
Hari ini adalah tepat usiaku yang ke 17 tahun. Ini adalah titik awal dari kedewasaanku. Aku mulai segala hal yang selama ini tak pernah aku lalui. Aku memulai setiap langkah seperti anak 17 tahun lainnya. Hingga aku menemukan satu hal yang belum pernah aku alami dan rasakan sebelumnya. Aku menemukan dia.
Dia adalah seseorang yang telah benar-benar merubah segala apa yang telah aku miliki saat ini dan sebelumnya. Aku jadi memiliki satu rasa yang aneh dan begitu sangat mengganjal di dalam hatiku. Aku jadi begitu asing dengan diriku sendiri. Aku yang tak pernah sedikitpun melirik orang lain, sedikit demi sedikit mulai mempedulikan setiap ocehan dan perilaku mereka. Aku sendiri tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Sejak dia datang, entah mengapa tak ada kata yang bisa menafsirkan keadaan hatiku selain kata bahagia. Entah mengapa bunga yang selama ini serasa tak pernah ku siram mulai mekar dan merekah kembali. Entah mengapa aku tak pernah bisa berpikir jernih ketika dia dengan secara tiba-tiba datang di hadapanku.
Dan dulu sebelum ada dia. Aku hanya menjadi manusia yang hanya mampu memandangi sekitarku tanpa aku bisa bergabung dengan mereka. Sebelum dia datang aku hanya manusia yang seolah-olah bisu dan tuli. Aku bukanlah aku yang sekaranng. Yang mempunyai banyak teman dan mampu berbicara serta mendengar. Entah mengapa aku jadi semakin tak mengenali diriku sendiri.
Semakin aku mengenal dia, semakin banyak kekonyolan dan kebodohan yang aku buat. Entah itu aku sengaja atau tidak ku sengaja. Semakin aku mengenalnya, aku merasa semakin gila karena terlalu banyak tingkah bodoh yang aku lakukan secara spontan. Aku jadi sering melamun, senyum-senyum sendiri, melayang dengan segala khayalan konyolku. Mungkin akulah orang paling aneh di sekolahku.
Dia tak sesempurna sperti yang meraka bayangkan. Dia begitu sederhana dengan segala yang dia miliki. Dia begitu sederhana sehingga tak pernah sedikitpun terlihat kesan sombong dalam dirinya. Dia begitu berkharisma sehingga aku tak pernah bisa melihat lagi sisi buruk dalam dirinya. Dia simple dengan pemikirannya. Dia polos dengan tutur katanya. Dan dia lembut dengan perhatiannya.
Selama perjalananku hingga aku menginjak 17 tahun, tak pernah ku temui orang sesimple dan sesederhana dia. Tak pernah ku temukan orang setulus dia. Dia begitu tulus dengan senyumnya dan begitu manis dengan tawanya.
Mungkin bagi orang lain dia begitu biasa. Dia tak memiliki apa-apa seperti yang orang lain harapkan. Dia tak mempunyai seperti yang orang lain idam-idamkan. Tapi dia punya satu. Satu hal yang tek pernah dia tinggalkan. Dia punya iman. Dia punya kepercayaan dan dia punya pendirian yang teguh. Semuanya ia buktikan dengan ketaatannya bersujud pada Sang Maha Pencipta.
Setiap kali ku letakkan tasku dan ku rebahkan tubuhku di atas kasur. Pikiranku selalu melayang membayangkan keberadaannya. Setiap kali akan kupejamkan mata ini, maka setiap itu pula aku akan selalu memiliki senyumnya dalam bayang imajinasiku. Setiap kali ku usai bersujud, ku tadahkan tangan untuk meminta satu nama yang suatu saat akan melengkapi hidupku yaitu namanya. Namanyalah yang selalu aku tulis dalam buku harianku. Satu-satunya nama selain keluarga dan sahabatku yang aku sebut dalam setiap sujudku. Nama itulah yang selalu aku minta untuk menjadi imamku kelak.
Perkenalan antara aku dan dia yang hanya sekedar lewat pesan singkat. Perkenalan yang hanya sekedar berucap kata “hallo”. Perkenalan tanpa jabat tangan. Perkenalan melalui satu media yang tak pernah orang lain bayangkan. Melalui sebuah surat yang dia selipkan dalam buku catatanku. Sebuah surat yang dia awali dengan kata “assalmu’alaikum” dan dia akhiri dengan kata “wassalamu’alaikum”. Mungkin bagi orang ini begitu kuno. Tapi bagiku ini begitu spesial. Sebuah kata awal dan kata akhir yang berupa sebuah doa. Aku berharap doa darinya bukan hanya ada pada dalam awal dan akhir tulisan surat yang dia selipkan dalam bukuku. Aku harap namaku lah yang selalu dia sebut dalam setiap sujudnya.
Dalam setiap kesunyian yang aku rasakan setiap malam. Bayangannya lah yang selalu menari untuk menghiburku. Senyumnya seakan bernyanyi untuk mendendangkan segala kerisauan hatiku. Dan semua itu hanya ada dalam imajinasiku. Aku tak mampu untuk menyentuhnya. Aku tak mampu menyapanya ketika kami bertatap. Karena aku takut. Semua itu adalah suatu hal dalam keyakinanku yang mungkin dapat menimbulkan dosa. Aku sadari itu. Bahkan mungkin berharap akan kedatangannya pun adalah suatu dosa dalam hidupku. Tapi, aku bukanlah orang yang sempurna. Aku juga tak bisa memungkiri kalau aku begitu mengaharapkannya dan menjadikannya seorang kekasih. Tapi, semuanya harus aku tepis karena aku punya suatu keyakinan dan aku punya peraturan dalam agamaku yang setidaknya untuk menjaga setiap apa yang wanita miliki, terutama kehormatannya.
Semenjak perkenalanku dengan dia, aku menemukan satu hal yang melengkapi hatiku. Aku mulai dapat membuka satu pintu yang tak pernah terjamah oleh siapapun. Satu pintu yang selama ini tak pernah ada yang cocok dengan setiap kunci yang orang lain coba pasangkan. Satu pintu yang hanya terbuka jika aku merasakan satu getaran yang mampu menggetarkan seluruh aliran darahku dan pikiranku. Ya Tuhan, dosakah aku ini, yang selalu memikirkannya? Tapi aku bukanlah yang munafik, karena aku memang memendam 1 rasa yang sangat dahsyat. Perasaanku selalu berkecamuk dalam harapku pada-Mu.
Aku ingin suatu saat akan ada pertemuanku dengannya di waktu dan tempat yang tepat. Tempat yang selalu aku idamkan. Tempat yang paling indah yang akan menyatukan pandangan antara aku dan dia. Tempat paling indah yang akan menggandengkan kedua mataku. Tempat paling indah dan suci, dimana dia akan mengucapkan kalimat, yang akan membuatku menjadi miliknya selamanya. Hingga waktu yang akan memisahkan aku dan dia.
Tuhan, inilah doaku