang yang mengenakan jas putih bersih mendekati pasien. Matanya terbelak, seakan tidak percaya bahwa bapak ini adalah pasiesnnya.
“masyaAllah pak Mukhtar?”
Ibu Zahrah menatap wajah dokter dengan tatapan sayu, air matanya tak sanggup lagi ia bendung.
“nak Fadly?” Ibu Zahrah memeluk Fadly erat, dan memohon maaf atas kesalahan suaminya. Terlintas sejenak fikiran Fadly kepada Zahrah, namun bukan saat yang tepat untuk menanyakan hal ini.
Keesokan harinya pak Mukhtar telah sadar, ini sungguh keajaiban, dengan sangat menyesal pak Mukhtar bersujud di hadapan Fadly dengan tangis yang tiada hentinya.
Ketika kondisi telah membaik Fadly pun menanyakan keberadaan Zahrah, orangtua Zahrah nampak bingung untuk menjawab.
“nak Fadly, setelah shalat jum’at kami akan mengantarkan mu kepada Zahrah”
Fadly sangat bahagia, dan sebentar lagi keinginannya untuk meminang wanita dambaannya terwujud.

Sebuah mobil sedan berlaju dengan kecepatan sedang, Fadly nampak bahagia dan sebentar lagi akan meminang pujaan hatinya. Lantunan dzikir menggetarkan hatinya sepanjang perjalanan.
Sesampainya di rumah Zahrah, fadly disambut senyuman hangat dari orangtua Zahrah.
“silahkan duduk dulu nak Fadly, ibu siap-siap dulu?”
Fadly bertanya-tanya kemana Zahrah? Di rumah sakit pun dia tidak melihatnya.
“mari nak, kita berangkat naik mobil ayah saja”
“kemana?” tanya Fadly, namun tidak ada jawaban sama sekali. Mungkin ini kejutan, sangka Fadly.

Mobil itu berhenti di sebelah rumah tua yang nampak tidak terurus, ayah Zahrah menuntun Fadly melewati semak belukar, bau tanah basah masih dapat tercium tajam karena hujan kemarin. Langkah ayah Zahrah terhenti di bawah pohon kamboja dan memeluk Fadly erat.

“maafkan ayah, maaf, semua ini salah ayah memaksanya menikah dengan seorang pengusaha, saat suaminya tau Zahrah hamil dia pun menceraikannya karena dia tidak ingin memiliki anak. Zahrah jatuh di toilet dan terjadi perdarahan. Sesampainya di rumah sakit nyawanya tidak lagi tertolong. Maafkan saya nak.. Maafkan saya” ayah Zarah menagis terisak. Ku menatap pusara Zahrah, semangat ku hilang, jiwa ku serasa melayang.
“innalillahi wa innalillahi roji’un. Ya Allah, sungguh dia wanita sholehah dan Engkau maha mengetahui tentangnya. Haramkan baginya siksaMu, pertemukanlah kami di Jannah Mu kelak, ku ikhlas,ku ikhlas ya Allah.” bisiknya dalam hati, suaranya serak seakan tidak bisa mengucapkan apapun. Bibirnya bergetar mengucapkan dzikir, tak ada yang dapat ia lakukan untuk Zahrah, selain mendoakannya.

Cerpen Karangan: Fajri Al Fajr

Cerita Hidupmu Adalah Hidupku

Sore itu langit begitu gelap dengan hembusan angin menerbangkan dedaunan. Ya hari begitu mendung pertanda hujan deras akan membasahi bumi. “bener nih lo nggak mau nginap?” Tanya ku sekali lagi pada Rere Sahabat baikku. “Nggak deh gue pulang aja gak enak kan ntar ada pacar lo datang kemari” sahut rere. “Mii gue pulang yaa..” keluar rumah dan pergi.

Ya rere adalah sahabat baik ku, kami berteman saat dia menolongku dari anak-anak yang suka jail. Rere adalah anak pindahan dari bandung dia pindah ke jakarta karena dipaksa oleh tantenya untuk sekolah di jakarta sedangkan ortunya tetap tinggal di bandung. Rere adalah anak yang misterius bagiku karena terkadang dia tertawa lepas namun terkadang juga dia menyendiri.

Keesokan harinya kami bertemu di sekolah dan aku menghampiri seorang gadis yang duduk di taman sekolah itu. “Hay Re” sapa ku pada gadis yang selalu membawa sebuah buku pribadinya itu, hanya senyuman termanis yang dia berikan padaku. “Re lo mau nggak ikut ke acara radit ntar malam?” Tanya ku pada rere namun rere hanya senyum sambil menggeleng. Entah ada apa setiap ku mengajak rere bertemu radit dia selalu menolak. Dia pernah berkata bahwa radit adalah cowok perfect yang pernah ia kenal. Rere juga mengaku iri denganku karena memilliki seorang kekasih seperti Radit.

Tak lama kemudian lonceng pun berbunyi jam pelajaran petama adalah bahasa jepang pelajaran favoritnya rere maklum dia bercita-cita ingin sekali ke Jepang hehe. Namun anehnya kali ini rere terasa tidak semangat dia hanya diam sambil menuis di buku pribadinya itu yang tak seorangpun boleh meminjamnya. Entah apa isi buku pribadinya itu. Aku pun penasaran setiap kali ku pinjam ia selalu melarang dan pernah sesekali ku memaksa hingga akhirnya ia marah padaku. Semenjak itu aku pun tak pernah membahas tentang buku pribadinya itu lagi.

Pelajaran pun telah usai. Rere pergi begitu saja tanpa pamit padaku entah ada apa dengan dirinya kali ini, sejak kemarin malam dia selalu bersikap dingin padaku. Aku merasa tak melakukan kesalahan apapun padanya mungkin dia hanya sedang datang bulan pikirku.

Malam harinya tepat jam 19.00 dia datang ke rumah ku dengan gaun berwana hitam dan seluruh pernak pernik berwarna hitam. “Rere.. ada apaa? Ayo masuk.” Jawab ku padanya sambil berjalan menuju kamar. dengan masih keheranan dengan semua corak hitam yang ia pakai aku mencoba menegurnya. “Lo cantik banget re” kata ku padanya. “Makasih mi.. tapi gue boleh kan ikut lo ke acara radit?” Tanya rere dengan senyuman “tentu aja boleh donk re kan lo sahabaat radit juga, ya udah bentar ya gue ganti baju” dulu jawab ku.

Tepat jam 19.20 kami pun berangkat. Sepanjang perjalanan ku terus menatap rere yang terlihat bagiku ada sesuatu yang aneh darinya malam ini. “Mi lo percaya nggak tentang kisah pertemanan yang munafik?” Tanya rere padaku dengan spontan sedikit membuatku kaget. “tentu aja nggak itu kan hanyalah sebuah cerita”. Jawabku atas pertanyaan rere. “Tapi pertemanan itu kan gak mungkin selamanya baik Mii.. !” “iyaa tapi gue percaya itu hanyalah sebuah cerita belaka aja hehe. Ada apa sih kok lo nanya gitu?” Tanya ku pada rere. “Yaah gue kan tanya aja Mi heehe” jawab rere smbil tersenyum manja.

Aku benar-benar merasa keheranan dengan sikapnya hari ini.. saat di sekolah dia hanya terdiam dan tidak bersemangat dan sekarang dia ke acara radit dengan paduan warna seluruh hitam dan ia bertanya padaku tentang persahabatan yang munafik. Aku berusaha tidak berpikir buruk dengan semua kejadian hari ini. Bagiku rere adalah sahabat yang telah ku anggap sebagai saudaraku sendiri. Aku tak ingin ada pertengkaran di antara kami.

Setibanya di acara kami menemui radit dan mengucpkan selamat padanya. “Hay dit met ultah ya” sapa rere dari jauh. “Met ultah ya dit” sapa ku kemudian “Makasih ya udah mau datang” jawab radit dengan tersenyum manis. “Ciee kayaknya gue ganggu nih gue pergi dulu ya chin.”. sahut rere kemudian sambil pergi meninggalkan ku dan radit. Yaa radit adalah pacar ku. Kami telah 2 tahun pacaran dan selama ini masih baik-baik saja.

