cerpen cinta sejati

pertemuanku dengannya di sebuah halte bus. Waktu itu, aku dan temanku urip melintas di depan halte bus jalan pramuka. Urip yang membawa motornya dan aku membonceng di belakang, aku melihat ada dua orang cewek memakai seragam kerja sedang menunggu angkutan umum, ketika melewatinya, biasa lah laki-laki, kami goda sambil bercanda, “aduuh… Cantiknya, nunggu bus ya..” sambil aku melambaikan tanganku kepada 2 cewek tersebut.

Beberapa kali kami menggoda cewek-cewek tersebut, akhirnya suatu waktu kita berhenti juga di halte tersebut. Kenalan lah ceritanya, satu orang agak kecil orangnya, yang kedua retno..
“hai.. Kenalan dong” sapaku sambil mengulurkan tanganku.
Tersenyum dia melihatku “hai juga. Tati..” uuuh cantik juga ni cewek pikirku.
“aku anto.. Kerja dimana?” tanyaku
“di daerah kramat jati” jawabnya singkat
“ooo… Aku di sudirman” sahutku.

Beberapa kali kami mampir di halte tersebut, sampai akrab, oh ya aku lupa, temanku urip berlanjut dengan cewek yang satunya lagi.

Singkat cerita. Hubunganku dengan tati berlanjut samapai ke jenjang pernikahan. Dalam perjalanan hidupku, jatuh bangun kita berdua jalani. Karier ku di tempat kerja terus menanjak, sehingga aku bisa mempunyai rumah sendiri, yang waktu itu aku masih kontrak rumah di tahun 1998. Suatu hari isteriku mengeluh kurang enak badan,
“pah… Dah seminggu kok aku pusing gak ilang-ilang sih”
“sudah minum obat belum?” Tanyaku
“udah… Obat warung”
“nanti sore ke dokter”

Sorenya aku ke dokter. Ternyata dia terkena diabetes. Akhirnya, kata dokter harus jaga makan dan minum obat teratur.
Bertahun-tahun aku merawat istriku, membelikan obatnya yang harus diminum setiap hari. Tapi hatiku semakin sedih, karena kondisi istriku semakin lama semakin menurun, aku berusaha untuk berobat ke alternatif, tapi tidak ada hasilnya.

Pulang kerja setiap hari aku merawat isteriku karena sudah tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Pada hari raya idul fitri 2012 kami dan anak-anak sungkeman, pada waktu itulah isteriku bicara padaku..
“apakah tahun depan kita masih bisa seperti ini..?”
“ya.. Jangan bicara seperti itu, kan umur bukan di tangan kita” sahutku
“aku sudah nggak tahan lagi… sepertinya aku mau berangkat duluan, aku titip anak-anak” Menangis aku mendengar kata-katanya, karena aku tahu, betapa besar kasih sayangku padanya dan juga dia padaku.

Kondisi istriku semakin menurun terus, hanya tinggal tulang berbalut kulit saja, tapi dia tetap tersenyum, walaupun aku tahu dia merasakan sakit.

Akhirnya pada januari 2013, istriku dipanggil oleh allah swt. Aku, dan 3 orang anakku sangat merasa kehilangan… Cinta sejati, sepanjang kehidupan ku bersamanya, keterbukaan, saling memaafkan, saling isi, saling menyayangi, bersama menghadapi kehidupan yang berat ini tanpa mengeluh sedikitpun. Aku ridho karena semuanya itu memang kehendak dari allah swt.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *