Category Archives: Uncategorized

langkah-langkah menanam cabe

langkah-langkah menanam cabe

LANGKAH LANGKAH MENANAM CABE

Cara Menanam Cabe Secara Sederhana

Cara menanam cabe ini bisa diterapkan bagi para petani yang akan memulai bertanam cabe. Mengingat harga cabe sedang mahal, anda yang bukan petani juga bisa menerapkan cara menanam padi ini untuk di halaman kecil rumah anda.
Di indonesia, cabe sangat diminati sebagai bumbu masak, karena cabe sangat menggugah selera makan. Sehingga cabe menjadi bagian penting dari masakan indonesia. Oleh karena itu cara menanam cabe perlu pelajari untuk bisnis cabe yang menggiurkan.

Berikut langkah-langkah cara menanam cabe

Pemilihan bibit cabe
Pemilihan bibit cabe yang perlu di lakukan adalah :
–         Tentukan jenis cabe yang akan di tanam misalkan : cabe rawit,cabe panjang,cabe merah
–         Pilih bibit cabe yang segar
–         Kupas cabe lalu ambil biji nya selanjutnya di jemur terik matahari sampai kering
Membuat semaian cabe
Semaian cabe mempunyai 2 cara media :
–         Media polybag
–         Media bedengan semaian
Kedua media ini hampir sama tetapi lebih banyak petani menggunkan media bedengan sebagi semaian cabe
Untuk media bedengan semaian cabe :

  1. Buat kembali bedengan semaian
  2. beri pupuk kandang dan pupuk kimia TSP secukupnya  mempercepat proses pertumbuhan bibit cabe
  3. Taburkan bibit cab eke dalam bedengan semaian cabe
  4. Jangan lupa tutup bagian atas mengunakan gulma kering biasanya menggunakan gulma alang-alang kering yang di sangga dengan kayu jarak antara tanah bedengan dan peyangga sebagai atap sekitar 50 cm agar tidak masuk secara langsung sinar matahari ke semaian bibit cabe
  5. Jaga kelembaban tanah bedengan tadi seoptimal mungkin  dengan cara minmal penyiraman setiap hari lewat atas gulma kering agar air yang jatuh tidak langsung ke  tanah semaian bibit cabe.
  6. Biarkan tumbuh sampai minimal 4 helai daun sebelum di pindahkan ke lahan

Persiapan lahan untuk tanaman cabe
Sambil menunggu semaian cabe tumbuh dan siap di pindahkan kelahan selanjutnya persiapkan lahan petanian untuk budidaya tanaman cabe harus diperhatiakan adalah:
–         Gemburkan serta buang seluruh gulma yang ada di lahan untuk penaman cabe
–         Lalu buat bedengan-bedengan dengan ukuran lebar sekitar 1 meter sampai 1,5 meterserta ketinggian bedangan sekitar 30 cm dan juga jarak antar bedengan sekitar 30 cm sampai 40cm
–         Buat lubang berjarak antara 40 cm sampai 60 cm
Masa Penanaman cabe
Untuk masa penanaman yang cocok untuk tanaman cabe :
–         Pastikan kadar curah hujan yang tidak terlalu banyak
–         Pilih bibit yang dari semaian dengan minimal 4 helai daun dan dalam kondisi subur lalu masukan ke lubang yang telah di persiapkan sebelumnya
–         Lalu tutup kembali lubang sebagai mana sebelumnya harus di siram setiap hari kalau tidak ada hujan.
–         Kalau pada musim kemarau sebaiknya gunakan penutup tanah mengunakan jerami atau media lain ini di maksudkan untuk menjaga kelembaban serta menekan kekeringan dan lain sebagi nya.
Pemupukan tanaman cabe
Beri pupuk kandang yang dapat  juga di campur dengan TPS dan Urea secukupnya pada setiap batang cabe di bedengan lahan tanaman cabe,Untuk pupuk kandang yang paling sering di gunakan untuk menanam cabe banyak berasal dari hasil kotoran ayam,tetapi dapat juga mempergunakan kotoran hewan yang lain sebagai kompos nya.
Perawatan tanaman cabe
Perawatan tanaman cabe yang harus di perhatiakn adalah:
–         Lakukan penyiraman setiap hari
–         Bersihkan setiap gulma penggangu sampai bersih
–         Lakukan penyemprotan pestisida secara rutin sesuai anjuran
–         Petik daun yang telah kuning agar pertumbuhan cabe menjadi produktif
–         Dan lain sebagai nya
Pemetikan hasil panen cabe
Lakukan pemetikan buah cabe dengan kondisi buah yang telah masak dan segar masukan dalam kemasan wadah yang aliran atau sirkulasi udara yang sesuai agar cabe tidak cepat busuk.

kasih sayang seorang ibu

kasih sayang seorang ibu

Kasih Ibu sepanjang jalan, kasih anak hanya sepanjang galah, begitulah peribahasa yang menggambarkan betapa besarnya kasih seorang Ibu kepada anaknya. Kasihnya bagaikan matahari yang menyinari bumi, hanya memberi, tak harap kembali. Bagaimana tidak, sejak Ibu mulai mengandung selama 9 bulan, betapa beban yang ia rasakan, belum lagi saat melahirkan, ia mempertaruhkan nyawanya hanya demi agar anaknya bisa menikmati indahnya dunia. Sudah lahir, Ibu masih harus menyusui, menyuapi, hingga anaknya besar, tapi saat sudah besar, apakah balasan anak? Berikut adalah kata-kata terindah untuk Ibu yang telah memberikan kita kasih sayang tertulus.

 

Tidaklah mudah jadi seorang ibu, bila jadi ibu itu mudah, mungkin ayah akan melakukannya.

Melepasmu untuk menikah serta tinggal bersama pasanganmu adalah hal terberat dalam hidup Orang tua (⌣́_⌣̀)

Terimakasih ibu sudah memberi arti ketulusan yang sebenarnya

#BukuTerimakasihIBU “Jangan mencaci bila dimarahi Ibu. Kita akan merindukan itu nanti. Dan pasti akan terjadi suatu saat nanti.”

Mutiara kasih yang sesungguhnya ialah mutiara kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.

Hari yang indah adalah hari dimana anda dapat membuat ibu yang melahirkan anda tersenyum bangga akan apa yang sudah anda dapat dan anda lakukan.

Hal yang dapat membuat hati seorang ibu bahagia bukanlah harta, melainkan akhlak seorang anak yang mulia.

Kasih sayang yang tanpa mengharapkan balasan serta tak akan terbalas adalah kasih sayang seorang ibu.