Acara sudah selesai namun aku tak pernah bertemu dengan rere entah dimana dia sekarang. Tiba-tiba saja hp ku berdering sms dari rere. “Astaga anak ini..!!” dengan kaget dan sebal ku membaca sms darinya. “Ada apa” tanya radit? Rere ternyata udah pulang duluan ditt jawab ku dengan sebal. “Ya udah aku pulang juga yaa ditt see you say” jawab ku pada cowok yang sangat ku sayangi itu. “Sayang, biar ku antar ya..” jawab radit sambil tersenyyum simpul. “Nggak usah deh aku pulang sendiri aja disini kan masih ada temen-temen yang lain jadi jangan ditinggal ntar mereka bawa kabur semua makanan lagi hehe” jawabku sambil tertawa dan radit pun ikut tertawa.

Sesampainya di rumah aku kebingungan dengan rere yang pulang duluan saat acara radit berlangsung dia hilaang begitu saja. Kejadian ini menambah kuat pikiranku bahwa ada something yang ia sembunyikan dariku. Hari ini sikapnya begitu membuatku tanda Tanya.

“Hay Mii ohayo gozaimasu..” sapa rere yang mengagetkan ku. Dari belakang “Ohayo gozaimasu rere.. seneng banget lo ada apa nih? Oh yak kok semalem lo nyelonong pergi aja, itu namanya tidak sopan hehe” Tanya ku pada rere. Tanpa ada jawaban rere hanya tersenyum lebay alias nyengir kuda. “Mii ntar temenin gue yaa ke toko buku” ajakan rere padaku. “Haahhh…!!! serius lo! Sejak kapan lo pengen ke toko buku? Tumben banget deh.” Tanya ku dengan sentak kaget. “Yeaahh itu sih bukan urusan lo kalee hehe” jawab rere dengan tersenyum kesal. “Oke deh ntar gue temenin tapi bayar ya nggak gratis hehe” jawab ku dengan seenyuman gelii. “Iya deh 1 mangkok bakso plus 1 gelas es teh ndeso banget selera lo Mii hahaha.” Jawab rere sambil ngeledek. Pembicaraan kami pun terputus saat lonceng sekolah berbunyi. Teng teng tengg

Kriiinnnggg…!! Bunyi bel sekolang yang sangat panjang sebagai pertanda pelajaran telah usai. “Mi jadi kan nemenin gue ke toko buku” tanya rere sambil berkemas buku-buku. “Iya bawel amat ya lo jengg hehe.” Pribadinya memang begitu misterius dengan semua sikapnya yang kemarin bagai orang putus cinta ehh hari ini bagai seorang perempuan yang menemukan sang pangeran pujaannya. hehe

Setibanya d itoko buku rere menarik tangan ku dengan gesitnya sepeti orang yang ngejar maling hahah.. entah ada apa dengan rere tiba-tiba berubah senang membaca buku. “Mi buku nih bagus nggak?” Tanya rere pada ku. “Miss you darling” ku sebut nama judul buku tersebut dan aku pun hanya tertawa geli.. “apaan sih Mi kok ketawa? Diam deh malu-maluin aja lo Mi diliatin orang nih.” “Hahahaaa lo jatuh cinta yaa re..?” tanya ku pada rere. “Apaan sih gue tadi Cuma nanya aja!” Jawab rere kesal.

“Bentar ya gue bayar dikasir dulu.” Sahut rere. “Mi yukk pulang gue dah selesai nih” “Beli buku ap jeng?” Tanya ku sambil menahan tawa. “Kenapa! Lo pikir gue beli buku cinta apa?” Jawabnya bete. “Yeah jeng jangan ngambek donk” jawab ku dengan wajah memelas. “Nih buku cerita kok” jawab rere. “Lihat donk!” jawab emi sambil membaca judulnya. “Sahabat penghianat, wah ngeri amat lo beli buku kayak gini.” Sahutku dengan begitu kaget. “Santai mbak bro kan lo sendiri yang bilang ini Cuma cerita belaka doang kan” jawab rere dengan serius.
Pembicaraan kami berakhir saat di tikungan rumah emi. Ya rumah kami memang beda arah namun tak terlalu jauh nggak nyampe lari maraton kok hehe.

Saat aku sedang asiik baring di kamar tiba-tiba saja ibu ku mengetuk kamar dan berkata “nih ada kado buat kamu Mi.” “dari siapa bu?” Berdiri beranjak membuka pintu. “Nggak ada namanya Mi nih kamu buka aja dulu ibu mau pergi arisan dulu ya ohh yaa Mi waktu kamu pergi ke acara radit kamu tau nggak ayah kamu kemana? Soalnya ayah kamu nggak ada di rumah tiba-tiba aja pergi”. Tanya ibuku. “Ngggak tau deh bu mungkin aja ada urusan mendadak” jawab ku simpel.
Dengan rasa penasaran aku membuka kado tersebutt.. dan… aaaggghhh gubrakk.! Betapa terkejutnya aku isi kado tersebut adalah kain hitam yang penuh dengan bercak darah mengerikan itu. Tangan ku bergetar dan spontan saja air menetes dari mata hingga pipi dan terus turun ke dagu ku. Aku begitu ketakutan. Entah siapa yang saat ini begitu membenciku hingga tega melakukan ini padaku.

“Mangg.. mang.. cec ep sini cepeet” teriak ku memenggil tukang kebun rumah ku itu dengan masih panik teriakan ku seakan aku adalah orang gagap. “Ada apa mbak emi” jawab mang cecep sambil berlari menuju kamar. “Mang cepet buang kado ini cepet..!!!” pintaku dengan rasa takut dan masih terkejut. “Iya-iya non mamamg buang beneran nih non”. Tanya mang cecep. “Iihhh iya!! Cepet buang” jawabku kesal.

Tiittt tiittt tiittt… “halo.. kenape miss emi?” “Re lo ke rumah gue donk. Pliiss banget yah!” Suara ku dalam telpon yang masih ketakutan dengan semua yang terjadi. “Ada apaan sih Mi lo panik bnget” “Udah deh lo kesini aja ntar gue jelasin cepet yaa GPL.” Tuutt tutt tanpa penjelasan dan panik aku langsung mematikan ponsel.

“Konichiwa!!” Suara itu tak asing bagiku. “Masuk re nggak dikunci kok.” “Kenapa lo kesambet apaan?” sahut rere sambil berjalan menuju kamar. “Duh re kayaknya ada yang jahatin gue deh”. Jawab ku dengan wajah serius dan panik “lebay deh lo” jawab rere singkat. “Gue serius nih tadi gue dapat kado gitu tanpa nama and isinya tuh kain hitam dengan bercak darah serem deh pokoknya re”. “haahhhh serius lo salah kirim kali Mi” jawab rere santai. “Nggak mungkin lah re di kainnya itu tertera nama gue EMI SAPUTRI” “Nama lo tu pasaran Mi jadi banyak juga yang punya nama kayak lo hahaaha. Iya deh sekarang lo tenang aja jangan terlalu dipikirin” jawab rere tenang.
“Oohh yaa Mi kita sahabatan baik kan?” Tanya rere. “Iya donk lo itu jiwa gue dan gue nyawa lo kita adalah frend 4ever hehe” jawab ku dengan nyengir semangat. “Iya frend thanks ya lo dah baik banget sama gue hehe” rere menjawab dengan nada lebay.

Keesokan harinya rere tak masuk sekolah dia izin karena ingin menemui ibunya yang sedang sakit di luar kota. Tiba-tiba aku kaget karena di loker sekolah ku ada surat dengan amplop berwarna merah hati entah siapa pengirimnya hanyalah tertulis to: emi saputri. Dengan rasa deg degan aku langsung membuka amplop tersebutt. “Aagghhh” dengan kagetnya aku langsung memjatuhkan amplop itu ke lantai dan berlari sekencang mungkin ke ruang kelas.
“Lo kenapa mii?” sahut salah satu temen ku. “Oohh nggak apa-apa kokk gue takut telat aja hhehe. Jawab ku dengan tenang. Aku segera menulis pesan melalui hp untuk menceritakan pada rere bahwa ada yang mengirimkan ku surat dengat tulisan darah yang mengirikan itu. Bagiku rere adalah satu-satunya orang yang bisa menolongku dan selalu mendengar ceritaku padanya saat senang ataupun sedih seperti saat ini.

Kriingg.. kriinggg… hp ku berdering dengan nama rere lah yang tercntuk di layar hp ku tersebut. “Halo re..” jawab ku segera. “Ada apaan lagi sih lo nyusahin aja kalau lo takut ya lapor aja sama polisi jangan lapor sama gue dong” Sahut rere dengan nada sebal dan tak perduli Tuutt tutt tiba-tiba saja rere mematikan ponselnya. Entah ada apa dengan rere dia tampak kesal dan sangat marah padaku. Aku kebingungan dengan semua ini saat aku membutuhkannya ia tidak ada menolongku malah memarahiku dan bersikap tak perduli. Aku merasa kecewa dengan semua sikapnya itu. Namun aku berusaha sabar mungkin dia juga sedang dalam masalah pikirku. Aku tak ingin karena masalahku ini kami pun jadi bertengkar.

Aku berusaha menelpon radit namun radit hanya menjawab kalau ia sibuk sepanjang hari ini. Aku terus menelponnya tapi tak pernah ada jawaban darinya. Begitupun dengan rere berkali-kali aku menelponnya namun tak pernah diangkat entah karena dia sibuk atau dia marah padaku. Kali ini tak ada guru yang masuk dan seluruh murid dipulangkan karena guru akan mengadakan rapat.

Saat di jalan tiba-tiba saja seorang anak kecil menghampiriku dan memberi ku setangkai bunga mawar merah dan selembar kertas yang bertuliskan hidupmu adalah hidupku namun yang mengerikan sekali tulisan itu pun ditulis dengan darah. Aku ingin bertanya pada anak kecil itu namun ia telah lari dan entah kemana.

Dengan lemas seluruh badan ku serasa hidupku telah berada pada sahabat baik ku sendiri saat ku lihat rere jalan bersama radit dengan bergandengan mesra. Aku tak sanggup untuk menghampiri mereka saat kulihat amplop yang begitu mirip yang dikirim ke loker ku tadi pagi rere memegang amplop itu dan juga jari telunjuknya terluka yang pasti mengeluarkan banyak darah otakku semakin meresap semua kejadian yang telah menimpa ku selama ini. Aku tak pernah menyadari rere akan melakukan ini pada ku.

Kriinggg.. kringg.. hp ku berbunyi dengan nama ibuku tertera dilayar. “Halo bu..” sahut ku dengan nada lemas. Tiba-tiba saja hatiku terasa tergoncang dan begitu sakitnya saat ibuku berkata akan bercerai dengan ayah ku dikarenakan ayah ku selingkuh dan tak bisa ku maafkan lagi ketika ibuku berkata bahwa ayah ku telah sekingkuh dengan sahabat ku sendri yaitu rere.

Sungguh aku tak mennyangka semua itu terjadi pada ku dengan penuh kecewa aku hanya menatap rere dan radit dari kejauhan. Namun tiba-tiba saja rere melihat ku dengan melambai sambil memegang hp dan tersenyum padaku. Dan hp ku berbunyi saat ku lihat ternyata sms dari orang yang begitu ku kenal sms itu dari rere dia hanya berkata hidupmu adalah hidup ku.

Sungguh aku tak percaya rere melakukan hal ini padaku. Namun keluarga ku lebih penting daripada radit dan rere aku pun berlari sekencang-kencangnya membiarkan airmata menetas jatuh dari pipiku. Aku khawatir dengan kondisi keluargaku yang kini telah hancur karena sahabat karib ku sendiri.

“Ayahhh..” teriakku saat ku lihat ayahku akan pergi dengan membawa koper yang pasti berisi pakaian. “Emi.. jaga ibumu baik-baik.” Hanya itu kata terakhir dari ayahku tanpa memikirkan peasaanku saat ini. Ibuku yang terus menangis karena semua ini tak bisa berpikir lagi bagaimana dengan kondisi keluarga kami.

Why..? aku srlalu bertanya pada hatiku why? Aku tak pernah sadar saat rere bertanya tentang persahabatan yang munafik, saat rere membeli buku dengan judul sahabat yang penghianat, saat rere ikut ke acara radit ia mengirimku pesan bahwa ia telah pulang duluan dan saat malam itu juga ayah ku keluar tanpa mengatakan pada ibuku, saat rere izin tak masuk sekolah saat itu juga radit berkata padaku dia sibuk sepanjang hari yang sebenarnya di tak pernah sesibuk itu, saat sebuah kado yang ku terima adalah kain hitam dengan bercak darah saat malam acara radit rere menggunakan pakaian dan aksesoris serba hitam,

Aku tak menyangka sahabat baik yang telah ku anggap saudara itu tega menyakitiku hingga menghancurkan semua kebahagiaan ku.” Kenapa kau tega re kenapa harus orangtuaku. Mereka udah menganggap kamu sebagai anak sendiri tapi kenapa kamu tega lakukan ini.” Ungkapku dalam hati dengan pikiran kacau dan terus berderai air mata.

Ternyata sahabat penghianat itu benaar adanya bukan lah hanya sebuah dongeng belaka. Semua sudah terjadi semua ini sudah direncanakan sebelumnya. Aku yakin rere sudah ingin menghancurkan semua ini. Rere memang tidak suka melihat ku bahagia. Dia terlalu iri dengan hidupku.

Semua kejadian itu tanpa aku sadari ternyata telah diatur dan aku bagaikan wayang yang begitu mudah diatur. Saat rere mengucapkan kata terakhir yang begitu membuatku bahagia namun ternyata kata-kata terakhir itu sekarang membuatku terluka dan kecewa. Hidupmu adalah hidupku.

Sekian & terima kasih

Cerpen Karangan: Nur Amelia Sanusi Putri

Cerit Liburan ke Gili Trawangan Sangat “Awesome”

Tepat 1 minggu setelah hari raya kemarin kami sekeluarga berencana untuk menikmati hari raya ketupat dengan Travelling memutari pulau Lombok. Sekitar pukul 07.00 Wita kami berangkat dari rumah nenekku yang berada di Lembar. Kami langsung melewati pantai senggigi. Kemudian melewati Pantai Nipah, Pantai Malimbu, Pantai Krandangan, Pantai Watu Bolong juga. Tiba tiba ibuku berkata “Kenapa tidak ke gili trawangan aja?” Aku pun berkata “Iya pa, ayo pa, kata orang orang Gili Trawangan itu luar biasa” sambil tersenyum senyum penasaran.

Akhirnya tidak lama kemudian terlihat perempatan menuju Bangsal. Kami pun langsung menuju pelabuhan Bangsal. Dengan terburu buru aku menuju loket dan membeli 5 buah tiket tujuan Gili Trawangan. Pada saat itu kami tiba di Gili Trawangan tepat pada pukul 10.00 Wita. Selang 15 menit ada pemberitahuan jika perahu tujuan Gili Trawangan siap untuk berangkat. Dengan segera kami sekeluarga menuju salah seorang yang menjaga perahu tersebut/Kru untuk memberikan tiket kami. Satu persatu kami sekeluarga sudah mendapat tempat duduk di perahu tersebut. Selang 5 menit, perahu yang kira kira mampu menanmpung 50 orang itu penuh juga. Dan semua Kru perahu bersiap siap untuk memulai perjalanan yang katanya orang orang yang pernah pergi ke Gili Trawangan itu sangat Menyenangkan sekaligus Menakutkan dan Menyeramkan karena ombaknya yang tinggi. “Greeenggg Greeng grenggrengg” Begitulah suara mesin perahu itu.

Perahu bergerak perlahan meninggalkan Pelabuhan Bangsal sekitar pukul 10.25. Perlahan namun pasti, bergerak ke arah tengah perairan. Masih tidak jauh dari pelabuhan, perahu yang kami naiki mulai terasa dipermainkan ombak. Kami, para penumpang diminta untuk duduk di bagian belakang perahu. Kru pertama, masih tetap di bagian pengendalian mesin di belakang buritan belakang. Sedang kru yang satu berada di buritan depan untuk melihat kondisi ombak sekaligus mencari jalur berlayar.

Sesuai perkiraan, saat di tengah-tengah perairan perahu kami mulai dihempas gelombang besar. Perahu oleng ke kiri-kanan, naik-turun bagian depan-belakang perahu. Sehingga spontan membuat kami berteriak-teriak. Apalagi penumpang perempuan, adalah yang paling lantang berteriak saat kondisi perahu miring ke kanan, seakan mau terbalik (alhamdulillah… nggak jadi). Bolak-balik, kru mesin mematikan mesin perahu, agar laju perahu tetap tenang ketika dipermainkan ombak.

Kami merasa, “permainan” dari ombak terhadap perahu yang kami naiki kali ini lebih besar dari ombak ketika di Kuta Bali. Angin besar, gelombang menerjang, perahu oleng ke segala arah, serasa membuat adrenalin kami naik drastis. Wuiiiihhh… setengah takut, setengah seru, setengah asyik, bercampur menjadi satu.. Splassshhh… cipratan air laut membasahi wajah kami tak henti-henti. Luar biasa pengalaman kali ini… perahu oleng lagi ke kiri, ke kanan… benar-benar menantang..

Perjalanan normal jika ombak tenang dari pelabuhan Bangsal ke Gili Trawangan adalah sekitar 40 menit. Kali ini perahu harus memutar mengikuti arus ombak yang cukup besar, sehingga membutuhkan waktu hampir 1 jam. Dan akhirnya kami pun sampai di pesisir pantai Gili Trawangan. Satu persatu penumpang perahu kami turun. Semua penumpang termasuk keluargaku sangat lega setelah menginjakkan kaki lagi di daratan. Mamaku berkata “Huhhhh… lega sekali ya, dari tadi rasanya jantung seperti mau copot” , Aku pun menjawab “Jangan senang senang dulu Ma, kita masih ada 1 kali perjalanan pulang nanti yang tentunya lebih menakutkan dari tadi, hahaha” Sambil tertawa tapi dalam hati sama takutnya dengan mamaku. Papaku menyahuti “Hahaha kan siapa bilang yang ngajak kesini, kalau papa sih terserah terserah aja hehehe”

Cerpen Gili Trawangan Sangat Awesome

Dari pantai terlihat lalu lalang orang bersepda mengitari pulau Gili Trawangan. Sejenak kami beristirahat sambil mengisi perut di sebuah restoran sambil menikmati angin yang sepoi sepoi. Tidak lama kemudian makanan yang kami pesan pun sudah sampai di meja tempat kami makan. Terlihat banyak Cidomo atau Dokar yang berlalu lalang mengangkut para wisatawan menuju ke suatu tempat penginapan.

Mama dan Papaku daritadi terlihat bingung. Aku pun bertanya kepada Mamaku “Ma, kenapa daritadi bingung melongo, kita kan lagi liburan, terus Mama sendiri kan tadi yang mengajak kita ke tempat ini. Mamaku berkata “Iya fin, mama bingung melihat kenapa banyak bule yang tidak malu walau hanya menggunakan bikini ketat begitu ya”, Aku menjawabnya “ya itulah bedanya orang bule sama kita yang orang indonesia sendiri, hahaha.

Setelah selesai makan di Restoran itu, Kami langsung mengelilingi pulau Gili Trawangan dengan berjalan kaki. Sambil berjalan melihat arah pantai yang begitu indah terdengar suara suara di keramaian orang lokal dan orang bule yang sedang mengobrol dan menawar sebuah produk yang dijual di ruko ruko Gili Trawangan. Saya merasa seperti berada di luar negeri, sungguh menakjubkan. Terlihat juga dari kejauhan banyak sekali turis yang sedang berjembur di pantai. Banyak juga turis yang bersepeda untuk menikmati indahnya dan nikmatnya suasana di Gili Trawangan. Sekitar hampir 2 jam kami memutari Gili Trawangan. Orang tuaku memutuskan untuk segera kembali ke Pelabuhan Bangsal, agar tidak terlalu sore untuk kembali. Dari kejauhan terlihat antrian loket yang sangat panjang, Aku pun dengan segera untuk bergabung dengan antrian. Selang 5 menit kemudian aku pun sudah mendapatkan tiket untuk tujuan Pelabuhan Bangsal. Tidak lama kemudian terdengar pemberitahuan bahwa perahu tujuan Pelabuhan Bangsal bersiap siap untuk berangkat. Kami pun dengan segera menaiki tersebut, Terdengar suara ombak “byurrr byarrr byurrrr byarrr” sambil perahu bergerak ke kiri ke kanan. Tidak sampai 5 menit perahu itu sudah terisi 50 orang dan itu tandanya perahu sudah penuh dan siap untuk diberangkatkan.

“Jrenggg jreenggg Greenggg”, terlihat ketakutan mulai muncul dari semua orang yang menaiki perahu ini. Terdengar juga cerita orang orang yang menaiki kapal ini bahwa ketika perjalanan berangkat tadi mereka sangat takut dengan situasi ombak yang besar yang membuat kapal oleng ke kiri ke kanan ke depan ke belakang, Setelah 10 menit dari Gili Trawangan, ombak mulai terasa menghempaskan perahu yang kami naiki. “byurrr byurrrr byurrr byarrr” begitulah suara ombak itu. Semua orang termasuk keluargaku dan juga aku berteriak panik ketakutan. Tetapi kapal yang kami naiki terlihat lebih tenang daripada kapal yang kami naiki ketika berangkat tadi. Mungkin karena kru kapal ini yang pandai bermanuver.

Dari kejauhan Pelabuhan Bangsal sudah mulai terlihat. Ombak pun terasa lebih tenang daripada ketika di tengah perairan tadi. Akhirnya 5 menit kemudian kami sampai di Pelabuhan Bangsal. Satu per satu penumpang turun dari perahu sambil bercerita tentang pengalaman di Gili Trawangan tadi kepada teman dan orang yang baru dikenal di perahu. Kami sekeluarga lega dan kurang puas setelah kami sampai di Pelabuhan Bangsal. Karena memang kami cuma sebentar sekali di Gili Trawangan tadi. Dari kejauhan kami sekeluarga melihat ke arah Gili Trawangan sambil mengucapkan “selamat tinggal Gili Trawangan” sambil senyum senyum sendiri. Mamaku berkata “Kapan kapan kita ke sini lagi ya, mama sih takut dan trauma sama ombaknya, tapi ombaknya itu ngangenin, terus kita tadi kan belum sempat tahu semua hal tentang Gili Trawangan dan menikmati wisata yang ada disana”. Aku berkata “Hahahaha ngangenin?, ya ma tenang aja, kalau ada waktu luang lagi kita pasti akan kesini lagi, ya kan pa?, terus nanti aku juga bisa mengajak teman temanku biar lebih ramai, hhehehe”. Ayahku menyahuti “Hahaha tentu, yang terpenting buat papa adalah kita sekeluarga bahagia, sudah itu saja” sambil memegang pundakku.

Akhirnya kami pun menuju parkiran mobil untuk pulang kembali ke Lembar. Sungguh perjalanan yang menyenangkan, melelahkan, menegangkan. Hehehe, Tetapi sebelum kami sampai di lembar, kami mampir sejenak di warung dekat pantai untuk mengisi perut dahulu dan menikmati sunset, Karena pada saat itu kami tiba di senggigi pada pukul 17.30 Wita. Alhamdulillah 1 jam kemudian kami melanjutkan perjalanan kembali menuju Lembar.

Cerpen Karangan: Novrizal Arifin

Cerita Gadis None Belanda Berbaju Putih

Hari libur pun telah datang, aku dan kawan-kawanku akan pergi di puncak di villa milik keluargaku. Namaku adalah Vino, aku adalah siswa SMAN 37 jakarta utara. Kawan-kawanku adalah Ratna, Jesika, Robert Diana dan Aldi. Kami pun segera berangkat.

Dan sampailah kita di Villa. pemandangan di puncak sangat indah, terlihat dari balkon villa, udaranya di puncak pun sangat segar. Villa milik keluargaku ini sangat luas di samping villa tersedia kolam renang yang bersih dan luas. Kolam renang itu terletak di sisi kanan villa, sedangkan di samping kiri villa terlihat hutan rimba yang luas dan gelap. Konon hutan itu terdengar banyak cerita. Ada gadis belanda yang tewas gara-gara tergigit ular berbisa, ada juga gadis kecil yang tewas mengenaskan karena terlilit ranting pohon sampai kedua kakinya retak, ada juga gadis kecil yang sedang bermain di hutan yang tiba-tiba menghilang, dan keesokan harinnya gadis itu ditemukan tewas dengan memakai gaun putih panjang dan mata merah dengan keadaan yang tidak wajar. Itu sih kata orang-orang sekitar. Mungkin hanya mitos atau cerita karangan masyarakat.

