
Ku teguk secangkir teh hangat yang ku pesan di sebuah kafe dekat kampus, ku duduk di bagian pojok jendela yang bersebrangan dengan jalan raya, ini adalah tempat favorit buatku, ku lebih suka menikmati pemandangan disini, di saat dedaunan jatuh dan tersapu angin. Entah mengapa, ku sangat menyukai suasana sore ini, hujan membasahi aspal itu, jalanan yang basah dengan rintik-rintik hujan yang menarik.
“sungguh hujan yang sangat cantik” desisku dalam hati.
Trett… Hp ku bergetar, ada pesan masuk.
“Assalamualaikum, afwan. Aina Al’an”
Sudah ku duga pasti pesan darinya. Kak Furqon, dia adalah senior kampus jurusan bahasa arab, sudah lama ku kenal sejak SMA.
“Wa alaikum salam, di kafe dekat kampus” terkadang ku hanya menjawab pertanyaan seadanya, karena ku tidak ingin membahas banyak hal dengannya dan yang terpenting ku harus menjaga jarak dengannya, inilah yang di ajarkan agama.
“saya mau mengantarkan buku yang saya pinjam” katanya, ku hanya mengiyakan. Jantungku selalu berdegup kencang ketika bertemu dengannya, entah mengapa? Bagiku dia sempurna, kriteria pria sholeh yang banyak di idamkan para akhwat.
Ku lihat dia di balik pintu, scraft yang bertuliskan kalimat syahadat belum ia lepaskan dari wajahnya, ku menyambutnya dengan senyum, sekarang ia duduk di hadapanku. Ku hanya tertunduk seakan tak sanggup melihat wajahnya, namun ku berusaha menyesuaikan diri.
“Afwan, ini bukunya” dia membuka pembicaraan, memecahkan keheningan sambil mengulurkan buku yang dia pinjam seminggu yang lalu.
“syukron” ku hanya berbicara seadanya
“masih lama disini?” tanyanya
“iya, kenapa?”
“saya ingin pergi sebentar, dan kembali untuk membahas sesuatu denganmu”
“iya”
Dia bangkit dari tempat duduknya, dan menghilang di balik pintu bersama hela nafas yang ku hembuskan.
“Mungkin dia minta di carikan akhwat untuk pernikahannya” desisku dalam hati, tanpa ku sadari air mata ku menetes, seketika terlintas kejadian waktu SMA dulu.
“Nisa, ternyata kak Furqon itu ketua Lembaga Dakwah loh” kata Wardah teman sekelasku
“terus?”
“nama lengkapnya Muhammad Al Furqon, pria sholeh, cakep.. Wihh keren. Inilah kriteria yang aku cari” jelasnya
“kamu naksir dia?”
“ya pastinya Nis” penjelasannya membuat hatiku serasa berkecamuk, sakit, sedih. Ah, semuanya telah menyatu bak gado-gado.
“oh ya, semalam itu aku nelfonan loh sama dia. Ternyata dia pintar banget, dia berikan aku pencerahan tentang wanita sholehah dan masih banyak lagi deh Nis” kata Wardah panjang lebar, ku hanya menghela nafas lalu meninggalkannya. Entah mengapa ku marah, cemburu jika Kak Furqon dekat dengan Akhwat lain, ku ambil air wudhu untuk menenangkan hati ini. Ku berdoa agar Allah menjauhkan ku darinya tapi kenyatannya ku semakin dekat dengannya, banyak kegiatan yang ku jalankan bersamanya dalam dakwah hingga semakin terasa sulit jauh darinya. Di sisi lain banyak pula akhwat yang minta untuk di nikahinya namun dia menolak karena telah ada akhwat yang dia telah persiapkan. Harapanku pupus untuk memilikinya, dia telah punya calon. Bertahun-tahun ku tetap istiqamah menjaga hati untuknya namun dia telah memiliki calon. Sungguh menyedihkan, namun ku tetap berpegang teguh bahwa Allah menyiapkan terbaik untukku. Ku akan selalu mendoakan yang terbaik untukknya.
“Ana uhibbuka ya akhi” ucapku dalam hati, air mataku menetes, ku ucapkan istighfar dan dzikir. Sebentar lagi ku akan patah hati untuk kesekian kalinya. Dia datang, ku hanya tersemyum tak kuasa melihatnya pandanganku ku alihkan melihat keluar jendela.
“dik” sapanya
“ada apa?”
“kakak udah siap nikah, dan Alhamdulillah kakak udah punya calon”
“hah? Nikah?” tanyaku serius
“iya”
“kapan?” suaraku serak, darahku seakan berhenti mengalir, air mataku ingin jatuh, namun ku tahan sekuat mungkin.
“secepatnya” jawabnya singkat
“barakallahu laka” kataku lirih
“aku meminta persetujuanmu”
“yang mau menikan itu kan kakak, mintalah persetujuan dari orang tua mu kak” air mataku seakan tak sanggup lagi ku bendung, ku menarik nafas sedalam mungkin.
“dik”
“kak, kamu pasti tau yang terbaik buatmu. Dan kakak sudah istikharahkan?”
“sudah dik”
“lalu, kenapa tanya saya lagi?, selamat ya kak untuk pernikahanmu”
“lihat ini dik, bagus nggak” dia mengeluarkan 2 cincin couple dari sakunya.
“oh, mau tanya ini? kenapa nggak tanya calonnya saja kak. Cincinya bagus kak, cantik” kini ku benar-benar ingin menangis.
“udah saya tanya, responnya sama denganmu. Ku harap dia benar-benar menyukainya”
“ku harap juga seperti itu kak” pandangan ku tertunduk di hadapannya berusaha menahan sakit dan tangis.
“ada satu lagi dik, yang mau ku tanyakan padamu”
“sudahlah kak, tanyakan saja langsung dengan mempelai wanitanya”
“dik, calonya itu adalah kamu”
“hah?” seakan ku tidak percaya
“ya kamu, insyaAllah besok kakak akan membawa rombongan untuk melamarmu, ana uhibbuka ya ukhti” senyum mengembang di wajahnya, baru kali ini ku melihatnya wajahnya dengan jelas, sungguh dia jiwa penggugah iman.
“ana aidhan” balasku, hujanpun berhenti, matahari memancarkan sinar senja yang indah, cantik sekali.
Cinta, kesetiaan, pengorbanan hati dan restu Allah merupakan pondasi cinta sebenarnya.