Masakan ibu, walau sedikit dan tidak banyak menu tapi selalu enak, karena masaknya dengan kasih sayang

Darah, daging, air susu ibu, semuanya menyatu dalam tubuhmu. Maka wajar jika ibu selalu mengkhawatirkanmu, memperdulikanmu

Sebelum engkau dikandung, Ibu menginginkan kau ada. Sebelum kau dilahirkan, Ibu telah mengasihimu. Sebelum kau keluar dari kandungan, Ibu pun rela mati untukmu. Inilah keajaiban kasih sayang Ibu.

Ibu adalah orang yang paling berjasa dalam hidup seseorang. Simbol kasih sayang sepanjang masa, cinta sejati yang datang dari hati untuk mengasihi. Janganlah sampai kita membuat sedih Ibu, apalagi jika sampai membuatnya kecewa. Karena kamu pasti akan menyesal nantinya.

kata-kata islami

kata-kata islami

Meskipun hanya berupa kata-kata, namun kadangkalanya kata-kata bijak bisa memberikan kita sebuah nasehat agar bisa berbuat dan menjalani kehidupan dengan  baik. Untuk sobat yang merupakan seorang muslim, tentu kata bijak Islami akan mampu untuk memberikan sebuah hikmah dan makna tersendiri, sehingga kita bisa lebih mengingat akan keagungan Allah SWT yang sering kita lupakan. Nah, tidak ada salahnya sobat membaca kumpulan kata bijak Islami penuh hikmah dan makna berikut ini yang semoga bisa menambah wawasan kita tentang agama Islam.

Bila sore tiba, jangan tunggu waktu hingga pagi, bila pagi tiba, jangan tunggu waktu hingga sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang masa sakitmu dan manfaatkanlah masa hidupmu sebelum tiba waktu ajalmu

Hari ini anda sayang pada anak, isteri serta Ibu bapak, dan juga keluarga tiap saat, tapi suatu hari nanti anda akan meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.

Ambil dari dunia sesuatu yang bisa jadi bekal untuk akhirat nanti dan jangan mengambil dari dunia sesuatu yang bisa menghalangi anda di akhirat nanti

Barang siapa yang masuk ke dalam kubur tanpa bekal yang dibawanya, maka ia seperti berlayar di lautan tanpa perahu

Sesungguhnya orang yang sempurna akal adalah yang selalu memperbaiki dirinya, serta selalu siap, beramal, berbekal tuk menghadapi hari kemudian setelah mati.

Janganlah sampai kita terlena dengan jebakan duniawi, sebab sesungguhnya kita hidup di dunia ini tak lain untuk mencari bekal tuk di kehidupan yang sebenarnya nanti

Allah adalah tujuan, untuk-Nyalah kita hidup serta karena-Nyalah kita hidup, maka lakukan hal yang terbaik dalam hidup kita untuk dapat menuju kepada sang Khaliq

Nilai seseorang sesuai dengan kadar tekadnya, ketulusannya sesuai dengan kadar kemanusiaannya, keberaniannya sesuai dengan kadar penolakannya pada perbuatan jahat serta kesucian hati nuraninya sesuai dengan kepekaannya pada kehormatan dirinya.

Amal yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah yang terus menerus meskipun hanya sedikit.

Andaikan seseorang mau memikirkan kebesaran Allah SWT, maka dia takkan sampai hati untuk melakukan perbuatan dosa

Mengarungi samudera kehidupan ini, kita ibaratkan para pengembara, hidup ini merupakan perjuangan yang akan jadi saksi pengorbanan

Kita yang mulanya suci saat dilahirkan, maka kembalipun kita harus dalam kondisi suci untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya.

Berbahagialah orang yang perkataannya dzikir, dan diamnya berfikir serta pandangannya perhatian.

Bila ingin mendapat sesuatu, belajarlah dengan memberi, bila ingin kebahagiaan, berikanlah kebahagian itu kepada orang lain.

Hari ini anda mampu menggunakan pakaian yang cantik serta mahal harganya, tapi suatu hari nanti anda hanya akan mampu menggunakan sehelai kain putih saja.

Hari ini anda makan serta minum dengan sesuka hati di dunia, tapi suatu hari nanti anda akan dimakan oleh ular, ulat dan binatang lainnya dalam kubur sesudah meninggal dunia.

pentingnya islam

pentingnya islam

Islamedia – “Jika engkau berjilbab dan ada yang mempermasalahkan akhlakmu, katakan kepada mereka bahwa antara jilbab dan akhlak adalah dua hal yang b erbeda. Berjilbab adalah murni perintah Allah; wajib untuk wanita muslim yang telah baligh tanpa memandang akhlaknya baik atau buruk. Di lain hal, akhlak adalah budi pekerti yang bergantung pada pribadi masing-masing. Jika seorang wanita berjilbab melakukan dosa atau pelanggaran, itu bukan karena jilbabnya, melainkan karena akhlaknya. Yang berjilbab belum tentu berakhlak mulia, tapi yang berakhlak mulia pasti berjilbab.”
 
Allah SWT dalam Al Qur’an Surat an-Nur ayat 31 telah berfirman, yang artinya:
“ Dan katakanlah kepada wanita yang beriman:” Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung  ke dadanya…”
 
Dalam firman di atas, telah jelas bahwasannya Allah telah memerintahkan kaum wanita untuk mengenakan jilbab atau hijab. Maka sudah selayaknya kaum wanita taat kepada perintah Allah SWT salah satunya dengan mengenakan hijab atau jilbab yang sesuai dengan aturan Islam.
Keutamaan Mengenakan Jilbab atau Hijab
 
Jilbab telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan bagi umat Islam, baik dari segi nilai religius maupun fungsi sebagai penutup aurat bagi Muslimah. Adapun keutamaan dalam mengenakan jilbab terdapat dalam firman Allah SWT surat Al Ahzab ayat 59 (yang artinya):  
 
“ Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mu’min, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
 
Sesungguhnya firman di atas merupakan bukti bahwa dalam hukum Islam, perempuan sangatlah mendapatkan perhatian. Adanya perintah bagi perempuan untuk mengenakan jilbab bukanlah untuk mengekang kebebasan akan tetapi sebagai pelindung agar tidak tergelincir pada lumpur kemaksiatan.

cerpen kisah sedih di hari jum`at

cerpen kisah sedih di hari jum`at

Kisah Sedih di Hari Jumat

Hari Jumat. Hari di mana setiap muslim menjalankan ibadah shalat Jumat. Itu juga yang terjadi pada hari Jumat ini. Jumat di bulan Februari tahun 2013. Tak ada yang istimewa dari hari ini. Semua terjadi seperti biasa. Pagi saya kuliah, siang shalat jumat, selesai itu acara bebas.

Waktu menunjukan pukul dua belas kurang dua menit. Bergegas saya bersama teman saya, Wahyu, pergi untuk menunaikan shalat Jumat di masjid Ukhuwah Islamiyah, kampus UI. Hari ini terlihat lebih banyak orang yang berjalan menuju arah masjid. Mereka kebanyakan mengenakan batik rapi, bahkan jas. Aneh sekali… Shalat jumat kok pakai jas? Pikir saya ketika itu.

“Hari ini ada apa sih, yu? Kok rame banget?” tanya saya kepada wahyu yang tampak turut memperhatikan jalanan dipenuhi mobil yang parkir.

“Hari ini kan ada wisuda! Masa lo lupa?”

“Oh iya, ya? Pantes kayanya rame banget. Udah kaya pada mau kondangan,” sahut saya kembali sambil tersenyum simpul.

Obrolan terus bersambut membicarakan topik wisuda yang setahun lagi bakal kami alami.

Langkah bapak-bapak sepertinya semakin cepat. Kami tak mau ketinggalan hingga tibalah kami di masjid utama kampus UI ini.

Suasana tak biasa langsung kami dapati begitu memasuki gerbang masjid. Banyak bapak-bapak dan anak-anak mondar mandir di areal halaman masjid. Masjid terasa sesak, lebih mirip suasana pasar. Ada yang berlarian, ada yang mengerubungi tikar tambahan yang digelar di halaman, ada juga yang memadati tempat pengambilan air wudhu.

Kami segera mengambil wudhu karena khutbah Jumat sudah dimulai sejak tadi. Airnya kering sekali dan berbau besi. Tak mengenakan sekali. Sumpek pula!

Keluar tempat wudhu mata kami berusaha mencari titik lowong yang setidak-tidaknya bisa buat duduk. Tepat di luar tempat wudhu kami mendapat sedikit lapak untuk menunggu khotbah usai. Ah sial, tempat ini panas sekali. Tak ada atap menaungi kami duduk. Pohon rindang juga tak sampai menyentuh lokasi kami. Biarlah kami sedikit kepanasan. Sebentar lagi khutbah juga akan berakhir. Soal shalat, ya lihat saja nanti. Pasti juga kebagian! Biasanya juga gitu.

“Allahu Akbar… Allahu Akbar…” Suara Iqomah membangun kan kami dari mata yang setengah tidur mendengarkan khutbah. Ya untung baru setengah tidur!

Orang-orang kemudian bergegas mengambil posisi shalat jumat. Mereka saling dorong hingga tempat saya yang hanya memungkinkan satu baris langsung terisi penuh, sangat rapat. Alhasil kami terseleksi untuk masuk barisan itu. Kami menatap ke depan mencari peluang baris-baris kosong.

Gawat! Semua barisan terlihat penuh. Bapak-bapak, orang tua wisudawan benar-benar memadati setiap jengkal lahan yang biasanya kosong melompong. Di depan kami adalah pekarangan masjid yang ditanami rumput. Sebagian orang sudah merapat ke salah satu tikar tambahan yang digelar. Tak tampak lagi celah kecil yang bisa kami masuki di sana. Di ujung keramik sayap kiri dan kanan masjid juga sudah terisi penuh. Matilah kami!

“Aaaamiiiiiin…” Pertanda itu membuat kami berdua tambah panik. Tampak juga beberapa orang yang senasib dan sepenanggungan.

Sepertinya mereka lebih beruntung karena diam-diam mereka telah membawa koran bekas untuk alas. Sedangkan kami? Kami tak ada sajadah, tak ada koran bekas, kecuali tas. Ya ampun sial sekali nasib kami siang ini.

Saya buka tas dengan sigap, begitu juga Wahyu. Yang ada hanya buku, sampah isi tas, dan alat tulis. haduh.

Apa boleh buat kami shalat beralas rumput. Tak mungkin rasanya shalat dengan bersujud di atas tas. Dalam hati hanya perasaan kesal dan gondok yang menggebu-gebu membuat shalat saya terasa tidak kyusyuk. Alamak… pasti orang-orang dalam batinnya menertawakan kami.

Seminggu telah berlalu. Kejadian minggu lalu menyimpan pelajaran berarti bagi saya.

“Makanya… kalau sholat Jumat bawa koran bekas!” Kalimat itu terngiang-ngiang dalam benak saya.

Ini adalah jumat kedua. Kali ini saya sudah menyiapkan koran bekas yang baru saja saya beli dari tukang koran keliling di dalam kampus.

“Ini berapa mas?” tanya saya terbayang proses jual beli koran tadi.

“Tiga setengah, ka,” sahut anak kecil penjual koran.

Huuh… padahal di koran itu ada cap tertulis “Rp.2000 Khusus Stasiun Depok”

Ah tapi sudahlah itu tak jadi soal. Lagi pula harga koran sekelas Kompas kan memang tiga ribu lima ratus. Biarlah selebihnya untuk anak ini. Yaa.. hitung-hitung amal.

Begitulah kejadian tadi pagi saat saya berusaha mengambil hikmah dari tragedi Jumat kemarin. Koran itu saya sisipkan di jaring-jaring bagian luar tas.

Pukul setengah dua belas kurang sedikit kembali saya bergegas menuju masjid UI sendirian. Hari ini tampak jauh berbeda dari kemarin. Tak tampak lagi orangtua para wisudawan, tak ada lagi keramaian.

Santai sajalah. Pikir saya dengan enteng. Hari ini masjid pasti lowong. Pasti dapat tempat.

Benar saja. Masjid terlihat lowong begitu saya masuk areal masjid. Ya, seperti dugaan saya. Biasanya memang seperti ini. Kalau seperti ini sih bisa sambil tidur siang dan bersandar di lantai dua.

Yah…. tapi saya kan sudah beli koran. Masa mahal-mahal tidak dipakai? pikir saya.

Setelah mengambil air wudhu saya putuskan untuk memanfaatkan koran itu sekalipun masih banyak tempat yang lowong. Sekali-kali boleh lah saya berbangga punya koran. Saya mau pamer ah. Biar orang lain iri dengan saya. Terutama yang tidak kebagian tempat. Ada rasa dendam yang tiba-tiba saja berbisik membalas kejadian minggu lalu.

Tiga lembar tikar tipis itu saya tata sedemikian rupa hingga mirip sajadah. Saya duduk dengan tenang di atas lembaran koran itu mendengarkan khutbah sambil sayup-sayup terpejam.

“Allahu Akbar… Allahu Akbar…” Lagi lagi suara iqomah kembali membangunkan saya dari kenikmatan itu.

Santai sekali saya pada saat itu. Sholat dengan angkuh sambil seakan meledek yang tak kebagian tempat. Emangnya enak, week! Makanya modal dong, beli koran… Pikir saya saat itu.

“Samiallahulimanhamidah.” Instruksi itu keluar dari pengeras suara masjid pertanda saya siap-siap akan sujud dalam waktu sebentar lagi.

Tanpa diduga-duga, angin tiba-tiba saja bertiup sangat kencang. Angin itu seperti isyarat peringatan.

WUUSSHH

Koran yang sudah saya tata dengan apik itu tiba-tiba tertiup angin lalu melayang ke sebelah kanan. Angin yang bertiup kencang itu membawa kabur koran, alas saya untuk bersujud.

Hah? Koranku…

Lagi-lagi saya bersujud seperti minggu lalu. Beralas rumput gajah dan tanah. Miris sekali rasanya hari ini. Lagi-lagi Jumat yang membawa kesialan.

Pelajaran yang dapat dipetik :
Jika ingin aman shalat jumat, bawalah koran.
Jika ingin korannya tak melayang. pakailah ganjalan.

Hari jumat kembali menyapa saya dengan senyuman. Senyum yang lebih mirip tertawaan. Kali ini saya lebih sibuk dari biasanya. Hingga jam dua belas saya masih berkutat dengan laptop di fakultas saya. Saya kali ini bersama Wahyu lagi. Turut hadir, kekasih saya dan kekasihnya Wahyu di tempat kami main laptop. Saking asiknya tanpa kami sadari suara adzan telah berkumandang dari masjid. Suara itu hampir tak terdengar saking asiknya main laptop.

“Udah sana pada berangkat. Udah adzan tuh!” Pacar saya dan Wahyu berusaha mengingatkan.

Peringatan itu kami abaikan. Saya lihat di jam laptop baru menunjukan pukul dua belas lebih lima menit. Masih ada injury time. Sebentaar…

Laptop kami tutup. Dengan semangat empat lima kami bergegas ke masjid yang berbeda. Ganti suasana ah, pikir saya. Wahyu juga menyetujui tampaknya.

“Ya udah ke masjid stasiun UI aja. Udah lama kan gak ke sana,” ajak wahyu.

“Ayo, berangkat!”

Langkah kami terasa sendirian. Tak tampak orang yang menuju masjid. Alamak pertanda kesuraman. Kami juga tak mendengar suara khutbah yang seharusnya sudah terdengar jelas dari tempat kami melangkah ini. Kami sudah di kandang rusa, sekitar 100 meter lagi untuk mencapai masjid.

“Allahu Akbar… Allahu Akbar…” Suara itu terdengar dari balik stasiun.

Astaga!!! Itu kan suara iqomah!

Kami langsung lari tergopoh-gopoh mengarah ke masjid. Surat alfatihah telah berlalu cepat sekali.

“Aaaamiiiin…”

Tanpa memperdulikan deru nafas kami bersigap mengambil air wudhu secara kilat, lalu….

“Allahu akbar.”

Kami menuju halaman depan masjid. Ternyata terisi penuh. Ada satu bagian yang lowong tapi kami tidak mungkin menembus pagar setinggi 1,5 meter. Orang-orang menutupi jalan masuk pintu sehingga daerah lowong itu tidak bisa dijamah.

Kami panik. ada niatan untuk memanjat. Tetapi apa daya. Imam sudah rukuk dan hampir sujud. Sepertinya tak ada daya dan upaya yang bisa kami lakukan.

“Kita ke masjid dekat kontrakkanku saja,” ucap wahyu kilat.

“Wah ayo kalau gitu. Mungkin masih ada kesempatan.”

Dengan menggunakan angkutan umum, hanya tiga menit kami sampai di dekat kontrakan. Pemandangan pilu kami temui begitu kami tiba di sana. Orang-orang sudah pulang dari masjid.

Yaaaah….

Rasa kecewa bercampur kesal menjadi satu.

“Ya udah, kita shalat zuhur aja di kontrakanku,” ajak Wahyu lagi.

Saya hanya mengangguk-anggukan kepala. Apa boleh buat. dari pada tidak sama sekali. Yaa cari alternatif saja.

“Yang penting jangan bilang-bilang pacar kita, nanti kita dimarahin!” timpal Wahyu.

“Betul juga tuh, baiklah.”

Lagi-lagi hari Jumat saya berujung pilu. Sial, sial, sial. Jangan ditiru yaa….

(Oleh, Rizky Ramadhani)

Cerpen Karangan: Rizky Ramadhani
Blog: jurnalpopuler.blogspot.com
Penulis adalah seorang mahasiswa yang menjalani studi sastra daerah di Universitas Indonesia. Penulis aktif menulis di blog jurnalpopuler.blogspot.com
sumber:
Kisah Sedih di Hari Jumat

Hari Jumat. Hari di mana setiap muslim menjalankan ibadah shalat Jumat. Itu juga yang terjadi pada hari Jumat ini. Jumat di bulan Februari tahun 2013. Tak ada yang istimewa dari hari ini. Semua terjadi seperti biasa. Pagi saya kuliah, siang shalat jumat, selesai itu acara bebas.

Waktu menunjukan pukul dua belas kurang dua menit. Bergegas saya bersama teman saya, Wahyu, pergi untuk menunaikan shalat Jumat di masjid Ukhuwah Islamiyah, kampus UI. Hari ini terlihat lebih banyak orang yang berjalan menuju arah masjid. Mereka kebanyakan mengenakan batik rapi, bahkan jas. Aneh sekali… Shalat jumat kok pakai jas? Pikir saya ketika itu.

“Hari ini ada apa sih, yu? Kok rame banget?” tanya saya kepada wahyu yang tampak turut memperhatikan jalanan dipenuhi mobil yang parkir.

“Hari ini kan ada wisuda! Masa lo lupa?”

“Oh iya, ya? Pantes kayanya rame banget. Udah kaya pada mau kondangan,” sahut saya kembali sambil tersenyum simpul.

Obrolan terus bersambut membicarakan topik wisuda yang setahun lagi bakal kami alami.

Langkah bapak-bapak sepertinya semakin cepat. Kami tak mau ketinggalan hingga tibalah kami di masjid utama kampus UI ini.

Suasana tak biasa langsung kami dapati begitu memasuki gerbang masjid. Banyak bapak-bapak dan anak-anak mondar mandir di areal halaman masjid. Masjid terasa sesak, lebih mirip suasana pasar. Ada yang berlarian, ada yang mengerubungi tikar tambahan yang digelar di halaman, ada juga yang memadati tempat pengambilan air wudhu.

Kami segera mengambil wudhu karena khutbah Jumat sudah dimulai sejak tadi. Airnya kering sekali dan berbau besi. Tak mengenakan sekali. Sumpek pula!