Villa ini menyediakan fasilitas lengkap tersedia 7 kamar tidur, 3 kamar mandi, 1 dapur, 1 ruang makan, 2 ruang bersantai, 1 ruang tamu dan ada ruangan lagi di atas 1 ruang band musik, 1 ruang belajar, 1 perpstakaan, 1 ruang penyipanan baju dan 2 gudang penyimpanan barang.

Maklum villa ini peninggalan belanda dan sudah dibeli sertifikatnya oleh keluargaku. jadi bangunanya sangat mirip sekali dengan bangunan belanda yang luas dan mewah.

Malamnya kami memilih membagi kamar tidur. Aku dan Aldi akan tidur di kamar yang pertama, Robert akan tidur sendiri di kamar kedua, sedangkan Ratna, Jesika dan Diana tidur di kamar ketiga.

Malam harinya Diana tidak bisa tertidur, dan sementara itu Ratna dan Jesika sudah tertidur pulas. Jendela dibiarkan terbuka, dengan tirai kurden yang melayang-layang terkena hembusan angin, jam dinding menunjukan tepat jam 12.45 dini hari. Ia merasa mendengar suara langkah kaki dan suara tawa seorang gadis yang terdengar samar-samar di telinganya.

Ia mencoba mendekati dan mengikuti suara itu, dan sampailah ia di depan hutan rimba ia melihat seseorang dari kejauhan. Diana mendekati gadis itu, dan ternyata gadis itu adalah seorang none belanda berambut pirang, berbaju putih dan berparas cantik, dia adalah hantu, gadis itu membawa pisau yang sudah berlumuran darah.

Diana segera berteriak dan berlari menuju ke dalam “Aaaaaaa…” teriak Diana, serta menghampiri Ratna dan Jesika. Ratna dan Jesika pun segera bangun setelah mendengar suara teriakan Diana. “na kamu kenapa sih, kok teriak-teriak?” tanya Jesika pada Diana, “aku tadi lihat none belanda wajahnya putih pucat matanya merah dan dia membawa pisau yang berlumuran darah, aku perhatikan ternyata dia hantu none belanda. Aku takut banget.” Ucap Diana. “ya udah besok kita bicarakan permasalahan ini, sekarang kita tidur dulu, sekarang kan sudah pukul dua malam.” Ucap Ratna.

Keesokan harinya Diana segera menceritakan hal yang dialaminya semalam pada teman-temannya. “kok hutan ini bisa angker tuh gimana sih Vin ceritanya?” ujar Robert. “Iya serem banget hutan ini.” Ucap Aldi. “Villa kamu sih mewah dan indah, tapi kok sampingnya hutan sih. Hutannya serem lagi…” Ujar Diana. “ya memang hutan ini sangatlah seram, dulunya banyak gadis belanda yang tewas serta dibunuh kolonial tentara jerman, karena mereka telah bekerja di negara indonesia ini dan tidak mau melaksanakan perintah dan tidak mau menjadi budak tentara kolonial jerman. Sehingga mereka tewas dibunuh oleh para pasuakan tentara kolonial jerman dan arwah mereka semua gentayangan dan akan membunuh siapapun yang tidak mau menjadi budak mereka.” Ucap Vino. “Vin gimana kalau kita nanti pulang saja! kalau enggak ya sekarang aja kita berkemas dan segera pulang di sini angker banget vin!” ucap Aldi. “ya udah lebih baik, kita pulang sekarang aja!” ucap Vino.

Mereka semua segera berkemas, dan segera berangakat pulang. tiba-tiba dari jendela mobil, Diana melihat gadis none belanda itu lagi, sedang tersenyum serta melambaikan tangan untuk Diana. Diana membalas tersenyum juga serta melambaikan tangan kepada gadis none belanda itu.

TAMAT

Cerpen Karangan: Haruka Hanna

Cerita Persahabatan yang Berawal dari Permusuhan

Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis. Kita tak pernah tau kapan dan melalui peristiwa apa kita bisa menemukan seorang sahabat. Mungkin ada persahabatan yang berawal dari perkelahian.

Kring… kring… kring, si penunjuk waktu kembali membangunkanku. Aku pun bergegas untuk bangun, merapikan tempat tidur dan mandi.
“I feel good…!” aku bernyanyi nyaring di dalam kamar mandi. Untuk memuaskan keinginanku yang tak kesampaian menjadi seorang penyanyi terkenal.

Setelah selesai mandi, aku memakai seragam dengan rapi dan menyisir rambut. Saat sedang asik menyisir rambut, tiba-tiba terdengar suatu suara dari arah dapur.
“Jangan berlama-lama sisirannya! Ayo cepat kamu sarapan!” Ternyata itu adalah suara makhluk yang paling cerewet di bumi ini, namun ia sangat kusayangi. Itulah mamaku. Tak terbayang olehku saat dalam kandungan, ia selalu membawaku kemana-mana, tak pernah aku ditinggalkannya.

Tiba di dapur, ku lihat makanan favoritku terhidang di meja makan, yaitu gulai ayam.
“Nyam-nyam, enak banget gulai ayamnya ma. Jika ada kontes masak-memasak gulai, mama pasti menang.” pujiku kepada mama sambil melahap makananku.
“Hahahaha… bisa saja kamu ini.” Jawab mama sambil tersenyum simpul kepadaku.

Waktu telah menunjukkan pukul 06.30 Wib, saatnya untuk berangkat ke sekolah. Tak lupa aku membawa topi upacara dan memasukkannya ke dalam tas, karena saat ini adalah hari senin. Namun baru saja mau melangkah keluar rumah, ada suara itu lagi terdengar (suara mama).
“Eits..! jangan langsung pergi, pamitan dulu pada mama.” ucap mama dengan tegas ambil menjulurkan tangan kanannya.
“Oh iya, aku lupa.” aku pun menyalam tangan mama dan berpamitan untuk berangkat sekolah.
“Hati-hati di jalan ya, nak.” seru mama dari depan pintu rumah.
“Iya ma.” jawabku

Kutelusuri jalan dengan seorang diri. Sambil berjalan aku bernyanyi dengan sendu (dengan sedikit mengubah kata-kata dari lagu itu, agar nyanyian itu sama seperti pengalamanku). “Makan-makan sendiri, cuci piring sendiri, ke sekolah jalan sendiri, pulangnya juga sendiri”

Setelah lama berjalan, akhirnya aku sampai di sekolah.
“Huh… capek.” Kutarik nafas panjang sambil menghempaskan badan ke bangku. Saat lagi enak duduk di dalam kelas sambil mengobrol dengan teman-taman, tiba-tiba… “Teng… teng… teng” terdengar bunyi bel masuk.
“Huh… bunyi itu kembali terdengar” ujarku dalam hati sambil mengerutkan dahi. Lalu kuambil topi upacara dari dalam tas dan segera mengenakannya.

Saat di lapangan upacara aku berbaris di sebelah kanan Nia dan di belakang Sofi. Upacara pun berjalan dengan hikmat, namun saat dipertengahan, aku mencium bau busuk dari arah depanku. Karena yang berbaris di depanku Sofi, maka aku mengira bahwa dialah yang berbau busuk. Tanpa pikir panjang, aku langsung menyindirnya dengan pedas.
“Teman-teman, sepertinya ada sesuatu yang mengganggu pernafasanku. Seperti bau busuk makanan basi, sumbernya berasal tepat dari arah depanku. Mungkin ada seseorang yang tidak mandi dan tidak menyuci bajunya. Sehingga bau busuk dari badannya itu menyebar ke seluruh penjuru bumi.” Sindirku pedas. Mendengar sindiranku, Sofi pun menoleh ke belakang.
“Hei! tutup mulutmu itu ya, setiap ke sekolah aku selalu mandi dan memakai seragam yang sudah dicuci bersih. Jadi jangan sembarangan menuduh dong!” tutur Sofi dengan wajah yang merah seperti tomat.
“Memang kenyataannya kok, buktinya bajumu bau busuk.” balasku dengan sedikit menaikkan alis sebelah kiri.
“Pokoknya bau busuk itu bukan berasal dari bajuku.” ujar Sofi yang sepertinya mau menjatuhkan butiran-butiran kristal itu dari matanya.
“Ha… ha… ha, mana mungkin kamu mau mengaku.” ucapku dengan nada yang agak sedikit mengejek.
“Terserah kamu deh, mau percaya padaku atau tidak. Dasar nenek sihir!” kata Sofi sembari mengusap butiran-butiran kristal yang tak terasa telah membasahi pipinya.

