- Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah s.a.w telah bersabda: “Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling menyayangi antara satu sama lain. Mahukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling menyayangi antara satu sama lain? Sebarkanlah salam sebanyak-banyaknya diantara kalian” – (Muslim)
Sifat-Sifat Nabi Muhammad SAW
Telah dikeluarkan oleh Ya’kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata:
Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.
Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.
Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.
Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.
Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta’ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain.
Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: “Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat”, tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.
Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.
Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.
Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.
Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.
Baginda tidak pernah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.
Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: “Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!”. Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.
Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.
Terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijrah. Meletus di Badar, terletak antara kota Mekkah dan Madinah. Tentara Islam yang hanya berjumlah 313 orang berhadapan dengan kaum kafir Quraisy yang berjumlah 1000 orang. Melihat jumlah tentara lawan tiga kali lipat lebih besar, Rasulullah berdo’a:
“Ya Alloh, menangkanlah pasukan hambamu.Bila umat yang kecil binasa, maka akan berjayalah agama berhala di muka bumi tidak akan ada orang yang menyembah-Mu”
Ketika itulah turun wahyu yang memerintahkan agar nabi mengerahkan orang-ornag mukmin untuk bertempur.Alloh memberi jaminan bahwa 20 orang mukmin yang sabar akan dapat membinasakan 200 orang musuh, dan 100 orang mukmiin akan dapat mengalahkan 1000 orang kafir, sebab orang kafir tidak memiliki pegangan yang teguh.
Nabi segera mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke arah musuh sebagai isyarat perintah menyerang. Sesaat kemudian orang-orang mukmiin melakukan penyerangan dengan meneriakkan kata “Ahad..ahad…ahad… ”
angin berhembus kencang dengan menerbangkan debu-debu ke arah musuh. Keadaan ini sangat membantu kaum muslimin dan kemenangan yang dijanjikan Alloh pun menjadi kenyataan.
Dalam perang ini tentara Islam hanya 14 orang yang syahid. Sedang pihak kafir 70 orang tewas termasuk tokoh-tokoh seperti Abu Jahal bin Hisyam ( panglima ), Utbah bin Rabian, Syaibah bin Rabi’ah, dan Umaiyah bin Shilt.
2. PERANG UHUD
Perang ini merupakan dendam dari kaum Quraisy atas kekalahan mereka dalam perang Badar. Mereka mengerahkan 3000 tentara.Sedang kaum muslimin hanya 1000 prajurit itupun kemudian berkurang, karena orang-orang munafik yang sebanyak 300 orang akhirnya mengundurkan diri atas pengaruh orang-orang Yahudi.
Rasulullah saw menempatkan pasukan muslimin di bukit Uhud, sedang sebelah kiri, pasukan muslim dilindungi oleh bukit Ainan. Kemudian 50 orang di bawah pimpinan Ibnu Jubair diperintahkan menjaga celah bukit dari belakang dan dilarang meninggalkan tempat itu, apa pun yang akan terjadi.
Melihat posisi kaum muslimin tersebut, pasukan kafir Qurasiy mengadakan serangan dengan formasi berbentuk bulan sabit. Namun serangan mereka dapat dipatahkan. Belasan pasukan mereka berguguran, sedang yang lainnya lari meninggalkan medan.Keadaan ini membuat pasukan pimpinan Ibnu Jubair terpancing untuk turut mengadakan pengejaran dengan harapan dapat memperoleh harta yang ditinggalkan musuh.
Sebagian kaum kafir yang mengetahui tempat Ibnu Jubair dan pasukannya telah kosong, segera memanfaatkannya untuk melakukan serangan balik.Akibatnya dalam pertempuran ini umat Islam menderita kerugian tewas 70 orang, sedang di pihak musuh hanya 25 orang. Kekalahan ini menginsafkan mereka bahwa melanggar dan mengabaikan perintah nabi akan mendatangkan kerugian.
3. PERANG GHATAFA
Terjadi pada tahun ketiga Hijrah.Dalam perang ini terjadi peristiwa besar, yaitu sewaktu Nabi beristirahat muncullah Du’tsur secara diam-diam seraya menghunuskan pedangnya kepada beliau.
“Siapakah yang melindungimu, hai Muhammad?”
dengan tenang, nabi menjawab : “Alloh Ta’ala.”
seketika Du’tsur gemetar, pedangnya yang sudah terhunus di leher nabi terjatuh, nabi mengambilnya lantas balik menghunuskannya kepada Du’tsur sambil bertanya : “Siapakah yang dapat melindungimu dariku?”
“Tidak ada.”
Nabi memaafkannya, akhirnya Du’tsur masuk Islam dan mengajak kaumnya masuk Islam.
4. PERANG KHANDAQ/AHZAB
Terjadi pada tahun kelima Hijrah. Perang ini berawal dari kaum Yahudi yang melanggar perjanjian perdamaian dengan umat Islam, mereka bergabung dengan kaum kafir Quraisy, jumlah pasukan musuh seluruhnya mencapai 10.000 orang,sedangkan nabi hanya dapat mengumpulkan sebanyak 2000 prajurit muslim.Sesuai saran Salman Al-Farisi, kaum muslimin menggali parit untuk lubang perlindungan, sekalipun jumlah tentara musuh lima kali lipat lebih besar, namun berkat pertolongan Alloh kaum muslimin dapat memenangkan peperangan.Dalam perang ini, 700 orang lelaki Bani Kuraizah dihukum bunuh oleh tentara muslim karena dosa mereka yang besar sekali, maka berakhirlah riwayat bangsa Yahudi di Madinah. Mereka banyak yang pindah ke Syiria dan Khaibar.
5. PERANG KHAIBAR
Terjadi pada tahun ketujuh Hijrah. Meletus di kota Khaibar, pasukan muslimin sejumlah 1600 prajurit yang dipimpin langsung oleh nabi berhasil mengepung orang-orang Yahudi selama 6 hari, dan pada hari ketujuh, mereka dapat ditaklukkan.
6. PERANG MU’TAH
Terjadi pada tahun ke delapan Hijrah, ketika pasukan kaum muslimin yang berjumlah 3000 orang, memasuki kota Mu’tah, dihadang oleh 200.000 prajurit Romawi, pertempuran dahsyat pun tak terelakkan. Panglima kaum muslimin, Zaid Bin Haritsah, gugur. Lalu digantikan oleh Ja’far bin Abi Thalib, dia pun gugur.Kemudian digantikan oleh Abdullah bin Rawahah sampai ia terbunuh.Terakhir tampuk pimpinan dipegang oleh Khalid bin Walid dan perang dapat dimenangkan.
7. PERANG HUNAIN
Terjadi pada tahun ke delapan Hijrah, peperangan ini meletus di pegunungan Hunain.Rasulullah Saw, dapat menghimpun tentara sebanyak 12.000 orang, sedemikian banyaknya jumlah tentara muslimin sehingga sebagian kecil menyombongkan diri bahwa kemenangan pasti akan mereka dapatkan. Karena, kesombongan inilah mereka lengah, ketika baru menyeberangi Wadi Hunain, pasukan musuh menyerang kaum muslimin secepat kilat.Berguguranlah barisan-barisan orang-orang yang menyombongkan diri.Rasulullah segera memperingatkan mereka agar bertobat dan meminta ampun, juga menyerukan agar mengubah tujuan perang mereka yang semula ingin mendapatkan harta rampasan agar mengubah dengan berniat menegakkan agama Alloh.Pada perang ini, suku Tsaqif dan Hawazin yang menyerang kaum muslimin memang membawa serta anak, istri serta harta kekayaan mereka.
Berkat pertolongan Alloh Swt, keadaan menjadi berbalik pasukan muslimin dapat dengan leluasa menguasai medan. Musuh pun akhirnya lari tunggang langgang, dan kemenangan dapat diperoleh dengan gampang, pada perang inilah kaum muslimin mendapatkan banyak harta rampasan yang ke semuanya itu dimanfaatkan oleh Rasulullah untuk syiarnya Islam.