JILBAB BARUKU

Kisahku berawal beberapa tahun yang lalu. “Aku yang dulu bukanlah yang sekarang”, begitu lirik sebuah lagu. Aku yang dulu memang hanyalah seorang gadis tanpa penutup kepala yang selalu memanfaatkan waktu sekadar mengelilingi kota dengan kawan-kawan. Laki-laki dan perempuan bagiku sama, kami bergandengan, kami saling menjaili, dan kami bersahabat. Oh ya, aku lupa mengenalkan namaku, namaku Mita.

Suatu ketika, aku punya teman baru. Namanya Maya. Dia gadis berjilbab. Aku pikir seorang berjilbab akan susah beradaptasi dengan aku dan kawan lainnya. Tapi nyatanya aku salah, dia seorang yang mudah bergaul. Sejak itu aku tahu, berjilbab bukanlah halangan seseorang untuk menggauli kehidupan. Sejak itu, aku, Maya, Desi dan Anggun bersahabat. Kami bertiga banyak belajar dari Maya. Menelusuri kehidupannya seperti mendengar sebuah kisah dongeng. Kisah duka maupun suka, semua mengalir begitu saja di hidupnya.

Hari kami lalui bersama. “Empat Sekawan” adalah sebutan kami yang kami namai sendiri, kami seperti saudara yang membentuk keluarga kecil di lingkungan kehidupan. Lingkaran yang kami bentuk atas dasar kebersamaan telah menjadikan lingkaran itu menjadi lingkaran cinta.
Semakin lama aku mengenal Maya, semakin kagum pula aku pada kehidupannya. “Suatu saat aku juga akan berubah.” Kataku dalam hati.

“Memakai jilbab terus apa tidak panas?” pertanyaan konyol aku lontarkan tiba-tiba pada Maya
“Kau pernah memakai jilbab?”
“Kenapa kau malah balik tanya?” jawabku dalam hati
Aku menggangguk “Aku memakai jilbab jika kuperlukan, selebihnya tidak.”
“Kau yakin hanya memerlukannya beberapa saat, kau tak butuh jilbab dalam hidupmu?”
Aku terdiam

Entah mengapa, sejak pertanyaan aneh itu ku lontarkan padanya, dia sering mengajakku pergi. Kami berdua menyusuri jalan dan banyak hal yang ku dapatkan dari perjalananku itu. Persahabatan, kedamaian, semuanya. “Apa orang berjilbab pasti baik sepertimu?”
“Belum tentu. Tapi setidaknya dengan berjilbab mereka tahu agamamu dan kau akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi.”
Aku tersenyum “Ketertarikanku pada jilbab semakin bertambah.” Gumamku dengan sedikit keraguan masih membelenggu
“Nampaknya kau masih ragu? (Maya melirikku) Suatu saat kau akan dapat jilbabmu dan kau akan bangga mengenakannya.”

Dengan kemantapan yang memenuhi pundakku, aku berjalan ke gerbang sekolah baruku. Aku bukan anak SMP lagi yang memakai rok pendek selutut di atas lutut dengan atasan selengan, yang kala itu aku kenakan untuk bergaya saja. Tapi sekarang seragamku putih abu-abu yang menjulur panjang. “Di sekolah ini aku sebisa mungkin menemukan diriku yang baru. “Maya, andai kau tahu sekarang temanmu ini sudah mulai berubah” ucapku dalam hati

Suatu hari, aku harus bermain drama. Tapi, dalam skenario harus ada adegan bergandengan dan berpelukan dengan lawan jenis. Aku ragu melakukannya. “Aku mengundurkan diri menjadi tokoh utama.” Aku memulai pembicaraan saat diskusi kelompok, Semua terkejut menatapku, Aku pikir nanti aku hanyalah narator. Ternyata karena kekurangan pemain aku berperan triple dalam drama, menjadi sutradara, tokoh antagonis, dan juga narator. Meskipun lelah tapi aku menikmatinya, setidaknya aku tidak melakukan adegan terlarang itu. Dan aku sebisa mungkin agar pemain laki-laki dan perempuan tidak terlalu berhubungan dekat. Alhamdulillah, drama itu selesai dengan hasil yang memuaskan.