Karena kejadian itu, aku dan Sofi pun bertengkar.
“Teng… teng… teng…” bel tanda pulang sekolah pun berbunyi. Aku pun segera pulang ke rumah dengan berjalan kaki.
Sesampai di rumah, kuganti baju lalu makan siang dan tidur.
T
ak terasa hari sudah menunjukkan sore. Aku pun segera mandi.
“Aku jahat sekali ya, sudah menuduh Sofi sembarangan, padahalkan belum ada buktinya.” kataku dalam hati sambil menyadari semua kesalahanku.

Hari telah menunjukkan pukul 19.00 Wib, waktunya untuk belajar. Aku bergegas ke kamar dan menyusun jadwal pelajaran untuk esok hari. Saat baru membuka tasku, tercium bau yang tak sedap.
“Seperti bau busuk yang di sekolah tadi.” ungkapku dalam hati.

Aku mulai penasaran asal bau busuk itu. Setelah mengeluarkan seluruh isi tas, aku pun menemukan asal bau busuk itu. Ternyata bau busuk itu berasal dari topiku yang terkena bakwan basi pada minggu lalu. Aku pun terdiam dan mulai berpikir, ternyata aku telah salah menuduh Sofi, rupanya bau busuk itu berasal dari topiku.

Esok harinya aku berangkat ke sekolah. Di sekolah aku melihat Sofi sedang menyapu kelas. Kulemparkan senyuman padanya, namun ia malah membuang muka. Ternyata dia masih marah padaku. Aku berusaha untuk meminta maaf padanya dengan cara mendekatinya, namun ia selalu saja pergi saat aku menghampirinya.

Sudah 5 hari aku berusaha untuk meminta maaf padanya, namun tak pernah berhasil. Hari demi hari kulalui dengan rasa bersalah yang amat dalam. Akhirnya ku temukan ide untuk meminta maaf padanya, yaitu dengan memberinya sepucuk surat dan coklat.

Selang sehari, akhirnya suratku dibalas oleh Sofi. Ia menerima permintaan maafku dengan syarat apabila aku tidak mengulangi kesalahan itu lagi, dan akhirnya kami pun kembali berteman dan malahan semakin akrab saja.

Keesokan harinya aku mengajak Sofi untuk bermain di taman sambil menikmati indahnya sinar keemasan si kulit bundar.
“Fi, lihat deh indah banget ya sinar matahari itu. Aku sangat terpesona padanya.” ucapku
“Iya nih, aku juga sangat senang melihat sinar matahari pada sore hari.” jawab Sofi
“Lihat deh, disana ada pohon besar yang sangat indah. Ayo kita ukir nama kita pada batang pohon itu, agar persahabatan kita tidak pernah pudar dan tetap abadi.” kataku sambil mengambil 2 buah paku yang berada di dekat kami untuk mengukir batang pohon itu.
“Ide kamu bagus juga.” jawab Sofi setuju.
Nama kami pun terukir indah di batang pohon itu.

Selesai mengukir, kami berjalan-jalan di dekat sebuah kolam yang agak dalam. Entah mengapa, tiba-tiba Sofi terperosok masuk ke dalam kolam itu.
“Tolong-tolong aku tenggelam.” teriak Sofi keras sambil berusaha menjaga kepalanya agar tetap berada di atas permukaan air. Kemudian tanpa pikir panjang aku langsung masuk ke dalam kolam itu dan berusaha menolong Sofi. Kudorong badannya dengan sekuat tenaga agar ia bisa keluar dari kolam itu, namun tak kusadari perlahan-lahan tubuhku terdorong masuk ke dalam lumpur yang lengket. Akhirnya Sofi bisa keluar dari kolam itu, namun malah aku yang tak bisa menyelamatkan diri, karena tubuhku telah terdorong masuk ke dalam lumpur.

Karena melihat keadaanku yang sudah lemas dan hampir tenggelam, maka Sofi memanggil orangtuanya, karena kebetulan rumahnya sangat dekat dari taman. Namun saat Sofi dan orangtuanya tiba, kepalaku sudah tak kelihatan lagi di atas permukaan air. Aku sudah tenggelam karena terjebak di lumpur yang dalam. Kemudian dengan sigap ayah Sofi mencariku di dalam kolam. Akhirnya aku ketemu dan langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Setelah sadar, kulihat papa, mama, Shofi, om Dahlan (papa Shofi), dan tante Nuri (mama Shofi) berdiri memperhatikanku yang berbaring diatas tempat tidur. Setelah melihatku sudah sadar, Sofi pun langsung berbicara kepadaku.
“Makasih ya atas pertolonganmu tadi” ungkap Sofi sambil mengusap air mata yang telah membasahi pipinya yang imut itu.
“Iya sama-sama.” jawabku sambil tersenyum simpul kepadanya.
“Aku mau bertanya satu hal padamu. Mengapa sih kamu tadi rela mengorbankan nyawamu demi aku?” tanya Sofi penasaran. Kemudian aku pun menjawab pertanyaan Sofi dengan satu kalimat.
“Karena kita sahabat” jawabku sambil tersenyum. Kemudian kami berdua pun saling berpelukan dan meneteskan air mata haru

Cerpen Karangan: Medeylin

Cerita Misteri Surat Berdarah

Namaku Putri, aku bersekolah di SMA SANTIKA. Di kelas, hampir setiap hari aku mendapatkan sebuah surat di meja tempatku. Namun yang bikin aku heran surat itu bukan surat Cinta, bukan Surat kaleng atau semacamnya, melainkan surat itu adalah surat berdarah, aku menamainya surat berdarah karena di dalam surat itu berisi tulisan yang menggunakan darah, bukan tinta.

Pagi itu seperti biasa aku berangkat pagi, kebetulan juga pagi itu aku ada jadwal piket. Ku lewati koridor koridor sekolah yang masih nampak sepi, aku memasuki ruang kelas, ku lihat di meja tergeletak surat lagi, “sepertinya itu surat berdarah” gumamku. Benar dugaanku, surat itu adalah surat berdarah. Perlahan aku membuka surat itu, TOLONG!!! itulah tulisan yang ada di surat tersebut. “Ihh, siapa sih yang sering ngirim surat kaya gini? kurang kerjaan banget deh itu orang” Kesalku, aku menyimpan surat itu di kolong meja, sedangkan aku segera menyapu dan membersihkan kelas.

Tiba tiba Asap asap tebal muncul tepat di depanku, dan keluarlah sesosok wanita cantik, ia memakai baju seragam sekolah namun agak sedikit kotor. “Sii… siii… siiapaa kamu?” Ucapku yang sedikit kaget dengan kemunculannya. “Jangan takut, aku gak akan nyakitin kamu…” Ucapnya “Lalu mau apa kamu?” Ucapku yang mulai sedikit berani untuk berbicara padanya. “Aku mau minta tolong sama kamu..” Ucapnya kembali “Minta tolong apa? pasti aku akan berusaha sebisa ku untuk membantu kamu.” Balasku. “Tolong kamu pergi ke gudang, ambil koper yang besar berwarna hijau, dan…” Ucapnya terpotong, belum sempat hantu itu meneruskan kata katanya, Leni (temanku) datang. “Ada apa Put?” Ucapnya heran, “Ehmm.. Gak papa kok, pulang sekolah anterin aku ke gudang ya” Ucapku. “Ngapain?” Balasnnya heran, “Nanti juga kamu tau sendiri kok.” Ucapku tersenyum

Pulang sekolah
Aku dan Leni langsung menuju ke gudang, sebenarnya ruangan tersebut tidak boleh didekati oleh siapapun, apa lagi masuk ke dalamnya. “Mau apa sih kamu put? Kalau ketahuan pak Dadang gimana? pasti kita bakal kena marah” Ucapnya, namun aku tak menghiraukan perkataan sahabatku tadi, “Loh? pintu gudang kok gak dikunci?” Ucapku sambil perlahan membuka pintu gudang, Ruangan itu sangat kotor, dipenuhi debu debu, “Put, mau apa sih kamu?” Ucap Leni padaku lagi, “Sudahlah jangan banyak tanya, sebaiknya kamu bantu aku cari koper gede warna hijau.” Ucapku sambil mencari koper tersebut. Leni tak membalas perkataan ku, namun ia ikut mencari koper itu. “Put, Koper itu bukan?” Ucapnya sambil menunjuk koper di paling ujung ruangan. Aku dan Leni pun mendekat ke koper itu.