Keluar tempat wudhu mata kami berusaha mencari titik lowong yang setidak-tidaknya bisa buat duduk. Tepat di luar tempat wudhu kami mendapat sedikit lapak untuk menunggu khotbah usai. Ah sial, tempat ini panas sekali. Tak ada atap menaungi kami duduk. Pohon rindang juga tak sampai menyentuh lokasi kami. Biarlah kami sedikit kepanasan. Sebentar lagi khutbah juga akan berakhir. Soal shalat, ya lihat saja nanti. Pasti juga kebagian! Biasanya juga gitu.

“Allahu Akbar… Allahu Akbar…” Suara Iqomah membangun kan kami dari mata yang setengah tidur mendengarkan khutbah. Ya untung baru setengah tidur!

Orang-orang kemudian bergegas mengambil posisi shalat jumat. Mereka saling dorong hingga tempat saya yang hanya memungkinkan satu baris langsung terisi penuh, sangat rapat. Alhasil kami terseleksi untuk masuk barisan itu. Kami menatap ke depan mencari peluang baris-baris kosong.

Gawat! Semua barisan terlihat penuh. Bapak-bapak, orang tua wisudawan benar-benar memadati setiap jengkal lahan yang biasanya kosong melompong. Di depan kami adalah pekarangan masjid yang ditanami rumput. Sebagian orang sudah merapat ke salah satu tikar tambahan yang digelar. Tak tampak lagi celah kecil yang bisa kami masuki di sana. Di ujung keramik sayap kiri dan kanan masjid juga sudah terisi penuh. Matilah kami!

“Aaaamiiiiiin…” Pertanda itu membuat kami berdua tambah panik. Tampak juga beberapa orang yang senasib dan sepenanggungan.

Sepertinya mereka lebih beruntung karena diam-diam mereka telah membawa koran bekas untuk alas. Sedangkan kami? Kami tak ada sajadah, tak ada koran bekas, kecuali tas. Ya ampun sial sekali nasib kami siang ini.

Saya buka tas dengan sigap, begitu juga Wahyu. Yang ada hanya buku, sampah isi tas, dan alat tulis. haduh.

Apa boleh buat kami shalat beralas rumput. Tak mungkin rasanya shalat dengan bersujud di atas tas. Dalam hati hanya perasaan kesal dan gondok yang menggebu-gebu membuat shalat saya terasa tidak kyusyuk. Alamak… pasti orang-orang dalam batinnya menertawakan kami.

Seminggu telah berlalu. Kejadian minggu lalu menyimpan pelajaran berarti bagi saya.

“Makanya… kalau sholat Jumat bawa koran bekas!” Kalimat itu terngiang-ngiang dalam benak saya.

Ini adalah jumat kedua. Kali ini saya sudah menyiapkan koran bekas yang baru saja saya beli dari tukang koran keliling di dalam kampus.

“Ini berapa mas?” tanya saya terbayang proses jual beli koran tadi.

“Tiga setengah, ka,” sahut anak kecil penjual koran.

Huuh… padahal di koran itu ada cap tertulis “Rp.2000 Khusus Stasiun Depok”

Ah tapi sudahlah itu tak jadi soal. Lagi pula harga koran sekelas Kompas kan memang tiga ribu lima ratus. Biarlah selebihnya untuk anak ini. Yaa.. hitung-hitung amal.

Begitulah kejadian tadi pagi saat saya berusaha mengambil hikmah dari tragedi Jumat kemarin. Koran itu saya sisipkan di jaring-jaring bagian luar tas.

Pukul setengah dua belas kurang sedikit kembali saya bergegas menuju masjid UI sendirian. Hari ini tampak jauh berbeda dari kemarin. Tak tampak lagi orangtua para wisudawan, tak ada lagi keramaian.

Santai sajalah. Pikir saya dengan enteng. Hari ini masjid pasti lowong. Pasti dapat tempat.

Benar saja. Masjid terlihat lowong begitu saya masuk areal masjid. Ya, seperti dugaan saya. Biasanya memang seperti ini. Kalau seperti ini sih bisa sambil tidur siang dan bersandar di lantai dua.

Yah…. tapi saya kan sudah beli koran. Masa mahal-mahal tidak dipakai? pikir saya.

Setelah mengambil air wudhu saya putuskan untuk memanfaatkan koran itu sekalipun masih banyak tempat yang lowong. Sekali-kali boleh lah saya berbangga punya koran. Saya mau pamer ah. Biar orang lain iri dengan saya. Terutama yang tidak kebagian tempat. Ada rasa dendam yang tiba-tiba saja berbisik membalas kejadian minggu lalu.

Tiga lembar tikar tipis itu saya tata sedemikian rupa hingga mirip sajadah. Saya duduk dengan tenang di atas lembaran koran itu mendengarkan khutbah sambil sayup-sayup terpejam.

“Allahu Akbar… Allahu Akbar…” Lagi lagi suara iqomah kembali membangunkan saya dari kenikmatan itu.

Santai sekali saya pada saat itu. Sholat dengan angkuh sambil seakan meledek yang tak kebagian tempat. Emangnya enak, week! Makanya modal dong, beli koran… Pikir saya saat itu.

“Samiallahulimanhamidah.” Instruksi itu keluar dari pengeras suara masjid pertanda saya siap-siap akan sujud dalam waktu sebentar lagi.

Tanpa diduga-duga, angin tiba-tiba saja bertiup sangat kencang. Angin itu seperti isyarat peringatan.

WUUSSHH

Koran yang sudah saya tata dengan apik itu tiba-tiba tertiup angin lalu melayang ke sebelah kanan. Angin yang bertiup kencang itu membawa kabur koran, alas saya untuk bersujud.

Hah? Koranku…

Lagi-lagi saya bersujud seperti minggu lalu. Beralas rumput gajah dan tanah. Miris sekali rasanya hari ini. Lagi-lagi Jumat yang membawa kesialan.

Pelajaran yang dapat dipetik :
Jika ingin aman shalat jumat, bawalah koran.
Jika ingin korannya tak melayang. pakailah ganjalan.

Hari jumat kembali menyapa saya dengan senyuman. Senyum yang lebih mirip tertawaan. Kali ini saya lebih sibuk dari biasanya. Hingga jam dua belas saya masih berkutat dengan laptop di fakultas saya. Saya kali ini bersama Wahyu lagi. Turut hadir, kekasih saya dan kekasihnya Wahyu di tempat kami main laptop. Saking asiknya tanpa kami sadari suara adzan telah berkumandang dari masjid. Suara itu hampir tak terdengar saking asiknya main laptop.

“Udah sana pada berangkat. Udah adzan tuh!” Pacar saya dan Wahyu berusaha mengingatkan.

Peringatan itu kami abaikan. Saya lihat di jam laptop baru menunjukan pukul dua belas lebih lima menit. Masih ada injury time. Sebentaar…

Laptop kami tutup. Dengan semangat empat lima kami bergegas ke masjid yang berbeda. Ganti suasana ah, pikir saya. Wahyu juga menyetujui tampaknya.

“Ya udah ke masjid stasiun UI aja. Udah lama kan gak ke sana,” ajak wahyu.

“Ayo, berangkat!”

Langkah kami terasa sendirian. Tak tampak orang yang menuju masjid. Alamak pertanda kesuraman. Kami juga tak mendengar suara khutbah yang seharusnya sudah terdengar jelas dari tempat kami melangkah ini. Kami sudah di kandang rusa, sekitar 100 meter lagi untuk mencapai masjid.

“Allahu Akbar… Allahu Akbar…” Suara itu terdengar dari balik stasiun.

Astaga!!! Itu kan suara iqomah!

Kami langsung lari tergopoh-gopoh mengarah ke masjid. Surat alfatihah telah berlalu cepat sekali.

“Aaaamiiiin…”

Tanpa memperdulikan deru nafas kami bersigap mengambil air wudhu secara kilat, lalu….

“Allahu akbar.”

Kami menuju halaman depan masjid. Ternyata terisi penuh. Ada satu bagian yang lowong tapi kami tidak mungkin menembus pagar setinggi 1,5 meter. Orang-orang menutupi jalan masuk pintu sehingga daerah lowong itu tidak bisa dijamah.

Kami panik. ada niatan untuk memanjat. Tetapi apa daya. Imam sudah rukuk dan hampir sujud. Sepertinya tak ada daya dan upaya yang bisa kami lakukan.

“Kita ke masjid dekat kontrakkanku saja,” ucap wahyu kilat.

“Wah ayo kalau gitu. Mungkin masih ada kesempatan.”

Dengan menggunakan angkutan umum, hanya tiga menit kami sampai di dekat kontrakan. Pemandangan pilu kami temui begitu kami tiba di sana. Orang-orang sudah pulang dari masjid.

Yaaaah….

Rasa kecewa bercampur kesal menjadi satu.

“Ya udah, kita shalat zuhur aja di kontrakanku,” ajak Wahyu lagi.

Saya hanya mengangguk-anggukan kepala. Apa boleh buat. dari pada tidak sama sekali. Yaa cari alternatif saja.

“Yang penting jangan bilang-bilang pacar kita, nanti kita dimarahin!” timpal Wahyu.

“Betul juga tuh, baiklah.”

Lagi-lagi hari Jumat saya berujung pilu. Sial, sial, sial. Jangan ditiru yaa….

(Oleh, Rizky Ramadhani)

Cerpen Karangan: Rizky Ramadhani
Blog: jurnalpopuler.blogspot.com
Penulis adalah seorang mahasiswa yang menjalani studi sastra daerah di Universitas Indonesia. Penulis aktif menulis di blog jurnalpopuler.blogspot.com
sumber : t

puisi untuk tuhan

puisi untuk tuhan

Tuhan, Peluklah HambaMu !

Oh Tuhan…
Sanggupkah aku untuk semua ini
Cobaan yang Engkau berikan silih berganti
Aku merasa rapuh bahkan terhenti
Hingga suara cinta tak bermelodi
Oh Tuhan…
Peluklah diriku ini
Kasihilah aku disini
Ampunilah hambaMu yang sepi
Aku tak kuasa menahan perihnya hati
Oh Tuhan…
AKu percaya padaMu
Aku meyakini semua cintaMu
Aku mendambakan segala rahmatMu
Aku rindu akan belaian kasihMu
Oh Tuhan…
Berikanlah aku cinta
Cinta yang mengantarku ke surge
Bersama hidup dengannya
Untuk selamanya
Oh Tuhan…
Sesungguhnya Engkau
Sang Maha Perkasa
Yang mampu menenangkan hamba

– See more at: http://www.gen22.net/2014/02/puisi-religi-tuhan-peluklah-hambamu.html#sthash.Crt170vW.dpufisii

kata-kata mutiara

kata-kata mutiara

Hidup tak selalu seperti yang kamu mau. Hal baik dan buruk terjadi selalu, namun semua itu telah diatur Tuhan, dengan akhir yang indah.

Jangan terlalu pikirkan sendirimu, karena ada seseorang di luar sana yang sedang bertanya-tanya seperti apa rasanya bertemu denganmu.

Jangan tangisi mereka yang meninggalkanmu demi orang lain. Jika mereka cukup bodoh melepasmu, kamu harus cukup pintar melupakannya.

Setiap orang punya masalah. Lebih baik mencari solusi masalahmu dari pada membandingkan masalahmu dengan orang lain.

Kadang kamu bertemu seseorang yang sangat berarti dalam hidupmu hanya tuk menyadari pada akhirnya kamu harus melepaskannya.

Pikirkan apapun yang akan kamu ucapkan. Karena setiap ucapan yang keluar dari mulutmu, tak akan bisa kamu tarik kembali.

Cintai apapun yang ada didunia dengan sewajarnya. Karena apapun yang ada di dunia tak ada yang abadi.

Belajar memahami bahwa tak semua keinginan bisa terpenuhi, barangkali obat terbaik tuk mencegah kecewa dan sakit hati.

Jangan pernah menyepelekan apapun yang telah kamu miliki, karena mungkin yang kamu miliki itu sangat diinginkan oleh orang lain.

Selalu lakukan kebaikan dengan cara terbaik. Karena dengan cara itulah kedamaian akan tercipta.

Ikhlas menerima kesalahan, dan belajar dar setiap kesalahan, karena itu yang akan menjadikanmu kuat dalam menjalani kehidupan.

Lakukan apapun dengan tepat, bukan hanya cepat. Keberhasilan tak bisa dihalangi jika yang kamu lakukan telah tepat.

Hidup tak pernah lepas dari masalah, karena masalah adalah salah satu cara Tuhan menjadikanmu pribadi yg lebih kuat dan dewasa.

Tak ada kata terlambat tuk berubah. Masa lalu hanyalah pendewasaan dirimu. Hidupmu tak ditentukan oleh orang lain tapi kamu!

Ketika kamu jatuh, jangan tetap di bawah. Jatuh bukan berarti kalah, itu hanya berarti kamu harus bangkit dan kembali mencoba.

Jangan salahkan dirimu atas keputusan yg salah. Setiap orang membuatnya. Jadikan mereka pelajaran tuk keputusanmu selanjutnya.

Didalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yg menahan bibirnya, berakal budi.

Menertawakan masalah org lain itu mudah. Menertawakan masalah diri sendiri? Hanya org hebat yg bisa.