Suara adzan berkumandang. Kuambil wudhuku. Cuaca yang dingin hampir membuatku terlelap lagi di atas sajadah setelah salat.
“Assalamu’alaikum.” Suara itu membuatku tak jadi tidur
“Wa’alaikumsalam. Maya” aku terkejut pagi itu
Maya merangkulku “Selamat hari lahir.”
Aku tersenyum dan Maya menyodorkan sebuah bingkisan padaku. Kubuka perlahan bingkisan itu. Hatiku trenyuh saat mengetahui isi bingkisan itu. Jilbab coklat yang cantik telah berada di tanganku. “Jilbab baruku”
“Aku tahu sekarang kau sudah memakai jilbab. (Mulutku terbuka hendak bicara) Kau tak perlu kaget mengapa aku mengetahuinya. Dan jilbab coklat itu sengaja kubeli bukan untuk hadiah ulang tahunmu hari ini.”
“Lantas?”
“Itu hadiah untuk sahabatku yang kemarin menjadi bintang kelas.”
“kok tahu? Tapi terima kasih ya jilbabnya. Bagus…”
“Ah, aku memang kan emang selalu update. Kembali kasih. Oh ya, sepedaan yuk!”
“Dengan memakai rok?” tanyaku
“Bukankah seorang berjilbab punya banyak akal?”
Aku selalu berusaha memakai rok, karena semua jeansku sudah aku museumkan, hhehhehehehhe…. karena aku sadar menutup aurat bukanlah sekadar memakai jilbab atau membungkus tubuh, melainkan menutupnya.

Selesai

SAHABAT JADI MUSUH

“Nad, lo mau ke kantin gak?” Sahut Tia.
Tia dan Nadia adalah seorang sahabat yang telah berteman selama 5 tahun. Mereka bisa dikatakan teman yang sangat dekat sekali.

Pada pagi itu, telepon Nadia berbunyi kring… Kring… Nadia pun menjawab “Halo… Eh kamu beb, ada masalah apa? Tumben pagi-pagi nelpon aku…” Itulah Kevin. Ia adalah pacar Nadia. Tia yang mendengar pun langsung ingin tau siapa yang menelpon. Tia pun bertanya “Siapa yang pagi-pagi nelpon Nad?” Nadia menjawab “Biasa pacar gue” Ngomong-ngomong siapa sih pacar elo?” Tanya Tia. “Kevin namanya. Elo udah punya pacar?” Tia langsung menjawab “Punya lah” “Namanya siapa?” Tanya si nadia. “Vincent namanya”. “Oh lo mau gak malem ini lo ajak pacar lo gue ajak pacar gue. Kita ketemuan di Candi resto”.. “Boleh” jawab tia singkat.

Mereka pun sepakat untuk bertemu di Candi resto. Lalu ketika sampai di restoran…
“Mana pacar lo Tia?” Tanya nad. “Ohh lagi di jalan. Pacar lo juga mana?” Tanya Tia.
Lalu ketika pacar mereka sampai ke resto itu betapa terkejutnya mereka bahwa pacar mereka berdua sama. Terjadilah pertengkaran antara Nadia dan Tia. “Loh?! Nad, itu kan pacar gue?, Kenapa lo bilang pacar elo?!” Tanya Tia dalam nada agak marah. “Ehh, gak usah sembarang bicara lo! Itu pacar gue kali!”

Setelah mereka bertengkar, mereka memutuskan untuk tidak akan pernah menjalin pertemanan lagi.

Cerpen Karangan: Ficilia Tiara Monica
Facebook: FiciliaMonica

Nama: Ficilia Tiara Monica
Umur: 12 thn
Twitter: @FiciliaM @FiciliaT_M
Facebook: Ficilia Monica

Invite me for read more cerpen :)!!

PEKIKAN DI MALAM HARI

Di luar hujan sangat lebat, bunyi angin meraung-raung Suara pekikan malam itu sungguh mengejutkan masyarakat komplek kampung baru, sungai geringging. Suara pekikan itu sangat keras sehingga membangunkan masyarakat kampung yang sedang tertidur lelap. Aku tersontak duduk karena bunyi pekikan yang amat deras tersebut. Suara pekikan itu berasal terdengar sangat dekat. Tapi pikirku itu hanyalah suara orang yang lagi ngigau. Kulirik jam menunjukkan pukul 03.45 WIB, dan kembali tidur karena mata ku masih mengantuk.

Paginya aku terbangun, kulihat ibu sedang membuat sarapan di dapur. kuceritakan pada ibu apa yang telah kudengar semalam.
“bu… ibu dengar gak bunyi suara pekikan tadi malam” tanya ku pada ibu sambil penasaran
“iya dengar..” jawab ibu dengan muka penasaran pula.

Aku hanya diam saja tanpa bertanya lagi tentang suara itu pada ibu, lalu ku duduk di kursi luar dengan bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi? Dan dari mana suara pekikan itu? Aku termenung beberapa saat sampai suara ibu mengejutkan ku
“hey…” suara ibu sambil menapuk pundak ku.
“astagfirullah…” aku terkejut bukan kepalang bahkan hampir jatuh dari kursi yang aku duduki.
“Kamu itu kenapa sih..? pagi-pagi udah bengong! Tidak biasanya” tanya ibu
“anu bu… anu” jawab ku gugup karena habis terkejut
“anu.. anu, dah mandi sana, tu sarapan udah ibu buatin” sambil menunjuk ke meja makan.
karena mendengar itu, tanpa melanjutkan jawaban aku langsung melangkahkan kaki ke dalam untuk segera mandi dengan hati masih bertanya-tanya dari mana asal suara pekikan itu?

Selesai mandi ku lihat jam sudah menunjukkan hampir jam 08.00 WIB, tapi biarlah, karena sekarang hari minggu dan tidak ada pula jadwal kuliah. Ku kembali merenungkan suara itu dalam kamar dengan masih mengenakan lilitan handuk. Pintu kamar ku kunci supaya tidak ada yang masuk karena ku belum mengenakan baju. Aku pun heran kenapa itu kulamunkan terus. Terdengar olehku suara ibu memanggil dari ruang tamu.
“deni… udah selesai nak?” ibu bertanya
“Udah bu..” sahutku

Karena mendengarkan kata ibu, langsung ku bergegas mengenakan baju, ku layangkan kaki ke meja makan. Kusingkap tudung nasi rupaya sudah ada sepiring nasi goreng berhias telur dadar di atasnya.

Selesai sarapan, ku minta pamit pada ibu dengan maksud tujuan berjalan-jalan sambil melihat-lihat rumah di komplek kampung ku itu. ku lihat rumah penduduk semua pintunya sudah terbuka, kecuali hanya satu yaitu rumah pak Yamin.

Pak Yamin adalah seorang saudagar emas yang lumayan berada di kampung tersebut. Pak Yamin dikenal sangat ramah, baik, dan santun. Dia juga sering bercanda-canda dengan orang di sekelilingnya. Bahkan, aku pernah dikasih uang lima puluh ribuan oleh pak Yamin waktu lebaran kemarin. Pak yamin tinggal bersama istrinya dan seorang anak gadisnya yang berumur 18 tahun bernama vika. Vika merupakan siswi kelas 3 SMA di salah satu SMA yang ada di kecamatan itu.

“padahal hari sudah menunjukkan pukul sebelas, tapi kenapa pintunya masih tertutup?” pikirku dalam hati.

Ku dekati pintu rumahnya dan memanggil-manggil berulang-ulang kali, tapi tak ada sahutan sama sekali yang ada hanyalah bunyi suara burung pak Yamin yang bernyanyi-nyanyi di teras rumahnya. dari luar ku coba pula untuk memanggil Vika, tapi tak ada sahutan juga. Bahkan, ku coba pula untuk menghubungi ke nomor ponsel Vika tapi nomornya sedang tak aktif.

Kulirik ke dalam di sela-sela gorden pintunya yang agak terbuka, tapi suasana gelap, sebab tak ada penerangan di dalam. Sedang seriusnya melihat isi dalam rumah, lagi-lagi aku dikejutkan oleh suara Andi yang datang dari belakang dengan tiba-tiba.
“nagapain kau? Mau maling ya?” tanya nya dengan logat batak
“hussst… sembarangan lu!” sahutku

Andi adalah warga baru di kampung ku. Ia baru saja pindah bersama keluarganya dari medan dalam tiga bulan terakhir ini. Ayah andi bernama Sukimin, penduduk asli kampung ini. Tapi, ibunya asli medan keturunan batak. Walaupun Andi baru saja sekitar tiga bulan ini di kampung, tapi kedekatan saya dengannya sangat cepat, saya dan Andi sudah seperti saudara

“trus.. ngapain kau disini?” tanyanya curiga
“aku penasaran dengan rumah ini ndi, kenapa sudah jam segini rumah ini masih tertutup!” ku mencoba menjelaskan padanya.
“apa pula yang kau penasarkan? Palingan dia masih tidur” jawabnya
“gak mungkin ndi… aku kenal dengan pak Yamin, gak mungkin ia tidur tinggi hari kayak gini”
“ya udah kita lihat aja ke belakang, supaya kau jangan penasaran lagi!” ajakan Andi dengan logat bataknya lagi
“yuk!”

Kami berdua melihat ke belakang, Andi yang berjalan duluan kaget, ia melihat bangkai anjing pak Yamin yang mati menganaskan dengan leher yang hampir putus. Sepertinya bekas tebasan senjata tajam.

“den den den… sinilah kau cepat” soraknya

Aku yang sedang menepikan sepeda motor ikut kaget karena mendengar suara Andi seperti orang ketakutan. Dengan tergesa-gesa ku tepikan sepeda motor dan berlari pada si Andi

“ada apa ndi?” tanya ku
“lihat tu!” Sambil menunjuk kebangkai anjing yang mati tadi
“tu kan, apa yang kubilang, pasti ada sesuatu yang terjadi pada pak Yamin” sambung ku dengan serius.

Kecurigaan kami terhadap rumah Pak Yamin semakin bertambah dengan ditemukannya seonggok bangkai anjing yang bergelimang darah. Andi yang tadinya biasa-biasa saja menyikapi apa yang terjadi kini bibirnya ikut pucat pasi seperti orang kedinginan. Saya terus berjalan menuju pintu belakang, saya lihat pintu dapur sudah rusak sepertinya bekas congkelan linggis.

Kami berdua masuk dengan mudah ke dalam rumah untuk menyelidiki apa yang telah terjadi. Dapur dan ruang tamu pak Yamin tak ada pembatas, oleh sebab itu kami langsung tiba di dalam rumah. Kulihat di ruang tamu hanya biasa-biasa saja tak ada tanda-tanda mencurigakan. Di tengah-tengah kami melihat isi rumah, saya mencium bau darah.
“andi.. sepertinya ini bau darah?” tanyaku
“iya.. betul, ini memang bau darah” jawabnya dengan tampang ketakutan

Kami berdua menyusuri bau darah tersebut, penciuman kami menunjuk ke sebuah kamar, entah itu kamar pak Yamin entah kamarnya Vika. Ku coba mendekati pintu kamar tersebut, dengan perasaan ragu-ragu ku buka pelan-pelan. “astaghfirullah alazim” ternyata dugaan ku dari tadi benar. Saya melihat istri Pak Yamin di atas tempat tidur dengan bersimbah darah begitu juga yang dialami dengan pak Yamin yang tergolek di lantai. Seisi lemari bajunya berserakan keluar. Perasaan takut dan sedih bercampur jadi satu, secara singkat ku menyimpulkan bahwa ini adalah motif pembunuhan dan perampokan. Lalu, saya menyuruh andi yang berdiri di belakang dengan lututnya yang gemetaran untuk memberi tahukan kejadian ini pada warga kampung.

Aku pun mencoba membuka pintu kamar yang satu lagi, terlihat Vika juga sudah tidak bernyawa tergelatak di samping tempat tidur. Lalu kudekati Vika dengan perasaan agak sedikit takut, langsung ku tarik alas tempat tidurnya dan kututup sekujur tubuhnya, karena pada waktu itu ia tidak mengenakan busana lagi. Sementara kulihat orang yang datang sudah memenuhi rumah pak Yamin. Serta para polisi juga sudah berjejer dalam rumah itu.

indahnya negeri ini

INDAHNYA ALAM NEGERI INI

BURUNG BURUNG PUN BERNYANYI DI PAGI HARI

MENANDAI ADANYA HARI BARU

INDANYA ALAM NEGERI INI

SEPERTI DUNIA UNTUK DIRIKU SENDIRI

DESIRAN ANGIN YG BERIRAMA DI PEGUNUNGAN

TUMBUHAN YG MENARI NARI DI PEGUNUGAN

AIR TERJUN PUN MENGALIR DARI ATAS GUNUNG

BEGITU INDAHNYA ALAM NEGERI INI

BAGAIKAN INDAHNYA TAMAN DI SURGA

MEMBUATKU SEPERTI MELAYANG LAYANG DI UDARA

KEINDAH KEINDAHAN ALAM NGERI INI TERASA SEMPURNA

MEMBUAT SEMUA ORANG TERPANA

MEMBUAT SEMUA ORANG TERKESIMA

TETAPI,KITA HARUS MENJAGA ALAM IN

AGAR KEINDAHANNYA TAKKAN SIRNA

malam malam di sekolah itu

MALAM  MALAM  DI SEKOLAH ITU

Kupandangi sekolah yang besar dan tampak menyeramkan itu. Yap!! Hari ini aku bersekolah, di sekolah astrama, bernama Saktavia. Namaku Silvi. Aku datang bersama temanku, Jenny. Kami segera berjalan menuju aula sekolah yang terletak di sebelah barat. Sesampai di aula sekolah aku dan Jenny mencari tempat duduk.