“Nah bener ini kopernya” Ucapku sambil tersenyum.. Aku perlahan membuka koper itu, koper itu nampak sedikit aneh, bau busuk tiba tiba menusuk hidungku “Hahh? Bangkai?” Ucap Leni kaget dengan isi koper itu Asap tebal muncul kembali, keluarlah hantu itu “Jangan kaget, itu jasadku, Mereka yang menyembunyikan jasadku disini, Tolong kubur jasadku dengan layak” Ucap hantu itu sambil tersenyum.. “Jadii?” Ucapku yang masih heran. “Cepat!!! Kalian keluar dari sini.. sebelum mereka datang.” Ucapnya. Sebenernya aku masih bingung apa maksud dari perkataan hantu itu, Siapa MEREKA? namun saat itu aku dan Leni segera keluar dari gudang itu dan mengubur jasad hantu itu dengan layak, hingga saat ini aku tak menjumpai surat berdarah itu lagi

TAMAT

Cerpen Karangan: Cici Liawati
Blog: http://Ciciliawati.blogspot.com

Cerita Waktu Yang Tak Dapat Kembali

5 januari 2012
Tertegun ku memandang monitor di depan mataku, tangan ku ini berasa kaku untuk melanjutkan pekerjaan ku. Setumpuk kertas masih tersusun di meja kerjaku, masih sedikit yang bisa ku selesaikan hari ini, aku tertunduk lesuh. Ku selesaikan sedikit demi sedikit pekerjaan ku ini, meski aku merasa kurang enak badan. Jam menunjukan pukul 17.00 pertanda jam kerjaku selesai, ku beranjak dari tempat kerjaku dan langsung menuju kampusku. Tapi dari tadi aku merasa ada yang ga enak dengan perasaanku ini, tapi tetap ku melaju menuju tempat ku menuntut ilmu.

Mata kuliahpun selesai dan aku segera pulang kerumah. Ku lempar tasku dan bergegas tuk segera mandi, rencana setelah mandi dan sholat isya, aku akan segera pergi tidur dengan keadaan ku yang kelelahan. Baru sebentar ku merebahkan tubuhku di tempat tidur, ponsel ku bordering terpampang sebuah nomor yang tak bernama.

“Hallo, Assalamu’alaikum” ucapku

“Wa’alaikum salam, bisa bicara dengan Ina?” jawab dari seberang yang terdengar agak bising.

“iya, dengan siapa ya ini?” tanyaku

“Na, ni aku Doni… aku mau kabarin kamu kalau si Raka kecelakaan dan dia sekarang menuju ke Semarang tuk di makamkan di kampung halamanya”

Aku terdiam, tak sepatah katapun keluar dari mulutku. Jantungku terasa berhenti berdetak saat itu juga, ponsel yang ku pegang terjatuh dan tak ku dengar lagi suara dari arah seberang. Air mataku mengalir deras seketika, dalam keadaan yang sangat kalut ku ambil tas ranselku, jaket serta dompet dan segera ku memakai sepatu. Aku menuju ke ruang tengah untuk berpamitan pada ayah dan ibuku yang sedang menonton TV di sana beserta kakaku.

Setelah kujelaskan, Ayah dan Ibuku pun mengizinkanku untuk ke Semarang menghadiri pemakaman Raka dengan syarat di temani kakaku Aldi. Kami pun langsung menuju terminal untuk ke Semarang, beruntung ada bus yang belum berangkat pada jam 22.30. Dalam perjalanan air mataku terus mengalir walau kak Aldi terus menghiburku. Kal Aldi pun ga berani bertanya banyak kepadaku tentang Raka, dia hanya mencoba menasehatiku untuk sabar dan Ikhlas. Rasanya ingin sekali aku cepat sampai di kediaman Raka dan ingin melihat nya untuk yang terakhir kalinya. Yang aku rasakan perjalanan malam itu pun sangat lama sekali.

Jam 08.00 pagi aku sampai di semarang, aku dan kakaku pun langsung menuju kerumah Raka.
Dan benar adanya di rumah Raka sudah Nampak banyak orang berkumpul dengan air mata yang berlinang. Aku masih tertegun memandang sesosok tubuh yang kaku dan sudah tertutup kain dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Nampak pula seorang wanita yang sudah tak asing lagi di mataku Wina (yag ku ketahui tunangan Raka) di samping kanan jasad Raka. Jantungku semakin berdetak kencang setelah ku mendekat di samping Raka.
Ku tahan air mataku, dan berbisik pelan di depan kedua orang tua Raka.

“Pak, bu… bolehkah saya melihat Raka untuk yang terakhir kali nya?”

Orang tua Rakapun mengangguk pertanda menyetujui permintaanku. Ku buka kain yang menutupi wajah Raka, kupandangi wajahnya yang sudah tak akan bisa ku lihat lagi untuk kedepanya. Di raut wajah Raka tampak masih segar, masih ganteng seperti dulu saat aku bersamanya, aku pun membaca ayat untuk mendoakan Raka. Tiba tiba Ibu Raka memeluku erat sekali, aku masih menahan airmataku yang menggenang di mataku, aku ingin sekali menyaksikan pemakaman Raka jangan sampai aku tak melihatnya hanya karna aku ga kuat untuk melihatnya. Tubuhku serasa kaku, jantungku seperti berhenti berdenyut dan darahku berasa naik dari ujung kaki ke kepala. Sayup sayup kudengar ucapan Ibu di telingaku “maafin Raka dan Ibu yang selama ini mungkin membuat Ina sedih”

Aku tetap terdiam menyaksikan jalannya pemakaman Raka. Selesai di makamkan tubuhku serasa tak bergerak dan tak sadarkan diri.

Saat aku terbangun sudah ada Ibu, ayah Raka dan kakaku Aldi di sampingku.

“kak Aldi” panggilku lirih

Kak aldi pun mendekatiku dan membantuku untuk duduk. Ibu Raka pun kembali memeluku dengan tangisanya yang kencang tepat di telingaku.

“Na, kalau bukan karna Ibu mungkin ga akan seperti ini” ucap beliau tepat di telingaku

Ku biarkan Ibu Raka memeluk dan mencium keningku, padahal dalam hati bertanya “ada apa ini sebenarnya?” aku tak mengerti sama sekali.

“kenapa bu?, semua ini sudah takdir dari allah Bu, Ibu ikhlaskan saja kepergian kak Raka” Jwabku dengan bibir gemetar.

Ibu Raka pun melepaskan pelukanya, tapi dia hanya berkata “iya, kamu bener Ina… Ibu takut kamu terpukul dengan kejadian ini”

“Bukan saya yang harus ibu khawatirkan bu, Tapi Wina… dia yang butuh perhatian dari Ibu dan bapak. Dia yang tunangan Raka bukan saya” lanjutku

“Ibu menyesal memisahkan kamu dan Raka dan menjodohkan dia dengan wanita pilihan Ibu” terang Ibu Raka

“Ibu, semua ini sudah Takdir dari yang maha Kuasa, Ibu jangan menyesal, Ibu ga salah.. setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, dan saya juga menghormati keputusan Ibu. Saya Ikhlas bu, sekarang Wina dimana bu?” tanyaku

Wajah Ibu Raka tampak seperti orang kebingungan, Seakan ada sesuatu yang ingin beliau sampaikan kepada ku. Sesekali beliau ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan karna beliau melihat Wina menghampiri kami.
Wina langsung memeluku erat seperti dia sudah lama tak bertemu denganku. Aku juga sangat heran melihat perilakunya yang menurutku agak aneh. Tiba tiba dia menyerahkan sebuah cincin ke tanganku. Dengan wajah keheranan aku pun bertanya “apa ini Win?”