Jika kamu membiarkan rasa takut tumbuh lebih besar dari imanmu, maka kamu menghalangi impianmu menjadi kenyataan.

Tak perlu iri pada orang lain. Lihat apa yang kamu miliki sekarang, pikirkan apa yang telah dilakukan tuk dapatkannya. Bersyukurlah.

Hanya karena orang lain berbuat tidak baik kepada kita, bukan berarti kita harus membalasnya dengan cara yang sama.

Membenci hanya merugikan dirimu sendiri, karena sebagian besar orang yg kamu benci tak akan peduli dengan kebencianmu.

Untuk setiap manusia di dunia ini, Tuhan telah memberikan sesuatu yang mulia dan baik ke dalam hatinya. Selalu jaga hatimu.

Jangan berhenti berharap tuk yg terbaik. Persiapkan diri tuk yg terburuk. Dan terima apapun yang Tuhan berikan.

Doaku hari ini: Tuhan, maafkan semua kesalahan yang telah ku lakukan. Berkahilah mereka yang selalu mengingatkanku.

Hidup ini terlalu berharga tuk habiskan waktumu memikirkan dia yang tak memperlakukanmu dengan baik, dan tak pernah menganggapmu ada.

Salah satu hal terbaik dalam hidup adalah melihat senyum di wajah orang tuamu, dan menyadari bahwa kamulah alasannya.

Ketika seseorang berusaha menjauhi hidupmu, biarkanlah. Kepergian dia hanya membuka pintu bagi seseorang yang lebih baik tuk masuk.

Jangan pernah meremehkan diri sendiri. Jika kamu tak bahagia dengan hidupmu, perbaiki apa yg salah, dan teruslah melangkah.

Jangan membenci mereka yang mengatakan hal buruk tuk menjatuhkanmu, karena merekalah yang buatmu semakin kuat setiap hari.

Terkadang, kamu berpikir seseorang telah berubah tanpa kamu menyadari hal itu terjadi karena dia mulai bersikap dewasa.

Hidup terlalu singkat jika hanya menyesal. Hidup hanya sekali, namun jika digunakan dengan baik, sekali saja cukup!

‘SANG GURU CINTA’ SEJATI

‘SANG GURU CINTA’ SEJATI

Judul : The Guru of Love
Penulis : Samrat Upadhyay
Penerjemah : Mahanani Putri
Tebal : 486 hlm.
Cetakan : I, Mei 2005
Penerbit : C Publishing, Yogyakarta