“Sil, kok kayaknya sekolah ini rada rada angker ya?” Tanya Jenny.
“Iya juga, Jen..” Jawabku menyetujui perkataannya.
“Ngomong-ngomong, sekolah ini bekas kuburan loo.” Kat Jenny yang membuatku semakin ketakutan.
“Yang bener, kamu tau dari mana?” Tanyaku terbelalak.
“Beneran nih, aku aja tau dari guru sekolah ini.” Kata Jenny.
“Kalau kamu ngomong ke aku dari dulu, aku gak bakalan sekolah disini.” Gerutuku.
“Abis kamu kayak bersemangat sih.” Jawab Jenny polos.
“Moga-moga aja kita bisa sekamar.” Kataku.
“Kalau gak sekamar, mending aku pulang aja.” Kata Jenny bergurau.
“Silahkan.” Kataku bercanda.

Para kakak pembina mulai menjelaskan peraturan sekolah. Tiba saatnya pembagian kamar. 1 kamar terdiri dari 2 orang. Horeee!!! Aku sekamar sama Jenny. Aku dan Jenny, berjalan menuju kamar yang berukuran 4 x 5 meter. Kamar itu terdiri dari 2 kasur, meja tulis dan lemari pakaian. Kami segera menata baju, dan istirahat sejenak. Setelah beristirahat, kami mandi, dan menuju ke ruang makan, untuk makan malam. Setelah makan malam aku berkenalan dengan teman-teman yang lain. Setelah itu aku tidur. Karena hari ini adalah hari petama, jadi belum ada pelajaran. Seperti biasa, aku dan Jenny yang masih anak baru, masih kesulitan untuk tidur. Tiba-tiba aku mendengar suara perempuan cekikian. Aku ketakutan.

“Jen, dengar gak, suara tadi?” Tanyaku.
“Dengar, positive thingking aja kali, Sil.” Kata Jenny menenangkan, tapi dari suaranya dia kedengaran ketakutan.
“Ya udah, tidur yuk. Paling Dinda sama Tessi yang mainin ring tone, yang dapet dari Billy.” Kataku.

Akhirnya, kami terlelap juga. Esoknya, ternyata Dinda dan Tessi juga mendengar suara itu. Kami jadi bergidik kalau membayangkan itu lagi. Setelah selesai sarapan, kami sekolah. Setelah selesai sekolah, kami makan siang, dan tidur siang. setelah itu kami mandi, makan malam, dan belajar bersama. Sesudah belajar bersama, kami tidur.

“Tadi kamu udah ngerjain PR?” Tanya Jenny, sambil merebahkan badannya.
“Udah, waktu belajar bersama.” Jawabku sembari menarik selimut.

Tiba-tiba, dari arah jendela terlihat anak kecil.

“Kamu lihat itu, Sil?” Tanya Jenny ketakutan.
“Lihat, Jen. Itu kayaknya tuyul kan.” Jawabku merinding.
“Iya, Sil.” Jawab Jenny.
“Udah tidur aja yuk.” Kataku sembari menaruh selimut menutupi muka.
“Iya.” Sahut Jenny.

Keesokan harinya, kami menceritakan kejadian itu ke kaka pembina. Akhirnya, aku dan Jenny memutuskan untuk keluar itu, karena tidak tahan akan teror itu.

sahabat

Sahabat
Telah kau daki
Gunung kemerdekaan
Menuju sinar harapan
Kehidupan masa depan
Menuju kebahagian

Sahabat
Relung waktu telah lalu
Rindu hati ingin bertemu
Walau surya telah berlalu
Dirimu masih ku tunggu
Dalam paruh waktuku

Sahabat
Aku memuja seraya berdoa
Kesehatan dan keberkahan
Tetap menyertaimu
Bersama KuasaNya
Kau akan bahagia