“itu punya Raka, dia menyimpan ini sebelumnya untukmu, tapi aku terlanjur melihatnya lebih dulu dan kusangka itu untukku tapi ternyata tertulis namamu dan Raka dibelakangnya” jelasnya kemudian

Aku menginap semalam sebelum kembali ke Jakarta paginya bersama kak Aldi. Masih banyak pertanyaan setelah kejadian aku pingsan kemarin, Semua keluarga Raka tiba tiba bersikap baik terhadapku, padahal sewaktu aku bersama Raka mereka seperti ga suka terhadapku kecuali ayahnya. Walau masih banyak pertanyaan dan kejadian yang tak ku mengerti selama di rumah Raka, tapi aku harus kembali ke Jakarta. Akupun pamit dengan keluarga Raka untuk kembali ke Jakarta.

Di perjalanan menuju Jakarta ku pilih kereta untuk kembali ke Jakarta. Ponsel yang dari kemarin sengaja ku matiin pun ku hidupkan kembali, banyak sms, bbm, mention twiter dan pemberitahuan panggilan masuk dari teman kerja dan kuliahku bergantian masuk ke ponselku. Tak kujawab dan kembali ku matikan ponselku. Kakaku duduk di sampingku dan selalu menyemangatiku dgn keadaan ku yang sekarang ini. Kakaku pun tertidur, aku masih menikmati kereta melaju dengan cepat. Anganku melayang dan tertuju pada sosok Raka, masih teringat kenangan kenangan bersamanya dulu. Sampai akhirnya kami terpisah karena Ibu Raka tak menyetujui hubunganku dengan Raka kala itu.

****

Aku dan Raka bertemu saat aku masih satu kantor dengan dia. Waktu itu di kantin saat istirahat, aku sedang menikmati makan siang bersama teman temanku dia menghmpiriku, dan teman temanku pun pindah meja mempersilahkan kami tuk makan bersama. Aku yang kala itu tak mengenalnya, hanya dengar cerita dari teman teman kalau ada yang sering memperhatikanku dan mencari informasi tentangku. Ya itu Raka. Kami pun langsung akrab waktu itu karna aku yang cerewet dan humoris.

“Ina, boleh minta nomer HP nya ga?” Tanya Raka

“Hemmmm… boleh” jawabku sambil menyebutkan nomer HP ku, ku sembunyikan muka merahku.

Singkat waktu kami pun semakin hari semakin dekat, sampai satu kantor menggosipkan aku dengan Raka.

Hari minggu tanggal 1 agustus 2010 jam 14.00 dia datang kerumahku, penampilanya rapi aroma parfumnya yang khas yang aku suka membuatku semakin terpikat dengan Raka. Raka mengajaku untuk jalan jalan sebentar, karna aku ada keperluan untuk membeli sebuah buku jadi aku mengusulkan untuk pergi ke ke toko buku.

Kami pun sampai di toko buku yang berada di mall di Jakarta Utara. Raka mengikutiku dari belakang yang sedang sibuk mencari buku yang aku cari. Tiba tiba dia memegang tanganku, aku pun otomatis berhenti mencari buku dan tersenyum pada Raka.

“Ada apa kakak?” tanyaku

“Ke sini deh mendekat sebentar” jawabnya kemudian sambil menariku mendekat ke arah nya.

Lalu Raka mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berkata “Aku sayang Ina, Ina mau ga jadi pacarku?”

Tak bisa mengungkapkan kata kata, aku terdiam ingin tersenyum tapi ku tahan yang aku rasakan aliran darahku terasa mengalir deras di sekujur tubuhku, Jantungku berdetak sangat kencang, tiba tiba kaki ku terasa dingin dan gemetaran. Raka semakin kencang menggenggam tanganku, menatap wajahku dengan tatapan penuh harapan. Diapun mengulangi ucapanya “Mau ga jadi pacar kakak?”

Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya “iya, Ina mau” jawabku lirih
Raka pun tersenyum sumringah sambil terus menggenggam tanganku erat sekali. Setelah aku menemukan buku yang aku cari, kami pun pergi untuk makan di KFC dekat toko buku itu.

Masih dengan wajah berbinar binar Raka terus memuji dan menggodaku dengan rayuanya.

“Kenapa kak Raka suka sama aku?” jawabku di sela canda tawa Raka

“hemmm… kenapa ea? … karna kamu manis, baik sama semua orang, suka menolong, cerewet dan ga bisa diem” Jawab Raka sembari memencet hidungku yang memang tak mancung.

“Terus kenapa kamu mau jadi pacar kakak?” balas Raka bertanya padaku

“hehe…” jawabku sambil nyengir

“kenapa malah nyengir begitu, jadi tambah jelek kan?” goda Raka

“iiiihhhhhh…” Ucapku manja sambil mencubit lengan Raka.

Selesai makan kami pun memutuskan untuk pulang.

Enam bulan berlalu, ternyata Ibu Raka tak menyukaiku. Aku tak tau harus berbuat apa, karena aku sendiri memang tak bisa menjalani hubungan jika tak mendapat restu dari keluarga. Ku putuskan untuk berpisah dengan Raka, meski aku masih sangat menyayanginya. Begitupun dengan Raka, karena kami sudah berbuat banyak untuk mendapat restu dari ibunya namun hasilnya Nihil.

***

Ku buka buku yang di berikan padaku oleh Ibu Raka sewaktu pamit pulang ke Jakarta. Ku baca bismillah dan ku baca tulisan di buku itu, tulisan itu sangat ku kenal, tulisan tangan Raka.

Halaman pertama.

2 Februari 2011

My Dear Ina yang slalu ada dalam hatiku.
Perpisahan ini sungguh membuatku terluka. Aku menyayangimu, aku mencintaimu, tapi aku juga menyayangi keluargaku terutama Ibuku, mungkin ini jalan terbaik untuk kita. Jikapun kita berjodoh kita akan di pertemukan kembali, karena tulang rusuk tidak akan pernah tertukar. Semoga kamu bisa bahagia tanpaku…

Maaf aku tlah mengecewakanmu, maaf aku tak bisa menepati janji janjiku…
Aku akan selalu menyayangimu Ina..

***

Halaman ke dua

30 Agustus 2011

My dear Ina..

Hari ini tepat setahun kita bersama. Masih ku ingat wajahmu yang malu malu saat ku nyatakan cinta. Sampai saat ini aku masih belum bisa melupakanmu. Dan kemarin Ibuku menjodohkanku dengan Wina, wanita yang baik menurut ibuku. Namun aku tak bisa menggantikanmu dengan dia. Aku ingin menolak namun aku tak bisa menolak keinginan Ibuku.
Aku ini lelaki bodoh, tak bisa berbuat apa apa…

Ina… maafin aku… maaf… maaf

***

Halaman ketiga

5 Januari 2012

My Dear Ina
Hari ini aku merasa sangat merindukanmu. Ingin ku menemuimu namun aku tak sanggup. Aku takut melukai perasaanmu kembali jika aku menemuimu kelak.

Aku dengar kamu sudah mempunyai pacar lagi, aku sangat senang mendengarnya. Aku turut bahagia karena akhirnya kamu membuka hati untuk yang lain. Ku panjatkan doa semoga kamu bahagia. Ina sayang… aku ingin melihat wajahmu yang sudah lama tak ku pandang. Terakhir ku lihat setahun yang lalu, itu pun kamu acuh terhadapku.
Ina… aku hanya ingin minta maaf, karena tak bisa menepati janji janjiku dulu. Ina sayang aku berdoa semoga kamu bahagia… aku disini selalu mencintaimu.

Aku kembali meneteskan air mataku. Tulisan ini yang bisa ku lihat sekarang, tulisan terakhir Raka sebelum kecelakaan. Aku memang membencinya, waktu itu namun itu karena aku takut jika aku terus mengharapkanya. Ternyata Raka masih menyayangiku sampai terakhir hidupnya.

Cerpen Karangan: Nafisa
Blog: http://nafeesakansa.blogspot.com