Sejak diterbitkan pertama kali tahun 2003, novel yang bersetting di Nepal ini mendapat sambutan luar biasa, melebihi yang diperkirakan pengarangnya. Penulisnya, Samrat Upadhyay, ingin mengolah tema-tema universal dalam setting lokal. Tema seperti kesulitan mencari uang, ketidaksetiaan, dan kejahatan atau kekejaman mertua. Novel “The Guru of Love” ini adalah kisah cinta keluarga yang tidak biasa dengan detail apik penuh warna dan angel yang unik.
Dunia mengenal Nepal sebagai negara ibukota kerajaan Himalaya. Sebuah negara yang dikenal eksotis sekaligus spiritual. Namun, pada tahun 2001, semuanya berubah setelah putra mahkota Pangeran Dipendra membunuh orang tuanya, Raja Birendra dan Ratu Aishwarya, dan delapan anggota kerajaan lainnya, sebelum akhirnya menembak dirinya sendiri. Pangeran Dipendra seringkali membicarakan dan berdebat dengan ibunya tentang pilihan untuk pasangan hidupnya kelak. Dan Sang ibu tidak menyetujui pilihan sang pangeran.
Permasalahan seputar bagaimana pernikahan diatur di Kathmandu, juga Nepal secara keseluruhan, pada zaman kontemporer inilah yang juga mendasari latar kekuatan novel “The Guru of Love” ini. Sebuah novel yang Membuka selubung kekuatan yang saling mempengaruhi antara cinta dan ketidaksetiaan, diri dan keluarga, privasi dan politik, dan bahkan antara erotis dan spiritual.
Bersetting di Kathmandu tahun 1990 pada saat pergolakan dan transisi Nepal menuju negara demokrasi. Dikisahkan, Ramchandra, lelaki miskin setengah baya yang juga guru matematika, memiliki berbagai persoalan hidup yang menimpa diri, keluarga, dan daerah bangsanya, Kathmandu, Nepal. Sebuah kota kecil yang penuh dengan konflik modernisasi, pemerintahan yang statis, dan ledakan penduduk. Dimana Ramchandra harus belajar mengakomodasi antara tradisi lokalnya dengan hasratnya yang sangat modern.
Di luar waktunya mengajar, Ramchandra harus membuka les tambahan di rumah kontrakannya untuk menambah pendapatan keluarga. Istri Ramchandra, Goma, adalah keturunan dari keluarga kaya raya. Sebuah perkawinan yang dari sudut pandang budaya setempat tidak seimbang. Karena di Nepal, seperti tetangganya India, kasta dan kekayaan sangat menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat. Warna dan konflik inilah yang membuat novel yang ditulis oleh pria kelahiran Nepal yang kini bermukim di Cleveland, Amerika Serikat ini memiliki daya tarik Asia yang eksotis.
Melihat kondisi anaknya yang miskin, orang tua Goma tak pernah melewatkan kesempatan untuk menghina dan mengejek Ramchandra sebagai menantunya, dan mengungkap kegagalannya sebagai pemberi nafkah keluarga yang baik. Pertentangan antara mertua dan menantu pun tak terhindarkan. Konflik ini barangkali mengingatkan kita akan kata-kata dalam novel Il Postino yang menyebutkan bahwa mertua adalah “lembaga yang paling menyebalkan di dunia”. Perkawinan Ramchandra dan Goma dikaruniai dua anak yang cerdas, Sanu dan Rakesh.
Suatu hari, seorang wanita muda miskin yang juga seorang ibu single, Malati, datang mengetuk pintu rumah Ramchandra untuk meminta memberikannya pelajaran tambahan dengan harapan agar dapat lulus ujian akhir. Permintaan Malati dikabulkan. Dan Ramchandra pun terpikat. Tidak hanya karena kecantikannya, tetapi juga oleh rasa ingin membantu dan juga sifatnya yang mudah tergoda. Cinta pun bersemi. Sebuah affair antara Ramchandra dan Malati menguak. Hubungan gelap terjalin dengan rapi dan tertatih-tatih berjalan secara perlahan.
Boleh jadi, cinta segitiga; Ramchandra, Goma, dan Malati yang menjadi tema novel ini adalah tema yang sudah biasa. Namun, Upadhyay yang juga merupakan penulis Arresting God in Kathmandu (2001) ini, mampu menggambarkan karakter psikologis yang luar biasa sebagus dalam menggambarkan realitas kehidupan sosial politik Nepal yang kompleks saat itu.
Affair antara Ramchandra dan Malati akhirnya sampai ke telinga Goma, istri Ramchandra. Percekcokan Ramchandra dan Goma semakin menambah sengsara kehidupan keluarganya. Upadhyay dengan brilliant mampu mengolah dan menghidupkan seluruh karakter tokoh dan kehidupan dalam novel ini dengan luar biasa.
Yang membuat novel ini istimewa dan lain dari biasanya adalah pada cara-cara yang tidak biasa yang menjadi solusi bagi permasalahan orang-orang dewasa dan permasalahan keluarga. Penderitaan panjang Goma melahirkan sesuatu yang unik dan istimewa untuk membantu menyembuhkan solusi affair suaminya. Secara mengejutkan, Goma hanya memiliki satu cara untuk menyelesaikannya, dia menyuruh agar suaminya membawa Malati dan anaknya tinggal di rumah mereka. Sebuah penyelesaian yang tidak biasa.
Sebuah keputusan yang di satu sisi menjadi hukuman bagi Ramchandra, namun di sisi lain menunjukkan kebesaran hati Goma dalam menghadapi masalah dirinya sendiri, meskipun suaminya telah menyalahi kepercayaannya. Bagaimana mungkin, seorang istri harus berbagi atap dengan kekasih suaminya?.
Inilah sebuah kisah cinta yang luar biasa dan mengagumkan. Cinta yang tidak biasa. Cinta yang memaafkan. Cinta dengan segala kebesaran jiwa. Namun, siapakah sebenarnya yang menjadi “Sang Guru Cinta”?
Apakah Ramchandra yang di kemudian hari mampu keluar dari masalah dan mampu memberikan kembali cinta sejatinya bagi istrinya? Atau justru Goma, istri Ramchandra yang dengan toleransinya dalam situasi yang sulit, penerimaannya terhadap suami yang tidak setia, kasih sayangnya terhadap Malati, yang kesemuanya misterius, tak dapat dijelaskan dan tidak dapat dipahami, namun keputusan yang diambilnya sangatlah arif dan bijaksana. Sehingga Goma layak dinyatakan sebagai “sang guru sejati tentang cinta”?.
Sepanjang novel, sangat terasa warna budaya khas Nepal; makanan, pakaian, permainan, dan upacara keagamaan. Bahkan, beberapa kata dan istilah dibiarkan tetap dalam bahasa aslinya, sehingga kita dapat merasakan warna lokal novel ini. Kontradiksi antara moral, tradisi, dan kemodernan saling bertaut rapi dan kuat. Chaos moral yang tergambar dalam novel ini sesungguhnya merupakan cerminan kekacauan yang terjadi di Nepal, salah satu negara miskin di dunia.
Perjalanan selama sebelas tahun sejak tahun 1990 hingga pembunuhan massal di jalan-jalan, pemberontakan kaum Mao, dan puncaknya, penghabisan keluarga kerajaan oleh putra mahkota di tahun 2001, semuanya menjadi setting dalam novel ini. Yang secara bersamaan konflik antar tokoh dalam novel ini juga bergejolak.
Samrat Upadhyay—penulis pertama Nepal yang menulis dalam bahasa Inggris dan mempublikasikan karyanya di Barat—pernah dijuluki sebagai “Chekhov Buddhist”. Memang, Upadhyay bukanlah Anton Chekhov, dia adalah seorang Buddhist, dimana ajaran-ajaran agama sangat mempengaruhi dirinya. Dan nuansa spiritual begitu terasa dalam karya-karyanya.
Orang-orang Barat cenderung menganggap Nepal hanya sebagai jalan menuju pegunungan Himalaya, tempat menghisap obat-obatan terlarang dan sebagainya. Upadhyay dalam novelnya ini ingin merubah anggapan tersebut. Nepal dalam novel Upadhyay bukanlah Shangri-La. Nepal—dan juga India—ingin berbagi sebuah kebudayaan yang masih menjaga kedalaman tradisi dan nilai-nilai spiritual yang kesemuanya dapat diungkapkan dengan agung dan apik oleh Samrat Upadhyay.
“The Guru of Love” akhirnya menjadi sebuah pesan yang berupaya menyampaikan salam cinta kepada dunia. Sebuah usaha promosi pemahaman dan kerja sama antar daerah dan bangsa di dunia, khususnya di wilayah Asia Tenggara. Di tengah gaduhnya dunia dengan berbagai bencana, kekacauan, kekerasan, dan lain sebagainya, Upadhyay ingin menyampaikan bahwa cinta dapat menjadi kekuatan penyatu antar berbagai perbedaan. Sebagaimana yang tersirat dalam epilog penutup novelnya.
Novel yang disebut-sebut sebagai New York Times Notable Book of The Year 2003 ini, mengungkapkan sebuah pengalaman terbuka yang tidak hanya menimpa keluarga Ramchandra, melainkan menimpa negara secara keseluruhan. Sebagaimana kata-kata dalam novel, “Masalah pribadiku adalah masalah negara ini”, “sejarahku ini adalah sejarah negara ini yang terabaikan”.[]

GURUKU PAHLAWANKU

GURUKU PAHLAWANKU
Oleh Cindy Agustin

Sinar pagi yang cerah ..
Membuat aku bergegas untuk brngkat sekolah.
Sungguh senang hari ini,

Demi mendapat ilmu ,
aku rela berjalan kaki , untuk meraih suksesku,

Gurulah yang memberiku ilmu ,
Gurulah yang menyemangatiku,
Gurulah yang membimbing ku

Tanpa ilmu aku takkan sukses,
tidak ada guru tidak ada pula ilmu
,
Terima kasih guru .
Kau lah guru terhebat bgiku
kaulah pahlawan ku
pahlawan tanpa tnda jasa

Jika suatu saat nanti aku sudah menjadi sepertimu , aku akan memberikan ilmu yang kau berikan kepada ku , untuk mereka yang membutuhkanku,

SUMBER SUDRIANDY IX.E

BUKU

BUKU
Oleh Erni RistyantiBuku …
Kau adalah sumber ilmu
Dimana aku belajar dan membaca
Dari aku tak tahu sampai tahuBuku …
Kau adalah jendela ilmu
Jendela menuju kehidupan yang lebih sukses
Menuju kehidupan yang lebih indah

Halaman demi halaman
Lembar demi lembar
Kubaca dengan serius
Hingga aku lupa waktu

Terimakasih buku
Engkau temaniku
Dari kecil hingga besar
Tuk menggapai cita-citaku