Sahabat
Ketika hati ini bergeming
Gema Adzan berkumandang
Dikaulah yang membimbing
Ke Surau kecil desa
Bersujud kepadaNya
Hingga raga ini tenang

Sahabat
Sukma melemah
Jiwa berserah
Tak tahu arah
Terhentilah darah

Sahabat
Telah berujung riang
Gaung cinta persaudaraan
Telah kau tebarkan
Mengisi celah darah
Terpendam lubuk dalam

Sahabat
Lukisan kata tepat
Hembusan angin bertempat
Riasan duniawi bersifat
Dalam kota terpadat
Semoga masih sempat
Citra ini terdapat

terima kasih guru

Oh guruku terima kasihku ku ucapkan pada mu
oh guruku engkau membimbingku hingga aku pandai
kau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa
bila engkau tiada apa jadinya aku
engkau tidak pernah marah kepadaku
guruku mungkin aku sering membuatmu marah
tapi engkau memaafkan semua kesalahanku
oh guruku….
guruku jasamu akan ku kenang selalu
guruku tanpamu aku tidak bisa membaca dan
menulis
guruku engkau memberi kasih sayang setulus hati.
oh guruku………..
aku akan mengenang jasamu sampai akhir hayatku

puisi untuk guru

Guru………..
Engkaulah harapanku
Engkau yang mendidik kami
Aku berterima kasih kepadamu ibu guru

Guru………..
Hampir setiap hari kita bertemu
Kita bartemu disekolah
Disekolah kami mencari ilmu dengan mu guru

Guru…………
Kau selalu disisiku
Kalau kita berpisah aku rela
Aku menyayangimu guru

perpisahan

hai kawan..
ingatkah engkau pada sebuah kenangan
yang tergores dan terlukis diawan
menjadi sesuatu yang amat menawan

pernah kita tertawa bercanda gurau
pernah kita bertengkar menangis galau
kini semua kan berlalu
tinggalkan kenangan antara kau dan aku

renungkanlah wahai teman
saat kau dan aku berpegangan tangan
pernah bersumpah untuk setia..
menjadi sahabat abadi selamanya

namun apa yang terjadi?
demi menggapai mimpi-mimpi
kita berpencar tinggalkan kenangan
melangkah maju ke arah awan..

dan kini tiba waktunya
saat kita harus melangkah
berbeda arah berbeda tujuan
memilih jalan untuk masa depan…

kawan~
selamat tinggal , sampai jumpa
semoga suatu hari nanti
tangan waktu pertemukan kita kembali..

terimakasih…
bahagia ku mengenalmu…
maafkanlah… bila terkadang ku salah tingkah :’)

sahabat sejati

 

SAHABAT SEJATI (PUISI versi INDONESIA)

Aku tahu, “Tanpa sahabat, dunia ini hanyalah hutan belantara”
Atau tanah kosong di mana kita bisa terjebak dalam kesunyiannya
Seolah, terkubur dan terbelit dalam kegelapan
Tidak ada seorangpun menginginkannya, tak ada manusia bisa menanggungnya

Aku katakan, “Aku tak akan berpura-pura”
Sahabat setiaku adalah sahabat sejati sesungguhnya
Obat kehidupan yang tak bisa kuhabiskan
Yang takkan pernah bisa mati, selamanya

Dia mengatakan, “Sahabat palsu ibarat bayangan kita,
Tetap dekat di terang sinar sang surya
Namun pergi menghilang di teduh gulita
Tapi, kau tidak demikian, wahai sahabat terbaikku

Orang-orang datang dan pergi dalam hidupku
tapi engkau tinggalkan jejak kakimu dalam hatiku
Meski kau tak pernah cerdas dan sedikit dungu
SAHABATKU, KAU sungguh BERHARGA dan LANGKA

Sahabat sejatiku selalu tahu kebenaran
Pun semua rasa sakit yang ada di diriku
Meski ku selalu berbohong pada orang lain
Di manapun, dan kapanpun itu

Untuk semua sahabat terbaik sejatiku

Ketika setiap orang mendengar apa yang kukatakan

Kala sahabat biasa mendengarkan apa yang kubilang
Hanya engkau, yang mendengarkan apa yang tak kuucapkan

Sahabat sejati adalah saudara kembarku
Yang Mungkin Tuhan lupa memberikannya padaku

SAHABAT SEJATIKU, KAU sungguh BERHARGA dan LANGKA

Featuring WPMU Bloglist Widget by YD WordPress Developer