JILBAB BARUKU

Kisahku berawal beberapa tahun yang lalu. “Aku yang dulu bukanlah yang sekarang”, begitu lirik sebuah lagu. Aku yang dulu memang hanyalah seorang gadis tanpa penutup kepala yang selalu memanfaatkan waktu sekadar mengelilingi kota dengan kawan-kawan. Laki-laki dan perempuan bagiku sama, kami bergandengan, kami saling menjaili, dan kami bersahabat. Oh ya, aku lupa mengenalkan namaku, namaku Mita.

Suatu ketika, aku punya teman baru. Namanya Maya. Dia gadis berjilbab. Aku pikir seorang berjilbab akan susah beradaptasi dengan aku dan kawan lainnya. Tapi nyatanya aku salah, dia seorang yang mudah bergaul. Sejak itu aku tahu, berjilbab bukanlah halangan seseorang untuk menggauli kehidupan. Sejak itu, aku, Maya, Desi dan Anggun bersahabat. Kami bertiga banyak belajar dari Maya. Menelusuri kehidupannya seperti mendengar sebuah kisah dongeng. Kisah duka maupun suka, semua mengalir begitu saja di hidupnya.

Hari kami lalui bersama. “Empat Sekawan” adalah sebutan kami yang kami namai sendiri, kami seperti saudara yang membentuk keluarga kecil di lingkungan kehidupan. Lingkaran yang kami bentuk atas dasar kebersamaan telah menjadikan lingkaran itu menjadi lingkaran cinta.
Semakin lama aku mengenal Maya, semakin kagum pula aku pada kehidupannya. “Suatu saat aku juga akan berubah.” Kataku dalam hati.

“Memakai jilbab terus apa tidak panas?” pertanyaan konyol aku lontarkan tiba-tiba pada Maya
“Kau pernah memakai jilbab?”
“Kenapa kau malah balik tanya?” jawabku dalam hati
Aku menggangguk “Aku memakai jilbab jika kuperlukan, selebihnya tidak.”
“Kau yakin hanya memerlukannya beberapa saat, kau tak butuh jilbab dalam hidupmu?”
Aku terdiam

Entah mengapa, sejak pertanyaan aneh itu ku lontarkan padanya, dia sering mengajakku pergi. Kami berdua menyusuri jalan dan banyak hal yang ku dapatkan dari perjalananku itu. Persahabatan, kedamaian, semuanya. “Apa orang berjilbab pasti baik sepertimu?”
“Belum tentu. Tapi setidaknya dengan berjilbab mereka tahu agamamu dan kau akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi.”
Aku tersenyum “Ketertarikanku pada jilbab semakin bertambah.” Gumamku dengan sedikit keraguan masih membelenggu
“Nampaknya kau masih ragu? (Maya melirikku) Suatu saat kau akan dapat jilbabmu dan kau akan bangga mengenakannya.”

Dengan kemantapan yang memenuhi pundakku, aku berjalan ke gerbang sekolah baruku. Aku bukan anak SMP lagi yang memakai rok pendek selutut di atas lutut dengan atasan selengan, yang kala itu aku kenakan untuk bergaya saja. Tapi sekarang seragamku putih abu-abu yang menjulur panjang. “Di sekolah ini aku sebisa mungkin menemukan diriku yang baru. “Maya, andai kau tahu sekarang temanmu ini sudah mulai berubah” ucapku dalam hati

Suatu hari, aku harus bermain drama. Tapi, dalam skenario harus ada adegan bergandengan dan berpelukan dengan lawan jenis. Aku ragu melakukannya. “Aku mengundurkan diri menjadi tokoh utama.” Aku memulai pembicaraan saat diskusi kelompok, Semua terkejut menatapku, Aku pikir nanti aku hanyalah narator. Ternyata karena kekurangan pemain aku berperan triple dalam drama, menjadi sutradara, tokoh antagonis, dan juga narator. Meskipun lelah tapi aku menikmatinya, setidaknya aku tidak melakukan adegan terlarang itu. Dan aku sebisa mungkin agar pemain laki-laki dan perempuan tidak terlalu berhubungan dekat. Alhamdulillah, drama itu selesai dengan hasil yang memuaskan.

Suara adzan berkumandang. Kuambil wudhuku. Cuaca yang dingin hampir membuatku terlelap lagi di atas sajadah setelah salat.
“Assalamu’alaikum.” Suara itu membuatku tak jadi tidur
“Wa’alaikumsalam. Maya” aku terkejut pagi itu
Maya merangkulku “Selamat hari lahir.”
Aku tersenyum dan Maya menyodorkan sebuah bingkisan padaku. Kubuka perlahan bingkisan itu. Hatiku trenyuh saat mengetahui isi bingkisan itu. Jilbab coklat yang cantik telah berada di tanganku. “Jilbab baruku”
“Aku tahu sekarang kau sudah memakai jilbab. (Mulutku terbuka hendak bicara) Kau tak perlu kaget mengapa aku mengetahuinya. Dan jilbab coklat itu sengaja kubeli bukan untuk hadiah ulang tahunmu hari ini.”
“Lantas?”
“Itu hadiah untuk sahabatku yang kemarin menjadi bintang kelas.”
“kok tahu? Tapi terima kasih ya jilbabnya. Bagus…”
“Ah, aku memang kan emang selalu update. Kembali kasih. Oh ya, sepedaan yuk!”
“Dengan memakai rok?” tanyaku
“Bukankah seorang berjilbab punya banyak akal?”
Aku selalu berusaha memakai rok, karena semua jeansku sudah aku museumkan, hhehhehehehhe…. karena aku sadar menutup aurat bukanlah sekadar memakai jilbab atau membungkus tubuh, melainkan menutupnya.

Selesai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *